The Last Dance
Biography Documentary History

The Last Dance

2020 TV-MA
9.9/10
Rating 9/10
Sutradara
Jason Hehir
Studio
ESPN Films NBA Entertainment Mandalay Sports Media (MSM)

The Last Dance adalah serial dokumenter 10 episode yang dirilis tahun 2020 dan fokus pada Michael Jordan dan dominasi Chicago Bulls di era 1990-an. Serial ini menyuguhkan rekaman eksklusif dari musim 1997–1998 yang dikenal sebagai "tarian terakhir" ("the last dance") bagi Bulls, sekaligus menghadirkan kilas balik ke masa lalu karier Jordan, dari masa mudanya hingga puncak kejayaannya.

Di serial ini, kita melihat sisi kompetitif luar biasa Michael Jordan, tekanannya di panggung juara, dan bagaimana dia mendorong rekan setim seperti Scottie Pippen dan Dennis Rodman agar bersama-sama meraih gelar. Selain itu, dokumenter ini juga mengangkat konflik internal di tubuh Bulls, misalnya perseteruan antara Jordan dengan Jerry Krause, manajer umum tim, yang menurut banyak orang menjadi pemicu munculnya ketegangan menjelang musim terakhir.

Walau namanya "The Last Dance", serial ini bukan cuma soal satu musim terakhir saja; banyak episode yang menelusuri perjalanan panjang Jordan, termasuk momen-momen penting seperti draft NBA, kemenangan Olimpiade, dan transformasi Bulls menjadi dinasti. Ada juga bagian khusus yang menyentuh tokoh Kobe Bryant, yaitu di episode kelima sebagai penghormatan setelah kecelakaan helikopter yang menewaskannya.

Serial ini memberikan gambaran yang kaya dan mendalam: bukan cuma pertandingan NBA, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan psikologis. Kita melihat ambisi Jordan, rivalitas, keuangan tim, strategi manajemen, serta dampak dari tekanan besar di balik layar panggung olahraga terbesar dunia.

Sutradara serial ini adalah Jason Hehir, yang jelas punya ambisi besar, dia mewawancarai lebih dari 100 orang, mulai dari pemain Bulls, pelatih, jurnalis, tokoh NBA, bahkan orang-orang yang dekat dengan Jordan selama kariernya. Untuk bisa menghadirkan rekaman eksklusif musim 1997–1998, Hehir dan tim produksi butuh hampir 20 tahun hanya untuk mengumpulkan arsip, termasuk rekaman pertandingan, latihan, dan momen privat lainnya.

Karena wawancara-jawawancara ini sangat banyak, tim produksi menyewa tiga rumah untuk kebutuhan syuting: satu rumah yang mereka sewa sendiri dan dua lainnya milik teman dari tim produksi. Jordan sendiri memilih untuk tidak diwawancarai di rumah pribadinya demi menjaga privasi. Dokumenter ini juga punya momen emosional dan reflektif: misalnya, walau fokus utama di musim terakhir Bulls, banyak kilas balik ke masa awal karier Jordan, dari pertandingan kuliahnya, Olimpiade, hingga dinamika di Bulls saat mulai bangkit.

Salah satu episode kemudian didedikasikan untuk Kobe Bryant, sebagai penghormatan atas warisannya setelah kematiannya. Ini menambahkan rasa personal dan sentimental dalam dokumenter, karena Bryant sendiri sangat dekat dengan Jordan sebagai inspirasi.

Soal penerimaan publik, The Last Dance langsung jadi hits besar. Saat awal tayang di ESPN, bahkan di tengah pandemi COVID-19, serial ini menarik jutaan penonton. Di AS saja, episode 7 dan 8 ditonton oleh lebih dari 4–5 juta orang menurut laporan ESPN. Di Netflix, serial ini juga sangat populer di luar AS dan menjadi salah satu dokumenter olahraga favorit banyak orang.

Dari sisi penghargaan, The Last Dance meraih Primetime Emmy Award sebagai Outstanding Documentary or Nonfiction Series di Creative Arts Emmy Awards 2020. Penghargaan ini cukup istimewa karena menegaskan serial ini tidak sekadar hit di kalangan fans basket, tapi juga diakui secara kritis oleh para profesional TV.

Ada juga kontroversi dan kritik. Salah satu kritik datang dari Scottie Pippen, mantan rekan setim Jordan, yang merasa gambaran dirinya di serial terlalu condong ke sudut Jordan dan kurang menonjolkan kontribusinya atau masalah kontrak yang pernah mereka alami bersama. Beberapa penonton di Reddit bahkan menyebut dokumenter ini "bias", mengklaim bahwa dokumenter tampak seperti "kuasa penuh Jordan" atas banyak materi yang digunakan, meski banyak juga yang membela bahwa seri ini tetap menampilkan sisi gelapnya.

Dari sisi teknis, kualitas rekaman jadi salah satu pujian besar netizen. Banyak yang heran kenapa gambar dari tahun 1990-an bisa terasa begitu jernih dan modern, faktanya, sebagian besar rekaman diambil di format film, jadi bisa dipindai ulang untuk kualitas tinggi di era sekarang. Sistem editing documentary ini juga memungkinkan tim menggabungkan footage lama dan baru dengan mulus, membuat nostalgia era 90-an terasa hidup dan mendalam.

Salah satu catatan menarik soal judul: "The Last Dance" sebenarnya adalah julukan yang diberikan oleh pelatih Phil Jackson untuk musim 1997–1998. Menurut Jackson, itu adalah tarian terakhir Bulls dengan komposisi pemain inti mereka sebelum perubahan besar. Makna ini kemudian dihadirkan sebagai metafora epik: tarian terakhir para raksasa basket di puncak kejayaan mereka.

Di balik layar juga ada nama-nama besar selain Jordan: dokumenter ini menampilkan wawancara dengan Scottie Pippen, Dennis Rodman, Phil Jackson, dan bahkan beberapa tokoh publik lain. Namanya Connor Schell muncul sebagai salah satu produser eksekutif, dia punya track record besar dalam produksi dokumenter olahraga.

Michael Jordan Self
Phil Jackson Self - Bulls Head Coach 1989 - 1998
Scottie Pippen Self - Bulls Forward 1987 - 1998
David Aldridge Self - ESPN Reporter 1996 - 2004
Steve Kerr Self - Bulls Guard 1992 - 1998
Michael Wilbon Self - The Washington Post 1980 - 2010
Deloris Jordan Self - Michael's Mother
Andrea Kremer Self - ESPN Correspondent 1989 - 2006
Bill Wennington Self - Bulls Center 1993 - 1999
John Paxson Self - Bulls Guard 1985 - 1994