Dari Venice ke BIFF, Film GIRL Karya Sutradara Baru Shu Qi Jadi Sorotan
Mandarin Vision Co. Ltd.
Debut penyutradaraan Shu Qi langsung jadi perbincangan. Aktris papan atas Asia ini memilih keluar dari zona nyaman dan menghadirkan GIRL, sebuah drama keluarga yang dihiasi emosi dan luka batin. Film ini tak hanya mengulik relasi antara orang tua dan anak, tapi juga menyoroti bagaimana rasa sakit bisa diwariskan lintas generasi.
Setelah tayang perdana di Venice Film Festival 2025, Girl kini hadir di Busan International Film Festival (BIFF) ke-30 dalam kompetisi resmi. Pencapaian ini membuat Shu Qi semakin disorot sebagai sutradara baru, sekaligus membuka babak baru dalam karier panjangnya di dunia perfilman.
Ikuti update berita film korea lainnya di Liputan6.com
Film ini menjadi langkah baru Shu Qi, aktris papan atas Asia yang kini berani duduk di kursi sutradara. Lewat debutnya, ia mengulik kisah tentang keluarga, cinta, dan luka batin dengan cara yang sederhana namun menyentuh. Hasilnya, GIRL langsung masuk kompetisi utama Venice Film Festival 2025 dan kini melanjutkan perjalanan ke Busan International Film Festival (BIFF) ke-30.
Film ini dibintangi oleh Xiao-Ying BAI sebagai Hsiao-lee, seorang remaja pemalu dan memiliki luka keluarga. Lin Pin-Tung hadir sebagai Li-li, sahabat yang memberi warna baru dalam hidupnya. Roy CHIU berperan sebagai ayah yang keras, sementara penyanyi sekaligus aktor 9m88 memerankan ibu yang masih terjebak dalam trauma masa lalu. Kehadiran Esther Liu dan Yu-fei Lai turut memperkuat dinamika hubungan antar karakter.
Berlatar di Taiwan tahun 1988, Hsiao-lee tumbuh di keluarga yang tidak harmonis, penuh ketegangan dan kekerasan emosional. Hidupnya mulai berubah setelah ia bertemu Li-li, sahabat sebaya yang membawa rasa hangat dan aman yang tak pernah ia rasakan di rumah.
Meski persahabatannya memberikan harapan, Hsiao-lee tetap harus berhadapan dengan kenyataan pahit. Ayahnya yang penuh kontrol dan ibu yang rapuh membuat lingkaran kekerasan di rumah tidak pernah benar-benar berhenti. Dari sini, film menyoroti bagaimana luka dalam keluarga sering kali diwariskan dari generasi ke generasi.
Sebagai sutradara, Shu Qi memilih cara yang sederhana untuk bercerita. Ia tidak mengandalkan adegan dramatis atau tangisan berlebihan, melainkan membangun ketegangan dari interaksi sehari-hari. Justru kesederhanaan itulah yang membuat emosi terasa lebih kuat dan membekas di benak penonton.
Berbeda dengan film coming-of-age pada umumnya, GIRL tampil dengan nuansa muram yang terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari. Shu Qi tidak menampilkan kekerasan secara langsung, melainkan lewat detail kecil yang sederhana.
GIRL tidak menghadirkan akhir yang bahagia. Hsiao-lee dan ibunya memang belum sepenuhnya pulih dari luka, namun mereka masih memiliki harapan untuk sembuh.
Setelah tayang perdana di Venice, GIRL kini bersaing di kompetisi resmi Busan International Film Festival ke-30 . Prestasi ini menegaskan posisi Shu Qi sebagai sutradara baru menjadikannya sosok yang mulai diperhitungkan di kancah perfilman internasional.