Suzzanna: Buried Alive
Drama Fantasy Horror

Suzzanna: Buried Alive

2018 125 menit TV-MA
6.1/10
Rating 5.5/10
Sutradara
Rocky Soraya Anggy Umbara
Penulis Skenario
Ferry Lesmana Bene Dion Rajagukguk Sunil Soraya
Studio
Soraya Intercine Film PT

Suzzanna (Luna Maya) dikenal sebagai perempuan lembut yang hidup tenang bersama suaminya, Satria (Herjunot Ali). Pernikahan mereka terlihat harmonis, apalagi Suzzanna tengah mengandung anak pertama yang sangat dinantikan. Rumah besar peninggalan keluarga menjadi saksi keseharian mereka yang sederhana namun penuh harapan. Suzzanna menjalani hari sebagai istri setia yang menaruh kepercayaan penuh pada suaminya dan orang orang di sekitarnya. Namun ketenangan itu perlahan berubah ketika urusan warisan dan keserakahan mulai menyusup ke dalam rumah tangga mereka.

Satria bekerja di perusahaan milik keluarga Suzzanna. Di balik sikap ramahnya, ia menyimpan ambisi besar untuk menguasai harta yang menurutnya layak ia miliki. Kehamilan Suzzanna justru dianggap sebagai ancaman karena akan mengubah pembagian warisan. Di titik inilah niat jahat mulai tumbuh. Satria menjalin kerja sama dengan tiga orang kepercayaannya, yaitu Jonal (Verdi Solaiman), Umar (Teuku Rifnu Wikana), dan Dudun (Randy Pangalila). Mereka melihat Suzzanna bukan lagi sebagai manusia, melainkan sebagai penghalang.

Rencana keji disusun dengan rapi. Pada suatu malam, Suzzanna dibius dan diserang di dalam rumahnya sendiri. Dalam kondisi hamil dan tak berdaya, ia menjadi korban kekerasan yang brutal. Ketiga pria tersebut mengira Suzzanna telah meninggal dunia. Demi menghilangkan jejak, mereka menguburkan tubuhnya secara diam diam di halaman belakang rumah. Tidak ada yang menyadari bahwa Suzzanna sebenarnya masih hidup ketika dikubur. Kesadaran terakhirnya dipenuhi rasa sakit, ketakutan, dan pengkhianatan dari orang yang paling ia percaya.

Kematian Suzzanna yang tragis tidak berhenti di liang kubur. Amarah, penderitaan, dan rasa ketidakadilan membuat arwahnya bangkit sebagai sundel bolong, sosok perempuan berambut panjang dengan lubang menganga di punggungnya. Kehadirannya membawa teror yang perlahan menghantui para pelaku. Sementara itu, Satria dan ketiga kaki tangannya mulai dihantui rasa bersalah dan paranoia. Suara aneh, bayangan misterius, dan kejadian ganjil mulai muncul di rumah yang dulu terasa aman.

Suzzanna yang telah berubah tidak lagi datang sebagai istri lembut. Ia muncul sebagai sosok pendendam yang menuntut keadilan. Teror pertama menimpa Jonal, yang mulai melihat penampakan Suzzanna di tempat tempat sepi. Umar mengalami gangguan fisik dan mental akibat rasa takut yang terus menghantuinya. Dudun yang paling kejam justru menjadi yang paling panik ketika satu per satu tanda kehadiran Suzzanna semakin nyata. Mereka menyadari bahwa apa yang mereka kubur belum benar benar pergi.

Satria berusaha menenangkan dirinya dengan berpura pura tidak tahu apa pun. Namun sikapnya yang gelisah menarik perhatian orang orang di sekitarnya. Ia mulai kehilangan kendali ketika kejadian aneh semakin sering terjadi. Lampu mati sendiri, pintu terbuka tanpa sebab, dan suara langkah di malam hari membuatnya tidak bisa tidur nyenyak. Sosok Suzzanna muncul tidak hanya sebagai teror fisik, tetapi juga sebagai pengingat akan dosa yang tak bisa ia hapus.

Balas dendam Suzzanna dilakukan secara perlahan namun pasti. Ia tidak langsung membunuh, melainkan menghancurkan mental para pelaku. Ketakutan mereka menjadi senjata utama. Suzzanna hadir di saat mereka merasa paling aman, mengingatkan bahwa kematian yang mereka rencanakan tidak pernah benar benar selesai. Setiap pertemuan dengan arwah Suzzanna membawa penderitaan yang semakin dalam.

Di sisi lain, masyarakat sekitar mulai merasakan kejanggalan. Beberapa orang mengaku melihat sosok perempuan berbaju putih di sekitar rumah Suzzanna. Isu tentang arwah penasaran mulai menyebar. Namun tidak ada yang berani menyelidiki lebih jauh. Ketakutan menjadi dinding yang membuat semua orang memilih diam.

Satria yang semakin terdesak akhirnya mencari cara untuk menghentikan teror tersebut. Ia mencoba mendatangi orang pintar dan melakukan ritual demi menenangkan arwah Suzzanna. Namun semua usaha itu sia sia. Amarah Suzzanna terlalu besar untuk diredam dengan cara instan. Ia tidak datang untuk ditenangkan, melainkan untuk menuntut balasan setimpal.

Puncak teror terjadi ketika satu per satu pelaku mulai menerima akibat dari perbuatan mereka. Suzzanna tidak hanya menghantui, tetapi juga menyerang secara fisik. Keberaniannya sebagai arwah justru semakin kuat karena didorong oleh rasa keadilan yang direnggut. Setiap jeritan dan rasa sakit yang dialami para pelaku menjadi cerminan dari penderitaan yang pernah ia rasakan di liang kubur.

Satria akhirnya dihadapkan pada kenyataan paling pahit. Ia harus menghadapi Suzzanna, perempuan yang dulu ia cintai dan kini berubah menjadi mimpi buruk. Pertemuan mereka menjadi simbol kehancuran hubungan yang dibangun di atas kebohongan dan keserakahan. Suzzanna hadir bukan sebagai korban, melainkan sebagai penghakim.

Balas dendam Suzzanna tidak hanya menjadi kisah horor, tetapi juga potret tentang keadilan yang dicari dengan cara paling gelap. Rasa cinta yang dikhianati berubah menjadi amarah yang tak terbendung. Kehamilan yang seharusnya membawa kehidupan justru menjadi awal dari kematian dan kutukan panjang.

Di akhir cerita, ketakutan dan penyesalan menjadi warisan yang tak bisa dihindari oleh mereka yang terlibat. Suzzanna membuktikan bahwa kematian bukanlah akhir, terutama bagi jiwa yang dipenuhi luka dan ketidakadilan. Teror yang ia ciptakan menjadi pengingat bahwa kejahatan selalu meninggalkan jejak, bahkan setelah nyawa melayang.

Ketika dendam telah dilampiaskan dan kebenaran terungkap, satu pertanyaan besar tersisa. Apakah keadilan benar benar tercapai, atau justru membuka pintu bagi kutukan yang lebih mengerikan?

Penulis Artikel: Anastashia Gabriel

Luna Maya Suzzanna
Herjunot Ali Satria
T. Rifnu Wikana Umar
Verdi Solaiman Jonal
Kiki Narendra Gino
Alex Abbad Dudun
Asri Welas Mia
Opie Kumis Pak Rojali
Ence Bagus Tohir
Norman R. Akyuwen Mbah Turu