Bukan horor biasa, Marthino menyebut film ini menceritakan tentang sepasang suami istri yang berjuang melawan keterpurukan ekonomi. Karena itu, mereka melakukan sebuah ritual mistis untuk mengatasi masalah mereka.

"Tumbal Darah ini tuh menceritakan tentang seorang Jefri dan seorang Ella, mereka merupakan satu keluarga yang berjuang menghadapi horornya dunia. Horor yang relatable atau masuk akal, gitu. Let's say kita tinggal di daerah yang sudah tidak layak, gitu. Karena kebutuhan ekonomi, karena satu dan lain hal faktor ya, supaya dekat kantor, ngekos atau tinggal di satu tempat yang lumayan bronx (kumuh)," ujar Marthino Lio.  

"Itu kan juga horor buat kita, kan? Nah, ini mau menunjukkan sisi horor dari situnya juga. Dari segi kemanusiaannya, lah. Kayak misalnya kita punya ATM, kita masukin ke mesin ATM, masukin pin, terus kita lihat nggak ada isinya. Itu kan horor juga, kan?" lanjutnya.

Meski begitu, sentuhan horor asli dengan sejumlah penampakan makhluk halus juga menjadi bagian utama yang tak terpisahkan dari film ini. 

"Horor, ini juga horor, gitu. Jadi lebih ke sisi situnya sih, dan tentu pasti ada entitasnya, ada sentuhan-sentuhan negatif atau mistisnya," ujarnya. 

Senada dengan Marthino Lio, Sallum Key menyebut bahwa 'horor' yang tersaji di film ini lebih ke kehidupan keseharian yang sedang terpuruk dari segi ekonomi di masa pandemi.

"Sama sih kayaknya, garis besarnya udah dijelasin sama Kak Lio. Ya horor yang sebenarnya horor ada mistisnya juga, cuman yang lebih buat horor adalah kehidupan kita," sahut Sallum Key.

"Tambah lagi kondisinya COVID, semakin buat kita terpuruk. Yah itulah kehidupan yang horor yang sebenarnya, yang mau ditampilkan di film Tumbal Darah. Selain mistis, selain action juga, ya. Kita juga punya action," ujar Sallum Key.