Semarakan JAF 2007, Putu Wijaya Bawakan Monolog '100 Menit'

Penulis: Yunita Rachmawati

Diterbitkan:

Kapanlagi.com - Dalam usia yang tak lagi muda, sutradara sekaligus pimpinan Teater Mandiri, Putu Wijaya, 64, akan membawakan pementasan monolog Seratus Menit yang dilakukan tanpa jeda dalam Jakarta Anniversary Festival (JAF) 2007 di Gedung Kesenian Jakarta, pada 27-28 Juni mendatang.Selama dua jam, Putu akan membawakan enam naskah yang ditulisnya sendiri. Dalam penampilannya nanti, tidak hanya Putu yang akan berada di atas panggung melainkan juga sejumlah pekerja seni Teater Mandiri memberi sentuhan visual dari cerita yang dibacakan.Sebelumnya monolog Seratus Menit telah dipentaskan di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia dan beberapa negara di dunia diantaranya Tokyo, Taiwan, Mesir, dan Hamburg."Saya ingin penonton bisa menyimak monolog dan pada saat yang sama menonton visualisasinya sehingga saat mereka pulang bisa memahami maknanya," ungkap Putu.Tidak ada persiapan khusus dalam pementasannya menyambut Hari Ulang Tahun Jakarta ke-480 ini. Hanya saja, Putu akan melakukan improvisasi mengingat naskah yang akan dibawakannya sangat panjang.Putu yang tak pernah lepas dari topi pet putihnya ini mengungkapkan monolog Seratus Menit pada intinya bertutur tentang kemerdekaan, kesetaraan, hak azasi, nasib perempuan, kepemimpinan, dan berbagai ketimpangan sosial."Saya bawakan pementasan ini karena isinya tepat dengan situasi sekarang, diantaranya krisis kepemimpinan dan korupsi yang merajalela, serta banyak lagi ketimpangan lainnya," ujar pria bernama lengkap I Gusti Ngurah Putu Wijaya ini.JAF 2007 akan berlangsung di Gedung Kesenian Jakarta (8-29 Juni) menghadirkan sejumlah seniman dan tokoh nasional. Ada tiga unsur kesenian yang akan ditampilkan, yakni kesenian Betawi, kesenian nasional, dan kesenian internasional. Putu merupakan slah satu seniman yang tampil mewakili unsur kebudayaan nasional.Meski telah berulang kali menampilkan Seratus Menit, Putu menjanjikan penonton akan mendapat sajian yang 'baru' dan 'segar'.Agar penonton tidak bosan mendengar monolognya, Sastrawan kelahiran Puri Anom, Tabanan, Bali, 11 April 1944 ini akan turut melakoni adegan, menjadi dalang, dan turun panggung mendekati penonton."Monolog bukan lagi ocehan satu orang yang memaksa dan menyiksa pendengar hanya sebagai penonton, tetapi sebuah tontonan yang menampung berbagai suara," ujar Putu.

(Lesti sedang hamil anak ketiga, dan saat ini sedang ngidam hal yang di luar nurul!)

(*/boo)

Rekomendasi
Trending