Kapanlagi.com - Playing victim merupakan istilah yang semakin populer dalam diskusi tentang perilaku manusia dan kesehatan mental. Perilaku ini menggambarkan sikap seseorang yang secara konsisten menempatkan dirinya sebagai korban dalam berbagai situasi kehidupan.
Fenomena ini tidak hanya berdampak pada individu yang melakukannya, tetapi juga mempengaruhi orang-orang di sekitarnya. Apa arti playing victim secara mendalam perlu dipahami untuk mengenali dan menghadapi perilaku ini dengan bijak.
Melansir dari Hellosehat.com, playing victim adalah pola perilaku seseorang yang menempatkan dirinya sebagai korban dalam berbagai situasi, termasuk situasi yang benar-benar terjadi maupun hal yang hanya ada di pikirannya. Pemahaman yang tepat tentang apa arti playing victim akan membantu kita mengidentifikasi dan merespons perilaku ini secara konstruktif.
Secara etimologi, playing victim berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari kata "playing" yang berarti bermain atau berlagak, dan "victim" yang berarti korban. Dengan demikian, apa arti playing victim dapat dipahami sebagai perilaku berlagak atau berpura-pura menjadi korban dalam suatu situasi.
Mengutip dari Psychology and Behavioral Science International Journal yang ditulis oleh Stephan F. Myler, playing victim adalah perilaku menuduhkan kesalahannya kepada orang yang tidak bersalah, menempatkan dirinya berada dalam posisi korban, memanipulasi orang lain, dan membuat orang lain menjadi lebih empati terhadapnya. Definisi ini menunjukkan bahwa perilaku ini melibatkan aspek manipulasi psikologis yang kompleks.
Orang dengan perilaku playing victim biasanya memiliki tiga mindset utama yang tertanam dalam benaknya. Pertama, mereka percaya bahwa hal-hal buruk telah terjadi dan akan terus terjadi dalam hidup mereka. Kedua, mereka selalu menyalahkan orang lain atau keadaan atas masalah yang dihadapinya. Ketiga, mereka merasa tidak ada gunanya memperbaiki situasi atau kondisi dalam kehidupan karena semuanya akan sia-sia.
Perilaku ini sering kali dikaitkan dengan mekanisme pertahanan psikologis, seperti proyeksi atau pengalihan tanggung jawab, di mana seseorang mengalihkan tanggung jawab atas kesalahan atau kegagalannya kepada orang lain. Dalam beberapa kasus, perilaku ini juga dapat muncul sebagai bagian dari gangguan kepribadian, seperti narcissistic victim syndrome atau borderline personality disorder.
Mengenali ciri-ciri playing victim sangat penting untuk memahami perilaku ini secara komprehensif. Berikut adalah karakteristik utama yang ditunjukkan oleh orang dengan victim mentality:
Melansir dari Alodokter.com, karakteristik lain yang dapat diamati adalah kecenderungan untuk tidak percaya kepada orang lain, tidak mau mengalah dalam perdebatan, sering mengasihani diri sendiri, membandingkan diri dengan orang lain secara tidak sehat, dan menjauhi orang-orang ketika menghadapi konflik.
Perilaku playing victim tidak muncul begitu saja, melainkan dipicu oleh berbagai faktor yang kompleks. Memahami akar penyebab ini penting untuk mengatasi masalah secara efektif:
Melansir dari Alodokter.com, playing victim juga bisa menjadi tanda masalah kesehatan mental, seperti borderline personality disorder (BPD), gangguan kepribadian narsistik, dan gangguan stres pasca trauma (PTSD).
Perilaku playing victim tidak hanya berdampak pada individu yang melakukannya, tetapi juga pada orang-orang di sekitarnya. Dampak-dampak ini perlu dipahami untuk menyadari seberapa serius masalah ini:
Mengutip dari Hellosehat.com, dampak jangka panjang dari perilaku ini adalah terciptanya siklus negatif di mana individu semakin terjebak dalam pola pikir korban dan semakin sulit untuk keluar dari masalah yang dihadapi.
Menghadapi orang dengan perilaku playing victim memerlukan strategi yang tepat dan kesabaran. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan:
Melansir dari Alodokter.com, jika dirasa sikap mereka telah mengganggu dan berlebihan, ajaklah untuk berbicara dengan psikolog untuk menemukan solusi yang tepat. Playing victim bukanlah sikap yang dimiliki sejak lahir dan bisa diperbaiki secara perlahan-lahan melalui terapi psikologis.
Korban sesungguhnya adalah orang yang benar-benar mengalami kerugian atau penderitaan akibat tindakan orang lain, sedangkan playing victim adalah perilaku berlagak atau berpura-pura menjadi korban untuk tujuan tertentu seperti manipulasi atau menghindari tanggung jawab.
Playing victim sendiri bukan gangguan mental, tetapi bisa menjadi gejala dari beberapa kondisi psikologis seperti borderline personality disorder, gangguan kepribadian narsistik, atau PTSD. Konsultasi dengan profesional kesehatan mental diperlukan untuk diagnosis yang tepat.
Langkah pertama adalah menyadari dan mengakui perilaku tersebut. Kemudian, mulai berlatih mengambil tanggung jawab atas tindakan sendiri, fokus pada solusi daripada masalah, dan jika perlu, mencari bantuan profesional melalui terapi psikologis.
Tidak semua orang yang playing victim sadar dengan perilakunya. Beberapa melakukannya secara tidak sadar sebagai mekanisme pertahanan diri, sementara yang lain mungkin sadar tetapi merasa perilaku tersebut memberikan keuntungan bagi mereka.
Ya, hubungan bisa diperbaiki jika orang tersebut mau mengakui masalahnya dan berusaha berubah. Namun, dibutuhkan kesabaran, batasan yang jelas, dan mungkin bantuan profesional. Jika tidak ada perubahan dan hubungan menjadi toksik, memutuskan hubungan bisa menjadi pilihan terakhir.
Dampak jangka panjang meliputi kerusakan hubungan interpersonal, isolasi sosial, stagnasi dalam perkembangan pribadi, dan potensi masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan. Perilaku ini juga dapat menciptakan siklus negatif yang sulit diputus.
Bantuan profesional sebaiknya dicari ketika perilaku playing victim mulai mengganggu kehidupan sehari-hari, merusak hubungan penting, atau disertai dengan gejala depresi, kecemasan, atau masalah kesehatan mental lainnya. Terapi psikologis dapat membantu mengidentifikasi akar masalah dan mengembangkan strategi coping yang lebih sehat.