Standar Fisik di Indonesia Dinilai Terlalu Ketat? Ini Kisah Model Tanah Air yang Justru Dihargai Dunia

Penulis: Tantri Dwi Rahmawati

Diperbarui: Diterbitkan:

Standar Fisik di Indonesia Dinilai Terlalu Ketat? Ini Kisah Model Tanah Air yang Justru Dihargai Dunia
© instagram.com/larasekar/instagram.com/shahnaz.indira/instagram.com/raihanfahrizal__

Kapanlagi.com - Awal 2025 ini, dunia maya Indonesia diramaikan oleh kisah inspiratif Raihan Fahrizal, seorang model pria asal Bandung yang sukses menembus industri mode internasional. Raihan menjadi perbincangan hangat setelah tampil di panggung catwalk bergengsi.

Ia mewakili rumah mode ternama dunia seperti Yves Saint Laurent (YSL), Louis Vuitton, hingga Hermès. Karier internasionalnya melesat tajam, meski sebelumnya ia justru berkali-kali ditolak oleh agensi model dalam negeri dengan alasan tubuhnya terlalu kurus dan tak sesuai dengan 'standar lokal'.

1. Publik Mengkritik

Kisah Raihan viral usai ia mengunggah pengalamannya tersebut di media sosial. Banyak warganet bersimpati dan mengkritik keras standar penampilan yang kaku di industri modeling Indonesia.

Salah satu figur publik yang ikut angkat suara adalah Melly Goeslaw. Melalui akun Instagram-nya, Melly menyayangkan industri lokal yang belum cukup inklusif dan justru menolak talenta asli Indonesia yang akhirnya diakui oleh dunia.

(Rumah tangga Tasya Farasya sedang berada di ujung tanduk. Beauty vlogger itu resmi mengirimkan gugatan cerai pada suaminya.)

2. Alami Penolakan

Namun Raihan bukan satu-satunya contoh dari fenomena ini. Sebelumnya, ada nama Laras Sekar, model Indonesia yang awalnya kesulitan menembus pasar lokal karena wajah dan penampilannya dinilai terlalu eksotis. Justru, Laras akhirnya dikontrak oleh agensi luar negeri dan tampil dalam kampanye iklan brand seperti Balenciaga dan Alexander McQueen.

Cerita serupa juga datang dari Shahnaz Indira. Tubuhnya yang plus size dan kulitnya yang eksotis bisa dibilang jauh dari standar kecantikan yang ada di Indonesia. Ia menjadi model plus-size pertama asal Indonesia di London Fashion Week lewat koleksi Simone Rocha Spring 2023. Kiprahnya berlanjut hingga tampil di New York Fashion Week membawakan koleksi Coach Fall 2025.

3. Keragaman dan Keunikan

Faktor yang mendukung kesuksesan para model ini di kancah internasional tak hanya pada keberuntungan, tapi juga strategi personal branding yang kuat, konsistensi membangun portofolio, dan jaringan agensi luar negeri yang lebih visioner.

Industri modeling global kini memang mulai menjauhi stereotip fisik tradisional dan lebih fokus pada keunikan serta keragaman wajah. Menurut laporan Business of Fashion, agensi internasional kini sengaja mencari karakter wajah yang �bercerita� dan tidak generik, termasuk dari Asia Tenggara.

4. Terlalu Terpaku

Kembali ke pernyataan Melly Goeslaw, ia tidak sekadar mengkritik standar tubuh kurus atau tinggi semata, tetapi juga menyentil bagaimana Indonesia terlalu terpaku pada satu jenis kecantikan ideal yang meliputi kulit cerah, tubuh proporsional, dan wajah berstandar barat.

Padahal, di luar negeri, model dengan berbagai bentuk tubuh, warna kulit, dan ekspresi budaya justru dianggap aset yang memperkaya kampanye fashion. Melly menyuarakan agar industri dalam negeri lebih adaptif dan terbuka agar tidak terus-terusan kehilangan talenta yang potensial.

5. Dipengaruhi Media Arus Utama

Jika ditilik lebih dalam, standar kecantikan di Indonesia memang masih sangat dipengaruhi oleh media arus utama dan iklan komersial. Banyak brand lokal masih menampilkan figur yang homogen: putih, langsing, dan clean look.

Berbeda dengan panggung global yang semakin mengadopsi diversity dan inclusivity, baik dalam segi ras, gender, hingga ekspresi budaya. Harapan ke depan, Indonesia bisa menjadi tanah yang subur untuk talenta lokal, tanpa harus menunggu mereka diakui dunia terlebih dahulu.

Rekomendasi
Trending