Masalah Dunia Perfilman Indonesia, Ini Jawaban Verdi Solaiman

Diterbitkan: Jumat, 09 Oktober 2015 17:52 WIB

Verdi Solaiman © KapanLagi.com

Kapanlagi.com - Siapa pun pasti setuju kalau saat ini Indonesia punya banyak potensi yang tak kalah hebat dengan luar negeri. Mulai dari The Raid sampai film 3 misalnya, jajaran film tersebut mampu menyajikan pesan kuat dalam ceritanya sampai teknologi CGI yang fantastis.
Tapi harus diakui kalau hasil produksi dari industri perfilman Tanah Air masih belum bisa sekuat seperti industri film luar negeri. Meski sudah ada pemblokiran situs download film ilegal, Verdi Solaiman melihat masih ada celah yang membuat fondasi industri perfilman Tanah Air belum solid.
"Sebenarnya itu suatu langkah positif dari Pemerintah atas pembajakan. Tapi kalau misalnya mau serius, pembajakan film Indonesia khususnya itu paling besar di YouTube. Menteri yang beberapa waktu lalu, sempat menutup Vimeo dengan alasan ada gambar porno lah, apa lah. Padahal Vimeo itu bentuknya subscribe, subscription, dan lebih banyak dipake profesional daripada awam, dan itu banyak merugikan orang tanpa reimburst, main tutup aja, dengan alasan yang terlalu dini," ungkap Verdi Solaiman saat dihubungi tim KapanLagi.com® beberapa waktu lalu.

Lupakan pembajakan, pikirkan bagaimana 200 juta penduduk Indonesia bisa mengakses bioskop © KapanLagi.com/Agus Apriyanto

"Nah, akhirnya itu tidak membuktikan apa-apa. Kalau mereka berani, coba block YouTube dari content film-film yang tidak punya rights. Misalnya dari yang ngebajak DVD, acara TV, dan saya tahu itu sebenarnya bisa dilakukan," lanjutnya.
Memang masalah pembajakan terkesan seperti 'lagu lama' yang terus menggaung di industri perfilman Indonesia. Hanya saja, Verdi Solaiman menyebut kalau masalah utama dunia film Tanah Air justru adalah monopoli.
"Iya, pembajakan adalah masalah lama, tapi bukan masalah utama. Masalah utama yang dari dulu sampai sekarang nggak kelar-kelar ya itu, monopoli. Jadi kita butuh bioskop bukan cuma kelas mall, tapi menengah ke bawah. Kenapa? Karena kalau nggak ada, 200 juta penduduk Indonesia akan susah mengakses film yang ada," pungkas Verdi Solaiman.