Cerita Seru Doni Kusmanhadji Jadi Pembawa Berita, Inspiratif!
Diperbarui: Diterbitkan:

Kapanlagi.com - Nama Dhoni Kusmanhadji mungkin belum familiar di telinga publik. Namun kini ia sudah dikenal banyak orang pertelevisian sebagai news anchor di TVRI. Banyak cerita menarik di balik pekerjaan Dhoni sebagai news anchor.
Ditemui di kediamannya di kawasan Meruya, Jakarta Barat, belum lama ini, Dhoni berbagi cerita dengan KapanLagi.com®. Awalnya, Dhoni bercita-cita sebagai musisi. Perkenalannya dengan news anchor TVRI senior, Handewi Pramesti lah yang membawa Dhoni berkecimpung di dunia jurnalistik.
Banyak pengalaman seru saat Dhoni menjalankan pekerjaan jurnalistiknya. Ia pernah mewakili Indonesia menjalani Pendidikan International Visitor Leadership Program IVLP ke 5 Negara bagian AS untuk mengikuti pelatihan Public Broadcasting pada tahun 2009. Saat itu, ia mengalahkan kurang lebih 200 peserta untuk berangkat ke Amerika.
Dunia jurnalistik, khususnya news anchor pun punya berkah tersendiri bagi pria yang handal berbahasa Jerman ini. Ia melebarkan sayapnya sebagai konsultan PR, MC, dan juga pengajar di bidang komunikasi.

Melihat dua pendahulunya, Jeremy Teti dan Chantal Della Concetta yang akhirnya terjun di dunia hiburan dari news anchor, tak membuat Dhoni tergoda. Kini, dirinya hanya ingin fokus dengan dunianya sekarang. Ia pun mengaku tak akan meninggalkan TVRI yang membesarkan namanya.
Berikut petikan wawancara KapanLagi.com® dengan Dhoni :
Bagaimana awal karir sebagai news anchor?
Sebenernya seperti semua ABG di tahun 90an awal. Gue punya cita-cita jadi rocker (Musisi) tapi nggak lama juga akhirnya sadar bahwa bakat dan kemampuan terbatas dan mencoba realistis untuk memasuki dunia kerja formal.
Kuliah di era reformasi (lulus tahun 99) nggak banyak peluang terbuka saat lulus. Kemampuan gue berbahasa Jerman juga nggak terpakai. Padahal bokap kerja di Kementerian Luar Negeri, gue lahir di Bonn Jerman, dan besar di Wina Austria yang berbahasa Jerman juga.
Nggak ada perusahaan yang buka lowongan karena semua perusahaan termasuk perusahaan Jerman fokus menghadapi krisis moneter saat itu, dengan pengetatan pengeluaran dan bahkan banyak perusahaan melakukan pemecatan.
Tapi sebenarnya dunia jurnalistik selalu menjadi daya tarik juga buat gue sebenernya. tapi karena dulu nggak punya kenalan wartawan jadi nggak ada yang ngarahin. Lalu ada temen, Handewi Pramesti yang dulu juga penyiar berita, yang masuk TVRI dan setelah beberapa tahun dia kerja di TVRI, nawarin gue gabung langsung gue ambil lowongan untuk reporter/penyiar English News Service.
Lalu?
Yang tadinya nggak kebayang kerja pake jas dasi, akhirnya terbiasa juga, dan bahkan gue harus belajar berbusana yang benar-benar baik. Sampai gue sekarang paham bener tentang tekstur bahan, design, warna, motif dan lain sebagainya tentang busana.
Bahkan gue sekarang jadi penggemar batik dan baju tradisional lainnya, termasuk baju tradisional negara lain.
Apa sih tantangan atau pelajaran yang didapat dari pekerjaan sebagai news anchor?
Berkecimpung di dunia broadcasting gue harus belajar untuk selalu mampu beradaptasi dengan tema-tema terkini yang beragam. Saat isu politik kita harus bisa bicara politik, saat masalah ekonomi mencuat juga harus mampu bicara ekonomi, dan lain sebagainya.
Gue belajar untuk bisa belajar dalam waktu singkat permasalahan yang nggak dikuasai, sampe bisa mengupasnya dengan narasumber. Baik dalam wawancara maupun reportase.
Tantangan profesi kita adalah adaptasi itu sendiri. Adaptasi terhadap waktu, situasi dan isu terkini. Sebagai wartawan, saat orang libur biasanya kita malah tambah banyak kerjaan. Contohnya saat orang libur Natal dan Tahun Baru, kita liputan. Dan kerjaan justru banyak, apalagi saat Lebaran, kita ada liputan mudik, aktifitas ramadan, persiapan Lebaran dan sebagainya. Dengan berjalannya waktu akhirnya terbiasa juga.

