'GARUDA DI DADAKU 2' Tetap Bermuatan Kritik Sosial
Diterbitkan:

Kapanlagi.com - Tak banyak film yang memotret dunia olahraga di tanah air. Padahal drama olahraga sering membuat penonton kagum lantaran rasa bangga, senang, sedih yang bisa muncul saat menyaksikannya. Bagi Salman Aristo, sang penulis skenario, drama olahraga ini sangat menantang."Di film GARUDA DI DADAKU 2, lewat Bayu saya bisa motret banyak hal tentang bola, remaja dan kehidupan mereka,” ujar Salman Aristo ditemui di Stadion Benteng, Tangerang, Senin (19/7/2011).Jika film pertamanya digarap oleh sutradara Ifa Isfansyah, film GARUDA DI DADAKU 2 diarahkan oleh Rudi Soedjarwo. Apa bedanya?“Jelas beda, karena sutradara itu memiliki ego yang pasti beda. Kebetulan secara personal saya dekat dengan kedua sutradaranya. Tapi untuk film kedua saya ingin Rudi yang mengerjakan karena saya paham benar kalau Rudi adalah penyuka sport drama. Penasaran bekerja sama dengan dia. Karena memang dia menggila genre ini,” lanjut Salman yang juga merangkap sebagai produser itu.Produser dulu, lanjut Salman, ragu-ragu bahkan menolak keras untuk menggarap film bola. Butuh 5 tahun untuk mempersiapkan GARUDA DI DADAKU yang pertama. Setelah GARUDA DI DADAKU tembus 1,4 juta penonton, orang baru percaya kalau drama olahraga itu bisa menarik penonton. "Saya tidak pernah pasang target, prediksi nggak bisa tepat untuk jumlah penonton,” jelasnya.Seperti di film pertama, Salman menempatkan kritik sosial dalam skenarionya, di samping motivasi dan sikap sportivitas untuk terus berkarya.“Perjuangan anak-anak mendapat lapangan bola, orang tua yang membawa lari anaknya karena cerai, orang tua yang sibuk, banyak hal yang saya sampaikan dalam film ini, bukan sebagai sisipan belaka,” tegasnya.
(Rumah tangga Tasya Farasya sedang berada di ujung tanduk. Beauty vlogger itu resmi mengirimkan gugatan cerai pada suaminya.)
Berita Foto
(kpl/uji/dar)
puji puput
Advertisement