Band ini terbentuk saat mereka masih berada di bangku sekolah dimana bercita-cita untuk menjadi sebuah rockstar. Nama The Manics pun berubah ketika mereka bertemu seoarang gelandangan yang menyebut mereka sebagai The Manics Street Preacher.

Uniknya The Manic Street Preacher dulunya tak memainkan musik alternative sebagai pilihan. Mereka memainkan musik punk rock yang terinspirasi oleh The Clash. Namun lambat laun mereka mengambil keputusan untuk mengubah musiknya dan meninggalkan unsur punk.

Debut album Generation Terrorist masih terbawa unsur punk di mana arah musik mereka kental dengan aura The Clash. Lirik yang dipilih sangat politis. Banyak pengamat musik yang menilai bahwa ini adalah versi manis dari London Calling.

Pada album kedua, Gold Against The Soul mereka membuang sisi punk yang menjadi akar dari band ini. Mereka memilih grunge yang kala itu tengah meledak dan digemari oleh banyak orang.

Dengan pilihan yang sangat komersil The Manic Street Preacher punya nyali untuk mengangkat status bandnya. Kenekatan itu tak sia-sia mereka diganjar peringkat kedelapan pada tangga lagu Inggris.

Pada album ketiga, The Holy Bibble, The Manic Street Preacher tak membuahkan hasil yang mengagumkan. Karakter sound pun benar-benar berubah dan lebih mengarah ke modern rock dan semakin komersil/ album ini bisa dibilang jeblok di pasaran dan banyak menuai kritikan jelek.

Namun pembalasan dilakukan oleh mereka dengan merilis Everything Must Go dimana album ini mendapat respon positif fan berada di peringkat kedua di tangga lagu Inggris. Triple Platinum juga diberikan untuk album ini yang menuai sukses besar hanya dalam watu 82 minggu sejak pertama rilis.

Dari sinilah The Manic Street Preacher menemukan arwahnya dalam bermusik. Mereka semakin mantap menggarap album-album berikutnya yang menuai respon yang sama.