Selain jadi news anchor, anda juga dikenal sebagai pengajar ilmu komunikasi?
Perjalanan karir gue sebagai jurnalis dan penyiar berita menganter gue ke sejumlah profesi lainnya yang gue lakukan sekarang. Sebagai pekerjaan sampingan seperti penerjemah tertulis maupun simultan untuk bahasa Jerman, konsultan PR, MC profesional, pengajar bidang Komunikasi.
Kemampuan gue sebagai trainer bidang komunikasi dan PR selama kurang lebih 6 tahun ke belakang lumayan diminati banyak kalangan, baik Instansi Pemerintah, Perusahaan nasional, Multinasional sampai ke individu.
Pengalaman sebagai praktisi komunikasi yang didasari Jurnalistik, membuat gue punya banyak sudut pandang terhadap sesuatu.
Sebagai pengajar, apa metode yang dipakai?
Dalam metode pengajaran gue, gue banyak masukin tips dan trik praktis hasil kombinasi ilmu komunikasi dan basic Human nature. Sebagai contoh, kalo gue ngajar public speaking, 90 persen peserta training pasti punya kendala dengan gugup atau nervous. Gue selalu bilang orang kalo nervous itu ada sisi positifnya.
Nggak banyak orang tahu bahwa saat gugup, seseorang lebih waspada, lebih cepat bereaksi dan bahkan bisa lebih cepat berpikir daripada orang dalam kondisi normal. Nah kalo bisa mikir lebih cepet kan bisa dibilang lebih pinter, berarti bagus dong. Jadi gue kasih metode, gimana cara mengendalikan perasaan gugup dan bukan cara menghilangkanya dan ini justru lebih efektif.
Sebagai news anchor dan jurnalis, anda punya pengalaman yang tak terlupakan nggak?
Ada beberapa pengalaman tak terlupakan selama bekerja sebagai Jurnalis/Presenter. Salah satunya adalah saat terpilih menjadi salah satu dari dua jurnalis televisi se-Indonesia oleh pemerintah Amerika Serikat untuk mengikuti program pendidikan International Visitor Leadership Program IVLP ke 5 Negara bagian AS untuk mengikuti pelatihan Public Broadcasting pada tahun 2009.
Saat dijadikan nominator, gue ditelpon dan diminta data diri oleh kedutaan besar AS untuk Indonesia diberitahu bahwa saya terpilih masuk nominasi program IVLP.
Gue kirim CV tanpa berharap apa-apa. Selang beberapa minggu ditelpon kembali dan diberikan ucapan selamat karena yang keluar adalah nama gue dan Fesy Alwi (Metro TV) untuk berangkat ke AS belajar tentang Public Broadcasting.
Selama di AS kita belajar banyak tentang Jurnalistik pertelevisian, kemasyarakatan, dan Demokrasi. Dan bagaimana media berperan untuk mendorong demokrasi.
IVLP adalah program pemerintah AS sejak tahun 1940. sudah lebih dari 200.000 peserta yang mengikuti program ini dari berbagai profesi sejak tahun 1940. dan 320 di antara 200.000 itu menjadi kepala negara di masing2 negara mereka.
Alumni IVLP Indonesia antara lain adalah Presiden ke 5 RI Megawati Soekarnoputri dan mantan Gubernur DKI dan kini dubes Indonesia untuk Jerman, Fauzi Bowo.
Selain itu?
Tahun 2006 TVRI ikut kontes kontes feature peringatan bencana tsunami yang diselenggarakan Asian Broadcasting Union. Saya waktu itu penanggung jawab pasca produksi, dan pada kontes itu TVRI mendapatkan award untuk feature yg diberi judul "Tsunami - on that day" hasil kerja idealis temen-teman.
Jeremy Teti dan Chantal Della Concetta kini bekerja di dunia hiburan. Ada niat untuk mengikuti jejaknya? Kalian kan sama-sama dari news anchor.
Untuk saat ini gue terus terang nggak kepikir untuk masuk dunia hiburan. Karena masih enjoy dengan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari. Tapi bukan berarti menutup kemungkinan itu di masa yang akan datang.
Dunia seni peran juga menarik buat gue, tapi pekerjaan gue kayanya lebih narik gue ke arah lain. Saat menjadi MC contohnya gue lebih banyak bersentuhan dengan Event dan Conference Organizer dan saat menjadi trainer dengan Corporation dan Institusi pendidikan. Dan link di luar dunia jurnalistik yang sudah terbangun mungkin justru di bidang Organizing ataupun Training.
Harapan anda saat ini apa?
Kita liat aja gimana ke depan. Gue sementara masih enjoy dengan pekerjaan yang gue lakonin sehari-hari. Gue selama ini selalu fair and square sama meski banyak pekerjaan sampingan lainnya. Gue mengakar di TVRI. TVRI akan selalu menjadi basecamp Ggue. Dan andai gue keluar dari TVRI sekalipun, gue akan terus kasih kontribusi dan support untuk TVRI.
(Festival Pestapora 2025 dipenuhi kontroversi, sederet band tiba-tiba memutuskan untuk CANCEL penampilannya.)
(kpl/pur/phi)
Mathias Purwanto
Advertisement