Netflix Akuisisi Warner Bros, Picu Protes Christopher Nolan Hingga Politisi
Istimewa
Netflix resmi mengumumkan rencana membeli Warner Bros Discovery (WBD) dalam kesepakatan jumbo senilai kurang lebih US$83 miliar (lebih kurang Rp 1.286,5 triliun). Jika merger ini lolos regulator, Netflix akan membawa pulang layanan streaming HBO dan HBO Max, serta perpustakaan konten besar Warner Bros yang berisi judul-judul legendaris seperti Harry Potter, DC Universe, GAME OF THRONES, THE WHITE LOTUS, THE BIG BANG THEORY, hingga film-film klasik yang sudah menjadi bagian sejarah Hollywood.
Netflix menyebut akuisisi ini sebagai langkah besar yang akan memberi penonton pengalaman lebih praktis karena banyak konten berkualitas berkumpul dalam satu platform. Mereka juga memastikan bahwa rilis bioskop untuk film-film Warner Bros tetap berjalan, setidaknya untuk saat ini.
Namun tentunya tidak semudah itu karena rencana ini mendapat banyak tentangan. Dari siapa saja? Simak beritanya di sini dan jangan lupa baca yang lain di Liputan6.com!
Pengumuman ini langsung memunculkan penolakan dari berbagai pihak di dalam maupun luar industri. Sejumlah politisi Amerika menyebut langkah ini dapat mengarah pada monopoli besar di sektor hiburan. Senator Elizabeth Warren menilai merger tersebut bisa membuat Netflix menguasai hampir setengah pasar streaming global, yang pada akhirnya berpotensi membuat harga langganan naik dan pilihan tontonan publik menjadi semakin terbatas.
Kekhawatiran serupa datang dari kelompok politik lain yang menilai bahwa kekuatan besar dalam satu perusahaan bisa membuat konsumen tidak punya banyak pilihan selain mengikuti aturan pasar yang ditentukan Netflix.
Reaksi paling keras datang dari para pekerja kreatif di Hollywood. Writers Guild of America (WGA) menyatakan merger ini dapat memangkas lapangan pekerjaan, menekan upah penulis, dan mengurangi keberagaman cerita yang selama ini hadir dari kompetisi antara studio.
Directors Guild of America (DGA) yang saat ini dipimpin oleh Christopher Nolan juga mengkritik langkah ini. Nolan, yang dikenal sebagai salah satu sutradara paling vokal soal masa depan industri film, menyebut merger tersebut berpotensi menjadi 'bencana' karena satu perusahaan akan mengendalikan rantai produksi dan distribusi sekaligus. DGA pun berencana bertemu dengan Netflix untuk meminta penjelasan resmi sebelum memberikan pernyataan lanjutan.
Di balik kesepakatan besar ini, muncul pula pembahasan mengenai kondisi keuangan Warner Bros. Dalam beberapa tahun terakhir, WBD diketahui berada dalam tekanan finansial akibat kombinasi utang besar, performa layanan streaming yang belum sesuai harapan, serta penurunan pendapatan dari televisi kabel tradisional.
Sejumlah analis menilai bahwa penjualan ke Netflix bukan hanya soal strategi ekspansi konten, tetapi juga cara WBD melepas beban utang dan merestrukturisasi bisnisnya. Dengan kata lain, Netflix bukan hanya membeli studio dan konten tetapi juga ikut mengambil alih risiko keuangan yang menyertainya.
Dampak merger ini tidak hanya dirasakan di Amerika Serikat, tetapi juga bisa memengaruhi penonton di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di satu sisi, penonton akan semakin mudah mengakses konten besar dari satu layanan tanpa harus berpindah platform.
Namun di sisi lain, dominasi perusahaan tunggal dapat membuat variasi konten semakin dikendalikan berdasarkan keuntungan komersial, bukan keberagaman kreatif. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa harga langganan dapat meningkat seiring bertambahnya aset dan beban bisnis Netflix.
Saat ini, merger Netflix dan Warner Bros masih menunggu persetujuan regulator, dan perdebatan mengenai masa depan industri hiburan global terus berlangsung. Apakah ini akan menjadi langkah revolusioner yang memperkaya pilihan penonton, atau justru awal dari dominasi tunggal streaming yang membatasi kebebasan kreatif?