Unthinkable
Synopsis
Ancaman teror tidak selalu datang dengan ledakan pertama. Kadang ia hadir lebih dulu dalam bentuk pengakuan yang mengerikan. Itulah yang terjadi ketika Yusuf Atta Mohammed (Michael Sheen), seorang pria yang dengan tenang menyerahkan diri kepada pihak berwenang Amerika Serikat. Ia mengaku telah menanam tiga bom nuklir di beberapa kota besar dan memberi batas waktu yang jelas sebelum semuanya meledak. Tidak ada kepanikan berlebihan dari Yusuf, hanya keyakinan dingin bahwa dunia sedang menunggu kehancuran.
Kasus ini segera ditangani oleh FBI dan lembaga keamanan nasional. Salah satu agen yang terlibat adalah Helen Brody (Carrie Anne Moss), agen FBI yang dikenal rasional, patuh pada hukum, dan percaya bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa melanggar nilai kemanusiaan. Helen memulai interogasi dengan pendekatan prosedural, mencoba menggali informasi melalui dialog dan tekanan psikologis yang sah. Namun Yusuf tetap tenang dan konsisten, menolak memberikan lokasi bom tanpa syarat.
Ketika waktu terus berjalan dan ancaman semakin nyata, pemerintah memutuskan mengambil langkah ekstrem. Mereka memanggil Henry Harold (Samuel L. Jackson), seorang interogator operasi rahasia yang tidak terikat oleh aturan konvensional. Henry bukan tipe yang percaya pada metode lunak. Baginya, satu nyawa yang dikorbankan demi menyelamatkan jutaan orang adalah keputusan logis. Kehadirannya langsung mengubah suasana ruang interogasi menjadi medan konflik moral.
Henry mengambil alih proses interogasi dengan cara yang brutal dan tanpa kompromi. Ia memperlakukan Yusuf bukan sebagai tersangka dengan hak hukum, melainkan sebagai musuh perang. Setiap tindakannya dirancang untuk mematahkan mental dan rasa aman Yusuf. Helen menyaksikan semua itu dengan gelisah. Ia berada di antara dua pilihan yang sama sama menghancurkan, membiarkan metode kejam terjadi atau mempertahankan hukum dengan risiko ribuan nyawa melayang.
Yusuf tetap bersikap dingin, bahkan ketika tekanan meningkat. Ia berbicara tentang keyakinan, pengorbanan, dan rasa bersalah yang tidak pernah ia miliki. Setiap kalimatnya terasa seperti provokasi yang disengaja. Henry melihat ini sebagai tantangan, sementara Helen melihatnya sebagai tanda bahaya bahwa kekerasan justru memberi Yusuf kendali atas situasi.
Ketegangan semakin meningkat ketika Henry mulai menggunakan metode yang tidak hanya menyasar Yusuf, tetapi juga keluarganya. Keputusan ini mengguncang semua orang di ruangan tersebut. Helen dengan tegas menentang tindakan itu dan berusaha menghentikannya, namun kewenangan Henry didukung oleh atasan yang lebih takut pada bom daripada pelanggaran etika. Garis antara keamanan nasional dan kejahatan negara menjadi semakin kabur.
Di luar ruang interogasi, waktu terus berjalan. Setiap jam yang berlalu mendekatkan kota kota besar pada kemungkinan kehancuran total. Para pejabat saling berdebat, sebagian mendukung Henry karena hasil lebih penting dari proses, sebagian lain mulai mempertanyakan apakah cara ini justru menghancurkan nilai yang ingin mereka lindungi. Helen berada di tengah pusaran tersebut, mempertanyakan perannya sebagai penegak hukum yang kini dipaksa menyaksikan penyiksaan.
Henry sendiri bukan sosok tanpa konflik batin. Di balik sikap dingin dan kejamnya, ia percaya bahwa dirinya melakukan hal yang tidak sanggup dilakukan orang lain. Ia memposisikan diri sebagai monster yang dibutuhkan negara dalam situasi terburuk. Baginya, rasa bersalah adalah harga yang harus dibayar demi keselamatan bersama. Namun semakin jauh ia melangkah, semakin sulit membedakan apakah ia masih mengendalikan situasi atau justru tenggelam di dalamnya.
Yusuf, di sisi lain, mulai memainkan permainan psikologis yang lebih dalam. Ia memberikan petunjuk samar, informasi yang tidak lengkap, dan harapan palsu. Setiap kali Henry dan tim merasa mendekati jawaban, Yusuf menarik kembali kendali. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar apakah penyiksaan benar benar efektif atau justru menjadi alat yang dimanfaatkan oleh tersangka.
Helen mencoba pendekatan berbeda. Ia berusaha berbicara langsung dengan Yusuf tentang kemanusiaan, keluarga, dan pilihan hidup. Pendekatan ini membuka celah emosional yang tidak terlihat sebelumnya. Namun waktu yang tersisa semakin sempit, dan kesabaran semua pihak mulai habis. Ketegangan antara Helen dan Henry mencapai titik tertinggi ketika keduanya harus memilih langkah terakhir yang akan diambil.
Keputusan yang diambil pada jam jam terakhir membawa konsekuensi yang tidak bisa ditarik kembali. Setiap karakter dipaksa menghadapi cermin moralnya sendiri. Tidak ada pahlawan mutlak dan tidak ada jawaban yang terasa benar sepenuhnya. Dunia mungkin terselamatkan, tetapi dengan harga yang mengguncang nurani.
Di akhir cerita, pertanyaan terbesar tidak lagi soal di mana bom berada, melainkan tentang batas kemanusiaan itu sendiri. Sejauh mana sebuah negara boleh melanggar prinsipnya demi bertahan hidup dan apakah kemenangan yang diraih dengan cara tak terbayangkan masih bisa disebut kemenangan?
Penulis Artikel: Anastashia Gabriel
Pemeran
Jadwal Film
Patah Hati Yang Kupilih
Janur Ireng: Sewu Dino The Prequel
Comic 8 Revolution: Santet K4bin3t
The SpongeBob Movie: Search for SquarePants
Anaconda (2025)
Timur
Avatar: Fire and Ash
The Carpenter's Son
Alas Roban
Mengejar Restu
Lupa Daratan
Mertua Ngeri Kali
Qorin 2
Scarlet
Dead of Winter
MONSTA X: CONNECT X IN CINEMAS
Five Nights at Freddy's 2
Ozora: Penganiayaan Brutal Penguasa Jaksel
Riba
NIA
Berita Lainnya
Film PENUNGGU RUMAH: BUTO IJO 2026 - Sinopsis, Pemeran dan Fakta Menariknya
Sinopsis Film COLD PURSUIT yang Tayang di TV Malam Ini, Rabu 24 Desember 2025 Jam 23.00
Sinopsis Film FATMAN yang Tayang di TV Malam Ini, Rabu 24 Desember 2025 Jam 21.00