7 Potret Gus Miftah, Ajak Semua Pihak Berdamai di Tengah Konflik Habaib Ba alawi dan PWI Laskar Sabilillah

Gus Miftah akhirnya ikut tanggapi konflik sosial dan identitas yang melibatkan kelompok Habaib Ba alawi dan Perjuangan Walisongo Indonesia (PWI) Laskar Sabilillah kembali menjadi sorotan publik. Perseteruan ini semakin meruncing setelah perbedaan pandangan tentang asal-usul nasab dan status keturunan Rasulullah SAW mencuat ke permukaan.

Kondisi ini tak hanya menimbulkan ketegangan antar kelompok, tapi juga meresahkan masyarakat luas yang mendambakan kerukunan umat. Begini pendapat Gus Miftah. /aal

Foto 1 dari 7
Instagram/gusmiftah

Perbedaan pandangan sejarah dan keagamaan antara kelompok Ba alawi yang dikenal sebagai keturunan Arab, serta kelompok PWI yang mengusung identitas kejawen dan budaya pribumi, makin panas usai publikasi buku kontroversial dari KH Imaduddin Utsman. Buku tersebut menyangsikan keabsahan nasab kelompok Ba alawi sebagai dzurriyah Nabi Muhammad SAW.

Foto 2 dari 7
Instagram/gusmiftah

"Masalah ini jadi rumit bukan karena kontennya, tapi karena cara menyampaikannya. Saya pribadi tidak mempermasalahkan perbedaan pendapat. Tapi kalau sudah masuk ke ranah publik dan jadi provokasi, ya harus ada yang menengahi," ujar Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah saat berbincang dengan awak media, Selasa (8/4/2025) di Jakarta.

Foto 3 dari 7
Instagram/gusmiftah

Konflik ini sebenarnya sudah berlangsung selama beberapa tahun. Pada 2023, Habib Bahar bin Smith melontarkan pernyataan bahwa keturunan Walisongo telah punah 500 tahun lalu. Ucapan tersebut kemudian dilaporkan ke polisi oleh pihak PWI yang merasa terhina. Sementara pada 2024, kekerasan fisik sempat terjadi saat rombongan kyai dan anggota Banser diserang oleh massa tak dikenal di Rengasdengklok, Karawang. Ironisnya, insiden tersebut salah sasaran.

Foto 4 dari 7
Instagram/gusmiftah

Kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran lebih besar, sebab jika dibiarkan berlarut-larut, berpotensi memecah belah persatuan umat Islam di Indonesia. Gus Miftah melihat perlunya pendekatan persuasif dan ruang dialog agar dua kubu yang berseteru ini bisa kembali berdamai dan menjunjung ukhuwah islamiyah.

Foto 5 dari 7
Instagram/gusmiftah

"Kita ini bangsa besar. Perbedaan itu hal biasa. Tapi kalau sudah menyentuh fanatisme dan sektarianisme, lalu diperkuat dengan politik identitas, itu yang berbahaya. Kalau konflik ini tidak segera diakhiri, kita bisa kehilangan banyak hal," tegas Gus Miftah.

Foto 6 dari 7
Instagram/gusmiftah

Ia menggarisbawahi bahwa masyarakat Indonesia harus kembali kepada semangat kebangsaan. Saling menghormati perbedaan dan menjauhi pengkultusan yang berlebihan terhadap individu atau kelompok tertentu menjadi kunci utama menjaga keharmonisan bangsa. Gus Miftah juga mengingatkan bahwa agama tidak boleh dijadikan alat untuk meraih kekuasaan ataupun dominasi kelompok.

Foto 7 dari 7
Instagram/gusmiftah

"Tidak bisa dibenarkan kalau agama digunakan sebagai alat politik. Apalagi untuk menjatuhkan kelompok lain. Nabi Muhammad saja tidak pernah mengajarkan begitu. Dakwah beliau itu rahmatan lil alamin, bukan untuk menyingkirkan yang lain," ujar pria yang dikenal dekat dengan berbagai kalangan itu. 

"Kita harus perbaiki pendidikan, ekonomi, dan keadilan. Kalau orang lapar, nganggur, dan tidak terdidik, gampang sekali dikompori. Tapi kalau perut kenyang dan pikiran terbuka, mereka akan menolak ajakan-ajakan yang menyesatkan," pungkas Gus Miftah.

Read More

Load More