8 Fakta Menarik Soal Film GOWOK: KAMASUTRA JAWA, Menyoroti Sisi Lain Sebuah Budaya

Penulis: Editor KapanLagi.com

Diterbitkan:

8 Fakta Menarik Soal Film GOWOK: KAMASUTRA JAWA, Menyoroti Sisi Lain Sebuah Budaya
Fakta Menarik Soal Film GOWOK: KAMASUTRA JAWA (credit: IMDB)

Kapanlagi.com -

Film GOWOK: KAMASUTRA JAWA menjadi perbincangan hangat karena mengangkat tema yang tak biasa. Disutradarai oleh Hanung Bramantyo, film ini menyoroti sisi lain budaya Jawa yang selama ini jarang diangkat ke layar lebar. Tidak hanya itu, film ini juga berhasil mencuri perhatian dunia internasional.

Menggandeng aktor dan aktris ternama, film ini dikemas secara estetik dan berani menampilkan sisi sensitif masyarakat Jawa di era 1960-an. Nuansa sejarah, budaya, hingga spiritualitas Jawa menjadi sajian utama dalam film berdurasi lebih dari dua jam ini.

Penasaran, ada fakta menarik apa saja di balik film GOWOK: KAMASUTRA JAWA? Berikut delapan fakta menarik yang perlu KLovers ketahui soal film ini!

1. Berdasarkan Kisah Nyata Seorang Gowok di Era 1960-an

Film GOWOK: KAMASUTRA JAWA mengangkat kisah seorang gowok, yakni perempuan yang menjadi dukun atau guru seksual sebelum pernikahan. Praktik ini umum terjadi pada era 1960-an sebagai bagian dari pendidikan seksual tradisional di masyarakat Jawa. Latar cerita juga bersinggungan dengan dinamika sosial dan politik tahun 1965.

(Rumah tangga Tasya Farasya sedang berada di ujung tanduk. Beauty vlogger itu resmi mengirimkan gugatan cerai pada suaminya.)

2. Tembus Festival Film Rotterdam

GOWOK: KAMASUTRA JAWA berhasil menembus seleksi Big Screen Competition di ajang Festival Film Internasional Rotterdam (IFFR) 2025. Festival ini merupakan salah satu yang paling bergengsi di Eropa dan hanya memilih 12 film dari seluruh dunia. Kehadiran film ini menjadi bukti kualitas sinema Indonesia di kancah global.

3. Kisahkan Tradisi Gowok dan Perubahan Sosial Pasca 1965

Sosok gowok dalam film ini digambarkan sebagai perempuan yang memiliki peran penting dalam pendidikan seksual sebelum pernikahan. Namun, pasca 1965, peran mereka digantikan oleh lembaga formal seperti KUA. Hal ini menggambarkan transisi sosial dan tekanan politik terhadap tradisi lama.

4. Hanung Ciptakan Mantra 'Atmaprawesa' 

Hanung menciptakan mantra fiktif bernama Atmaprawesa, yang terinspirasi dari teks Tiongkok Tsu Nu Jing. Tujuannya agar pemain tidak mengalami gangguan spiritual selama proses syuting. Ia juga ingin menjaga orisinalitas alur cerita tanpa melibatkan unsur mistis asli yang sensitif.

5. Sajikan Kisah Seksualitas dengan Estetika Sinematik

Film GOWOK: KAMASUTRA JAWA mengangkat tema seksualitas dan relasi suami-istri dalam balutan sinematik yang kuat. Hanung menyuguhkan sisi erotis yang dikemas secara estetis dan artistik, menjadikannya kontroversial namun menarik secara global. Hal ini turut menjadi daya tarik di festival internasional.

6. Pemain Pelajari Dialek Ngapak

Devano Danendra ditantang keluar dari zona nyamannya dengan memerankan tokoh berbahasa ngapak. Ia harus belajar dialek khas serta memahami gaya tutur sopan priayi Jawa. Selain itu, Devano juga mendalami filosofi lokal demi mendalami karakternya secara maksimal.

7. Film ke-15 Kolaborasi Reza Rahadian dan Hanung

Reza Rahadian kembali bekerja sama dengan Hanung Bramantyo untuk kali ke-15 lewat film ini. Ia memerankan tokoh Kamajaya yang penuh tekanan dan kompleksitas emosional. Kolaborasi ini dimulai sejak film Perempuan Berkalung Sorban (2009) dan terus berlanjut dalam berbagai proyek.

8. Tampilkan Banyak Nama Besar

Selain Reza dan Devano, film ini turut menghadirkan akting dari Lola Amaria, Raihaanun, dan Djenar Maesa Ayu. Lokasi syuting dilakukan di Sleman, Yogyakarta, demi menghadirkan nuansa tradisional yang kental. Diproduksi oleh MVP Pictures dan Dapur Films, film ini berdurasi sekitar 130 menit dan siap mengguncang layar lebar Indonesia dan dunia.

Temukan berbagai fakta menarik film lainnya di kapanlagi.com. Kalau bukan sekarang, KapanLagi?

Rekomendasi
Trending