Surya Sahetapy Kenang Momen Terakhir Bersama Ray Sahetapy: Hidupnya Berubah Sejak Dengar Kabar Duka
KapanLagi.com®/Budy Santoso
Kepergian aktor legendaris Ray Sahetapy menyisakan luka mendalam bagi putranya, Surya Sahetapy. Kabar duka itu ia terima saat sedang berada di Amerika Serikat, tempatnya tinggal dan mengajar. Surya menceritakan detik-detik saat pertama kali mendapat kabar bahwa ayahnya tengah kritis.
"Tanggal 1 April pagi, berarti di Indonesia malam, jam 9.33 dapet WhatsApp dari Om, dari Om Nody yang mengatakan ayah kritis. Sempat bingung mau lanjut kerja ke kampus atau gimana dan akhirnya bilang ke dosen karena ada situasi emergency," kata Surya saat ditemui di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Jumat (4/4/2025).
Tak lama setelah pesan pertama, kabar menyedihkan datang dari sang kakak. Surya mengaku syok dan tak menyangka kehilangan ayahnya begitu cepat, meskipun sudah mengetahui kondisi kesehatan Ray yang menurun sejak beberapa tahun terakhir.
"Dan Kak Merdi nge-WhatsApp bilang ayah sudah meninggal. Jadi merasa hidupnya berubah, merasa lemas gitu ya dan (antara) percaya (dan) nggak, (setiap) 30 menit, 20 menit sekali nangis karena sebelumnya sudah tahu ayah sudah sakit dari 2017, jadi cukup lama ditambah punya trauma juga layanan kesehatan di Indonesia," ujarnya.
Meski sempat tinggal berjauhan, Surya memiliki banyak kenangan bersama Ray, termasuk saat dirinya merawat sang ayah sebelum pindah ke Amerika. Momen-momen itu menjadi bekal emosional yang kuat baginya untuk mengenang dan melanjutkan perjuangan ayahnya.
"Kemarin sempat ngobrol sama ayah tahun 2017 sempat menjaga ayah selama 1,5 tahun sebelum pindah ke Amerika," kata Surya.
Kini, Surya yang tengah menempuh pendidikan tinggi di Rochester, New York, mengaku tengah bersiap untuk melanjutkan studi S3. Ia berharap dapat menjadi contoh bagi penyandang tuli lainnya di Indonesia untuk terus berkarya di dunia akademik.
"Sebetulnya saya rencananya mau lanjut S3, ingin menunjukkan bahwa Tuli itu bisa berkarya di dunia akademis, Jadi kesempatan untuk teman-teman Tuli, jadi suri tauladan juga buat teman-teman Tuli di Indonesia," ujar Surya.
Ia pun mengungkap harapan mendiang ayahnya yang ingin mendirikan bioskop atau teater khusus untuk penyandang tuli namun tetap bisa dinikmati oleh masyarakat umum.
"Alhamdulillah ayah punya mimpi punya tempat bioskop atau tempat teater yang khusus untuk Tuli tapi ditonton secara umum," katanya.
Surya menyebut bahwa komunitas tuli di Rochester sudah mendapat tempat yang layak. Hal itu menjadi harapannya agar Indonesia juga bisa menerapkan inklusivitas serupa.
"Saya beruntung karena saya tinggal di Rochester, di New York ya cukup dekat dengan Kanada. Total 70 ribu tuli tinggal di sana, orang dengarnya juga sudah terbiasa ketemu sama orang-orang tuli di restoran dan biasa komunikasi," ujar Surya.
Ia mengajarkan linguistik bahasa isyarat, budaya, dan sejarah tuli di kampus tempatnya bekerja. Surya pun berharap sistem pendidikan Indonesia dapat lebih terbuka terhadap inklusi disabilitas.
"Mudah-mudahan Indonesia bisa mulai seperti itu karena ada mata kuliah isyarat di Indonesia memang ada tapi hanya satu universitas lagi, tapi mudah-mudahan SDM di Indonesia bisa bertambah lagi lebih banyak," tutupnya.