Kapanlagi.com - Ditulis oleh Angelia Leony Van Augista
Politisi Jepang, Masako Okawara telah mengajukan petisi yang menyerukan peraturan yang lebih ketat terhadap konten manga dan anime berbau anak-anak yang kurang senonoh untuk mengurangi laju seksualisasi dan eksploitasi anak. Hal ini dimaksudkan karena meningkatnya jumlah kasus eksploitasi yang melibatkan anak di bawah umur.
Statistik terkini menunjukkan bahwa jumlah pelanggaran pornografi terhadap anak belum membaik, meskipun sudah undang-undang mengenai Larangan Pornografi Anak. Salah satu kasus terkenal yang baru terjadi ialah kasus yang menimpa produser KIMI NO NAWA (YOUR NAME), Koichiro Ito.
Simak info lengkapnya di bawah ini.
Dua hal tersebut merupakan istilah dalam dunia manga & anime yang merujuk pada suatu ketertarikan pada anak perempuan di bawah umur (lolicon) dan ketertarikan pada anak lelaki di bawah umur (shotacon). Sebutan ini banyak diaplikasikan di beberapa manga & anime yang mengusung tema serupa, seperti HIMOUTO! UMARU CHAN, ONIICHAN WA OSHIMAI, dan ONEECHAN GA KITA.
Perdebatan seputar lolicon dan shotacon membuat kritikus mengungkapkan bahwa ilustrasi tersebut dapat membahayakan publik untuk menormalisasi tindakan seksualitas pada anak di bawah umur. Para kreator dan pendukung industri anime berpendapat bahwa karakter loli dan shota adalah fiksi. Mereka juga menambahkan bahwa peraturan yang dikeluarkan Masako Okawara akan melanggar kebebasan kreator manga & anime dalam mengekspresikan karya mereka.
Hal tersebut terbukti pada tahun 2014 ketika undang-undang pornografi anak diusulkan, tetapi mendapat penolakan besar dari industri manga & anime yang menyatakan bahwa UU tersebut akan sangat membatasi kebebasan mereka dalam berkreasi.
Petisi Okawara mendesak pemerintah untuk mengubah UU Pencegahan Prostitusi & Pornografi Anak berdasarkan rekomendasi Komite PBB tahun 2019 dengan mengkriminalisasi "produksi, distribusi, penyediaan, penjualan, akses, penayangan, dan kepemilikan. gambar dan penggambaran anak-anak, atau orang-orang yang tampak seperti anak-anak, melakukan tindakan seksual eksplisit, atau penggambaran bagian seksual tubuh anak-anak untuk tujuan seksual". Petisi Okawara tersebut telah mengumpulkan lebih dari 300 tanda tangan.
Menjelang peringatan ke-25 tahun UU Pencegahan Prostitusi Anak dan Pornografi Anak, Okawara menekankan pentingnya perubahan lebih lanjut terhadap undang-undang terkait, termasuk KUHP, UU Kesejahteraan Anak, dan UU Pencegahan Pelecehan Anak.
Masako Okawara juga menyuarakan pendapatnya dan mengungkapkan bahwa penggambaran tidak senonoh pada karakter anak dapat berpengaruh pada tindakan di dunia nyata yang mengakibatkan anak tidak dapat hidup dan tumbuh dengan aman dan tenteram. "Seksualisasi pada karakter anak di bawah umur di media dapat merusak norma sosial serta menimbulkan ancaman serius terhadap keselamatan dan kesejahteraan anak-anak" tambahnya.