EksKLusive Column April - Week IV

Perayaan Record Store Day, Momentum 'Berkenalan' Dengan Sejarah

Penulis: Dewi Ratna

Diterbitkan:

Perayaan Record Store Day, Momentum 'Berkenalan' Dengan Sejarah SORE @ KapanLagi.com®

Kapanlagi.com - Bahasa populernya, memang Record Store Day. Hari keramat bagi pecinta musik ini ditetapkan pada Sabtu di minggu ketiga setiap bulan April. Di hari itu, penggemar, artis, dan para pelaku dunia musik yang memilih jalur indie berkumpul dan saling berbagi.
Seperti umumnya segala sesuatu yang datang dari sebuah komunitas, kekuatan Record Store Day terus bertambah besar. RSD dirayakan di berbagai belahan dunia, mulai dari negara-negara besar macam Amerika dan Inggris, sampai negara dunia ketiga seperti Indonesia. Kalau biasanya segala kegiatan terpusat di Jakarta sebagai ibukota bangsa, RSD lalu dirayakan juga di Malang, Bandung, Semarang, Solo, Makassar serta Pontianak.
Beberapa tahun belakangan, harus diakui penjualan fisik CD album sudah tak lagi bisa diandalkan, apalagi dengan popularitas penjualan digital. Untuk yang berkoar, musik sudah mati! -- kalian salah. Secara spesifik, RSD memang dirayakan hanya oleh komunitas tertentu, yang bergerak secara kreatif.
Pada akhirnya, tiga faktor yang menjadi syarat berputarnya sebuah scene terbentuk: label rekaman, band, peminat. Ketiganya bersinergi, menjalankan prinsip ekonomi secara mandiri dan penuh kebanggaan. Terlepas dari keterpurukan yang terjadi di label-label besar, scene ini tetap berlangsung dalam damai.
Menariknya, kebanyakan pelaku scene DIY (Do It Yourself) ini mempunyai loyalitas tinggi. Mereka saling dukung dengan membeli CD, kaset, piringan hitam, serta merchandise macam kaos dan tote bag. Barang-barang tersebut dipamerkan dan dimiliki, sekali lagi, dengan penuh kebanggaan. Bahkan, sesama personel band atau pemilik label rekaman pun tak segan meminta tanda tangan pada kawannya yang baru merilis piringan hitam atau kaset.
Demi RSD yang dirayakan pada 19 dan 20 April lalu, cukup banyak band-band lokal yang sengaja mengeluarkan rilisan khusus, seperti SORE dan Death Vomit, sementara Bottlesmoker memilih membagikan file MP3, DVD dan video bootleg. Itu baru sebagian kecil.
Salah satu daya tarik terkuat RSD, adalah piringan hitam. Sudah sejak lama, piringan hitam menjadi bahan koleksi yang terbukti tidak mengecewakan. Semakin rare (langka), semakin tua usianya, atau diproduksi dalam jumlah terbatas, harga pun makin mahal. Sungguh memacu adrenalin, ketika menemukan piringan hitam langka di satu tempat, kemudian menjalani proses tawar-menawar, dan berhasil mendapatkannya (atau tidak).
Seorang penjual sekaligus penikmat vinyl, Aji, mengungkapkan penghasilannya selama RSD ternyata di luar dugaannya. "Iya, sangat lumayan lah, lumayan menyambung hidup di tanggal segini," tukasnya kepada KapanLagi.com® saat ditemui di heyfolks!, Mayestik, Jakarta Selatan, Minggu (20/4).
Aji yang juga pemilik label Tarung Records malu-malu mengakui harus menguatkan diri demi melihat koleksi vinyl yang dijajakan. Padahal, dia sendiri juga berjualan. "Tadi ada yang laku, langsung beli vinyl-nya SORE, langsung minta tanda tangan," sambung karyawan salah satu televisi swasta itu seraya memamerkan vinyl-nya dengan senang.
Angga, seorang DJ drum and bass, melihat RSD sebagai momen peluang menambah pengetahuan dan referensi. "Pingin cari vinyl-vinyl DJ, buat belajar," katanya pendek. Sejurus kemudian, dia tertegun melihat vinyl Beastie Boys.
Dua orang gadis berusia sekolah yang juga hadir di RSD hari kedua di Jakarta, jujur mengakui tak paham dengan piringan hitam, apalagi musik era sebelum tahun 2000an. Alasan mereka datang, penasaran karena RSD banyak dibicarakan di jejaring sosial.
"Ya pingin tahu saja, lihat di Path sama Twitter. Nonton SORE juga. Ternyata rame ya," ujar Melia, siswi SMAK Penabur, Jakarta, yang datang bersama sahabatnya.
Ditanya apakah ada yang ingin dibeli, keduanya kompak menggeleng. "Nggak ngerti sih," kata Melia lagi seraya tertawa.
Berminat membeli vinyl SORE seperti yang dilakukan Aji, mungkin? Melia kembali menggeleng.
Sebenarnya, tak jadi masalah apa motivasi seseorang datang ke sebuah acara seperti RSD yang memang momentum. Kerelaan mereka hadir pun sudah seharusnya dihargai, karena bukan tak mungkin, dari ingin tahu menjadi minat, ketertarikan dan kepedulian. Dari tak kenal jadi sayang, dan roda scene pun bisa terus berputar, karena yang kecil begini biasanya lebih bisa menghargai, termasuk dengan membeli tiket konser dan produk fisik band yang disukai.
RSD menjadi momen pas untuk 'berkenalan' dengan vinyl dan band-band yang barangkali masih asing di telinga. Sebaiknya tidak dilupakan, piringan hitam adalah bagian dari sejarah, sebelum masuk ke era kaset, cakram padat (CD), dan kini, internet. 10 tahun dari sekarang, vinyl bakal menjadi artefak sejarah. Jadi, hitung-hitung sekalian investasi. Kalau kamu, dapat apa di RSD kemarin?

(Festival Pestapora 2025 dipenuhi kontroversi, sederet band tiba-tiba memutuskan untuk CANCEL penampilannya.)

(kpl/rea/dew)

Reporter:

Renata Angelica

Rekomendasi
Trending