Di awal perjalanannya, penyanyi 29 tahun ini harus mandiri, terutama soal keuangan. Orang tuanya hanya membayar biaya kuliah, sementara ia harus mencari uang untuk kebutuhan hidupnya. Ia mengamen, bekerja di fast food, hingga menjadi barista untuk mencukupi kebutuhan tersebut.

"Karena bokap gue gak ngasih gue duit jajan kan, cuma bayarin kuliah doang, di tahun pertama itu juga. Terus gue harus benar-benar nyari duit sendiri, dari ngamen dari kerja di fast food. Terus gue jadi barista jadi kerjaan gue tiga gitu," katany.

Pengalaman masa sulit itu memberi Ardhito banyak pelajaran. Ia belajar bahwa apresiasi sekecil apapun dari orang lain bisa menjadi dorongan besar untuk terus berkarya. 

Terkadang, penghargaan yang datang dari orang yang lewat di jalan, seperti senyum atau koin, menjadi semangat bagi Ardhito untuk terus bermusik.

"Enggak dong (bayaran besar), terima kasih doang pasti ada. Terus habis itu, awal awal bermusik kan dari kuliah ya gue dibayar koinan. Dikasih koin, ada beberapa orang yang gue bisa memerharikan gestur orang-orang yang lewat terus merhatiin, senyum, kasih uang itu sih yang buat gue tetap berkarya lewat musik," ujar Ardhito.

Namun, meski sudah mulai dikenal, perjalanan Ardhito di dunia musik tidak mulus. Banyak tantangan dan kekecewaan yang harus dihadapinya. 

Salah satunya adalah kekecewaan terhadap manajernya. Ardhito pun sempat berbagi pengalaman tersebut dalam sebuah podcast dengan Iga Massardi.

"Banyak banget tantangannya, kesedihannya, kekecewaannya terhadap manajer gue, terus habis itu gue sempat bahas ini di podcast luar sama Iga Masardi banyak banget kekecewaan," ujar Ardhito.