Keenan menilai selama ini tak ada transparansi dari Vidi Aldiano dalam hal penggunaan lagunya. Ia menyinggung soal laporan rutin dari pemanfaatan komersial seperti nada sambung pribadi (RBT) yang pernah diterimanya.

"Kalau RBT gitu harus ada laporannya kan tiap bulan, nah kalau sekarang ini kan nggak ada," ujarnya.

Ia pun mengenang kembali masa awal perkenalan dengan Vidi pada tahun 2008. Saat itu, Keenan bahkan sempat membantu Vidi tampil di panggung musik bergengsi, meski sang musisi muda belum dikenal publik.

"2008 kan si Vidi ini jadi apa sih, saya kan bantuin dia nyanyi di Java Jazz, yaudah lah kalau diceritain lebih sedih lagi," ucapnya.

Menurut Keenan, Vidi Aldiano pada masa itu masih asing di telinga penikmat musik Tanah Air. Hal ini yang membuat dirinya merasa punya peran dalam perjalanan awal karier Vidi.

"2008 siapa yang tahu dia, nggak ada yang tahu dia siapa," katanya.

Pertemuan kembali dengan Vidi di tahun 2024 pun menjadi momen penting bagi Keenan untuk meninjau kembali hak-haknya sebagai pencipta lagu. Ia mengaku baru memahami aturan seputar hak cipta karena informasi dari pemerintah.

"Pertemuan di 2024 ya saya juga baru ngikutin, oh begini nih. Saya cuma pengen tahu aja sebenarnya saya baca tentang hak cipta ini gara-gara pemerintahan," ujar Keenan.

Keenan mengungkap bahwa berdasarkan regulasi terbaru, lagu yang telah berusia lebih dari 25 tahun harus dikembalikan haknya kepada pencipta. Dalam konteks itu, menurutnya perlu ada kontrak baru dan mekanisme royalti yang jelas.

"Bahwa lagu yang sudah 25 tahun itu harus kembali ke pencipta dan harus ada kontrak baru dan ada royalti," tegas Keenan.

Sebagai pencipta lagu, Keenan selama ini merasa tidak cukup mengetahui hak-hak yang bisa ia tuntut. "Nah saya selama ini kan menciptakan lagu ya gitu-gitu aja, nggak tahu yang begini," katanya.