Ipung (Ardhana Jovin) tinggal bersama kakek (Landung Simatupang) dan neneknya (Sri Isworowati) di sebuah desa kecil di Yogyakarta. Hidup sederhana mereka berjalan tenang, diwarnai kepercayaan kuat terhadap mitos pamali.

Kakek dan nenek sering mengingatkan Ipung tentang larangan bersiul ketika magrib. Menurut mereka, siulan di waktu tersebut dapat memanggil roh jahat yang menyesatkan manusia.

Namun, rasa penasaran membuat Ipung melanggar nasihat itu. Ia terus bersiul di rumah menjelang senja, mengira larangan tersebut hanyalah cerita lama tanpa arti.

Sejak malam itu, Ipung mulai mengalami teror. Dalam tidurnya, ia bermimpi dikejar sosok yang menyerupai orang-orang terdekatnya. Mimpi itu selalu berakhir dengan bayangan kematiannya sendiri.

Bukan hanya di alam mimpi, gangguan juga terus menghantui saat ia terjaga. Bayangan samar berdiri di sudut kamar, suara siulan gaib mengikuti setiap langkahnya, membuat Ipung dicekam ketakutan.

Akhirnya, Ipung menyadari kutukan itu nyata. Setiap pelanggar pamali bersiul saat magrib harus menggantikan roh sebelumnya yang terjebak di alam gaib. Kini, jiwa Ipung sendiri terancam menjadi bagian dari lingkaran kutukan tersebut.

Disutradarai Wahyu Agung Prasetyo, yang sebelumnya sukses dengan versi pendek SINGSOT dan meraih penghargaan di Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2016. Kini versi panjangnya menghadirkan cerita yang lebih mencekam dan mendalam.

Melalui film ini, penonton diajak merenungkan makna tradisi dan kepercayaan lokal. Mitos pamali yang sering dianggap remeh ternyata menyimpan pesan tentang batas antara rasa ingin tahu dan konsekuensi yang harus ditanggung.