Climax
Drama Horror Music

Climax

2019 97 menit R
7.6/10
Rating 6.9/10
Sutradara
Gaspar Noe
Penulis Skenario
Gaspar Noe
Studio
Rectangle Productions Wild Bunch Les Cinu00e9mas de la Zone

KLovers, bayangkan kalau kita datang ke pesta dansa yang awalnya seru, penuh energi, musik elektronik yang bikin nggak bisa berhenti goyang, tapi pelan-pelan berubah jadi mimpi buruk tak berakhir. Itulah yang jadi inti dari film CLIMAX, karya eksperimen dari sutradara kontroversial Gaspar Noe. Film ini bukan sekadar tontonan, tapi pengalaman visual yang sangat intens, bikin kita merasa seolah ikut terjebak di ruangan yang sama dengan para penari tersebut.

Film horor psikologis ini sudah mencuri perhatian sejak pertama kali tayang di Festival Film Cannes 2018, tepatnya di bagian Directors’ Fortnight. Bahkan, CLIMAX berhasil memenangkan Art Cinema Award karena pendekatan filmnya yang unik dan benar-benar berbeda dari film horor kebanyakan.

Film ini berlatar pada musim dingin 1996, di mana satu kelompok tari profesional asal Prancis sedang melakukan latihan intensif di sebuah sekolah terbengkalai. Kelompok ini dipimpin oleh manajer Emmanuelle dan koreografer Selva. Setelah menyelesaikan latihan rumit mereka dengan sukses, seluruh tim memutuskan untuk merayakannya dengan pesta di tempat yang sama.

Awalnya, suasana terasa santai dan penuh euforia. Mereka menari, bercanda, dan menikmati sangria buatan Emmanuelle sambil ditemani musik dari DJ Daddy. Namun, beberapa saat kemudian, para penari mulai bertingkah aneh. Kegelisahan muncul, disusul kebingungan, paranoia, hingga mereka menyadari sesuatu yang mengejutkan: sangria itu telah dicampur zat halusinogen, kemungkinan besar LSD.

Satu demi satu, mereka kehilangan kendali atas diri mereka. Dan di titik itulah, pesta berubah menjadi kekacauan besar.

Kita diajak menyaksikan situasi semakin memburuk ketika mereka mulai saling menuduh. Karena hanya Omar yang tidak meminum sangria, ia menjadi sasaran tuduhan dan akhirnya diusir ke luar gedung di tengah badai salju. Emmanuelle semakin panik saat mengetahui putranya yang masih kecil, Tito, ternyata ikut minum sangria. Ia menguncinya di ruang listrik agar tetap aman, namun justru keputusan itu membawa petaka.

Ketegangan makin meningkat ketika Dom menyerang Lou, yang tidak ikut minum karena mengaku sedang hamil. Lou justru dituduh yang mencampurkan LSD ke sangria. Dom menendang perut Lou berkali-kali meski Lou sudah berteriak bahwa dirinya hamil. Keadaan semakin gila ketika Lou mengambil pisau dan mulai melukai dirinya sendiri, hingga mentalnya benar-benar runtuh.

Sementara itu, konflik lain ikut bermunculan. Ada rambut terbakar, tubuh gemetar, jeritan histeris, dan perkelahian yang dipenuhi emosi liar. Ketika listrik padam dan hanya lampu merah menyala, kita sebagai penonton dibuat sesak oleh atmosfer kegilaan yang terasa sangat nyata.

Seseorang berteriak bahwa Tito sudah tersetrum. Dan sejak saat itu, tidak ada satu pun hal baik yang tersisa.

Salah satu hal paling menarik adalah proses pembuatan CLIMAX. Film ini hanya direncanakan selama empat minggu, lalu syuting selesai dalam 15 hari saja, dan dilakukan secara kronologis. Hebatnya lagi, tidak ada naskah dialog. Para aktor hanya diberi arahan garis besar plot, lalu sisanya improvisasi murni. Bahkan mayoritas pemainnya adalah penari sungguhan, bukan aktor profesional.

Inilah yang membuat akting dalam film ini terasa sangat natural sekaligus mengganggu secara emosional. Adegan yang paling terkenal adalah shot panjang lebih dari 42 menit tanpa putus, di mana kamera seolah menjadi mata kita yang terjebak bersama mereka.

Pengambilan gambar panjang dan dinamis
Improvisasi tanpa naskah
Atmosfer yang intens dan mencekam
Visual provokatif dan musik elektronik yang mendominasi

Semua elemen tersebut membuat film ini terasa seperti rollercoaster psikologis yang membawa kita naik turun tanpa jeda.

Pagi harinya, polisi datang dan menemukan sebagian besar penari sudah tewas atau tak sadarkan diri. Tito meninggal tersetrum, Emmanuelle bunuh diri karena kehilangan anaknya, Omar membeku di luar, sebagian terbaring pingsan, sebagian lagi terus menggeliat sambil tertawa histeris. Bahkan ada yang masih menari sendirian.

Yang paling mengejutkan, Psyché, yang tampaknya tidak terpengaruh LSD, justru meneteskan LSD cair ke matanya saat semua berakhir. Seolah peristiwa semalam belum cukup untuk membuatnya jera.

CLIMAX bukan film horor biasa. Ini adalah pengalaman yang harus ditonton dengan persiapan mental. Tidak ada jumpscare murah, tidak ada hantu, tidak ada antagonis jelas. Yang ada hanyalah manusia, tarian, musik, dan kehancuran mental.

Film ini sangat cocok buat KLovers yang suka film eksperimental, senang dengan arthouse movie, atau tertarik dengan dunia psikologi dan sinema eksentrik. Tapi buat yang sensitif terhadap kekerasan atau tidak nyaman dengan situasi chaotic, film ini bisa jadi terlalu berat.

Film ini secara longgar didasarkan pada kisah nyata tentang sebuah kelompok tari asal Prancis di tahun 1990-an yang minuman beralkoholnya telah dicampuri LSD saat pesta setelah latihan. Namun, tidak ada insiden lanjutan yang terjadi dalam kejadian aslinya, berbeda dengan yang digambarkan dalam film.

Ide untuk membuat film yang berpusat pada dunia tari muncul dalam pikiran sang sutradara, Gaspar Noe, pada akhir November atau awal Desember 2017. Saat itu, ia diundang ke sebuah acara vogue ballroom oleh Lea Vlamos (yang kemudian ikut membintangi film ini). Ia berkata, "Saya tidak percaya dengan energinya dan keramaian yang ada, lalu saya berpikir, saya ingin merekam orang-orang seperti ini. Saya juga pernah menonton film karya David LaChapelle berjudul Rize, tentang krumping. Saya takjub melihat anak-anak muda itu menari seolah mereka kerasukan kekuatan jahat."

Awalnya, Noe terinspirasi untuk membuat film dokumenter tentang dunia tari. Namun, pada awal Januari 2018, ia akhirnya menemukan ide untuk membuat Climax sebagai film fiksi.

Sebagai tambahan inspirasi, ia juga menggunakan beberapa film dari tahun 1970-an, termasuk The Towering Inferno, The Poseidon Adventure, dan Shivers.

Sofia Boutella Selva
Romain Guillermic David
Souheila Yacoub Lou
Kiddy Smile Daddy
Claude-Emmanuelle Gajan-Maull Emmanuelle
Giselle Palmer Gazelle
Taylor Kastle Taylor
Thea Carla Schott Psyche
Sharleen Temple Ivana
Lea Vlamos Lea