Pilih 'Tanda Tanya' Atau 'Pocong Dkk'?
Diterbitkan:

Kapanlagi.com - Seperti halnya judulnya, film TANDA TANYA (?) seolah menjadi sebuah pertanyaan besar bagi mereka yang belum nonton filmnya tapi dibuat bingung dengan berita pencekalan film TANDA TANYA. Kenapa terancam dicekal? Jika ditarik mundur ke belakang, isu film ini mencuat saat KH. A Cholil Ridwan, Ketua Bidang Budaya MUI mengungkapkan film TANDA TANYA menampilkan pluralisme agama yang diharamkan MUI. Tak hanya MUI yang dibuat panas, tapi reaksi keras juga datang dari kelompok organisasi masyarakat berbasis agama yang selama ini memposisikan diri sebagai lembaga kontrol moral, seperti Front Pembela Islam (FPI), Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), Banser NU dan ormas-ormas lainnya.Protes dan dukungan terhadap film TANDA TANYA semakin memanas, setiap orang entah itu pengamat film, sineas, selebritis, pemuka agama, penikmat film dan juga orang biasa sibuk membahas isu ini di jejaring sosial ataupun langsung curhat ke media. Wacana yang mengaitkan agama selalu menjadi isu sensitif apalagi jika membahas pluralisme agama, bahasan pun menjadi panas, bahkan bisa jadi menyengat karena setiap orang memiliki keterkaitan hati dengan kepercayaannya. Lantas, siapa yang benar, lembaga pengontrol moral atau Hanung dan filmnya? Jika boleh berpendapat, tidak ada yang bisa menarik kesimpulan salah atau benar, karena setiap orang pasti punya persepsi dan perspektif berbeda setelah melihat film ini. Coba kita tarik mundur lagi, apa alasan Hanung mengangkat tema yang masih menjadi isu sensitif di negara kita. Saat dijumpai di jumpa pers sebelum film TANDA TANYA dirilis pada 7 April lalu, kepada media Hanung mengaku risih dengan banyaknya peristiwa pemboman yang mengatasnamakan agama tertentu. Karena itu dirinya terpanggil untuk meluruskan sesuatu yang salah selama ini. Itulah yang membuat dirinya membuat film ini. "Kita lihat selama ini kenapa justru seorang berbeda, lalu merasa tidak nyaman, kenapa baru terjadi sekarang ini. Kita sedang krisis sebenarnya. Saya sebagai Islam, juga merasa risih karena yang jadi kambing hitam adalah Islam, dikatakan tidak toleran. Ini sikap saya sebagai Islam. Saya ingin membuat film ini sejak terjadi intoleransi. Peristiwa bom, bom bunuh, terorisme diri yang mengatasnamakan agama tertentu, buat saya sebagai islam, membuat saya risih, merasa difitnah. Belum tentu itu karena alasan Tuhan, bisa saja itu ada alasan tertentu. Karena itu saya sebagai umat Islam, berkewajibanlah untuk berstatement bahwa Islam itu tidak seperti itu, tapi tidak seperti ini. Tentu saja kami melakukan riset. Saya kembali lagi membuka Al-quran, saya baca lagi ayat itu satu persatu. Saya berdiskusi dengan teman-teman yang berbeda agama dengan saya, tentunya mereka yang memahami film sebagai bagian dari media ekspresi. Kalau mereka tidak memahami film sebagai media ekspresi, akan terjadi debat kusir. Kalau terjadi debat kusir, terjadi egositas, ego satu sama lain, saling menjatuhkan."Ungkapan Hanung di atas adalah sebagian kecil dari realita yang ingin dia usung dan sampaikan ke publik tentang kondisi saat ini. Dalam wawancara eksklusifnya dengan majalah Filmoo, Hanung mengungkapkan dirinya terinspirasi tokoh Riyanto (banser asal Mojokerto yang membantu memperbaiki gereja di Mojokerto. Atas jasanya, Gus Dur dan Wahid Institute membuat penghargaan Riyanto Award). Di film TANDA TANYA, tokoh ini diibaratkan tokoh Soleh (Reza Rahadian). Sementara tokoh Surya (Agus Kuncoro) yang diceritakan beragama Islam tapi harus memerankan Yesus dan Sinterklas dalam salah satu peran aktingnya, ini adalah penggambaran nyata seseorang bernama Dobleh. Terlepas dari perdebatan TANDA TANYA dan reaksi keras MUI dkk, Hanung sukses memberi warna perfilman nasional yang didominasi komedi saru dan parodi horor dewasa. Hanung bisa membawa realita kebhinekaan Indonesia ke layar lebar, tidak hanya membawa paha dan dada seperti yang dilakukan beberapa mogul perfilman lokal. Jadi, jika dibahas lagi, siapa, apa dan film mana yang harusnya dipertanyakan? Apakah film Hanung yang mengangkat isu pluralisme dan katanya melukai umat Islam. Atau film lokal dengan bintang bokep impor yang justru membuat film kita semakin terpuruk dan ironisnya justru terlepas dari sensor lembaga pengontrol moral. Mari sedikit bermain judul film, lepas dari kontroversi antara benar dan salah film TANDA TANYA. Coba cermati, film TANDA TANYA memilih judul yang sangat simple, sensitif, tapi sangat dalam menyindir isu sensitif. Hanya Tanda Tanya (?), singkat saja. Coba bandingkan saat Anda membaca judul POCONG MANDI GOYANG PINGGUL, SUSTER KERAMAS 2, POCONG NGESOT, PELET CELANA DALAM, KUNTILANAK KESURUPAN, dll. Serangkaian judul yang terkesan asal dengan ide cerita yang jauh dari logika. Jadi mana yang Anda pilih? Tentukan film Anda dan mulailah berpikir cerdas.
(Sule bicara tentang kondisi kesehatannya, ternyata penyakitnya nggak cuma satu.)
Berita Foto
(kpl/rit)
Rita Sugihardiyah
Advertisement