Sebelum benar-benar tak bisa bergerak, Fahmi mengenang masa di mana ia masih memiliki sedikit kekuatan untuk beraktivitas secara mandiri, meskipun dengan susah payah.

Ia berkisah, dulu ia masih bisa berpindah tempat dengan cara merangkak atau berpegangan pada dinding dan perabotan di sekitarnya. Momen itu, yang dulu terasa berat, kini justru menjadi sebuah kemewahan yang ia rindukan.

"Dulu kita masih bisa merangkak, masih bisa ke kamar mandi masih bisa pegangan waktu itu, ke sana-sini masih bisa dipegangin. Di sini bisa merangkak," kenangnya.

Namun, semua itu berubah drastis dalam empat bulan terakhir. Kekuatan di kakinya seolah hilang total, membuatnya kini hanya bisa pasrah di atas tempat tidur.

Fase inilah yang ia sebut sebagai titik terendah dalam perjuangannya. "Udah sekitar 4 bulanan lah yang udah kayak begini ya," tambahnya.

Kilas balik ini memberikan gambaran betapa progresif dan mengerikan penyakit yang dideritanya. Dari yang semula masih bisa berusaha mandiri, kini ia bergantung sepenuhnya pada bantuan orang lain untuk melakukan hal paling sederhana sekalipun.

Perjalanan tiga tahun yang penuh liku ini menjadi saksi bisu ketegaran seorang Fahmi Bo. Meski fisiknya kian rapuh, semangatnya untuk sembuh tak pernah benar-benar padam, menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Kini, setiap hari adalah perjuangan baru bagi Fahmi Bo, sebuah pertarungan untuk sekadar bertahan di tengah keterbatasan yang membelenggunya.