Nama Asli Sunan Kalijaga: Sejarah dan Perjalanan Hidup Wali Penyebar Islam di Jawa

Nama Asli Sunan Kalijaga: Sejarah dan Perjalanan Hidup Wali Penyebar Islam di Jawa
nama asli sunan kalijaga

Kapanlagi.com - Nama Sunan Kalijaga adalah salah satu nama yang paling bersinar dalam kanvas sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa. Beliau merupakan tokoh kunci dan anggota Walisongo yang dikenang karena metode dakwahnya yang revolusioner. Lahir dengan nama asli Raden Mas Said dari keluarga bangsawan Tuban sekitar tahun 1450 Masehi, perjalanan hidupnya adalah kisah dramatis tentang transformasi spiritual. Sunan Kalijaga dikenal karena pendekatannya yang unik, memanfaatkan seni dan budaya lokal sebagai media dakwah. Sebagaimana diulas dalam buku Tradisi & Kebudayaan Nusantara, beliau sangat menghargai kearifan lokal dan berhasil memadukan ajaran Islam dengan tradisi Jawa secara harmonis. Memahami seluk-beluk nama asli Sunan Kalijaga hingga strategi dakwahnya yang inklusif akan memberikan wawasan mendalam tentang sejarah Islam di Nusantara, hanya di KapanLagi.com!

1. Asal Usul dan Kelahiran Sunan Kalijaga

Asal Usul dan Kelahiran Sunan Kalijaga (c) Ilustrasi AI

Sunan Kalijaga dilahirkan dengan nama asli Raden Mas Said, putra dari pasangan bangsawan terkemuka Tuban, Tumenggung Wilatikta (Raden Sahur) dan Dewi Nawangrum. Sebagai seorang putra adipati, Raden Mas Said menerima pendidikan yang layak dan menyandang gelar bangsawan sejak masa kecilnya.

Dua Pandangan tentang silsilah terkait silsilah keluarganya, terdapat dua pendapat utama yang sering diperdebatkan dalam literatur sejarah:

  • Keturunan Tiongkok: Pendapat ini menyebutkan bahwa beliau mungkin memiliki darah Tiongkok dengan nama asli Oe Sam Ik, yang diyakini berasal dari garis keturunan ayahnya, Wilatikta, sebagai keturunan Oei Tik Too.

  • Keturunan Arab: Pendapat kedua meyakini bahwa Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab, yang berasal dari garis keturunan Qadi Zaka.

Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, banyak literatur dan Babad Tuban menyebutkan bahwa Sunan Kalijaga merupakan keturunan ke-24 Nabi Muhammad SAW. Yang pasti, Raden Mas Said lahir pada masa-masa akhir kejayaan Kerajaan Majapahit.

Lalu lahir di masa sulit pada masa ini yakni kelahiran Raden Mas Said bertepatan dengan periode yang sangat sulit bagi rakyat jelata. Pada masa itu, mereka dibebani upeti yang sangat tinggi oleh penguasa Majapahit. Kondisi sosial dan ekonomi yang sulit ini ternyata memberikan pengaruh besar terhadap pembentukan karakter dan menumbuhkan kepedulian sosial Raden Mas Said yang akan menjadi ciri khasnya di kemudian hari.

2. Masa Muda dan Transformasi Spiritual

Masa Muda dan Transformasi Spiritual (c) Ilustrasi AI

Masa muda Raden Mas Said penuh kontroversi: ia memberontak terhadap ayahnya, Tumenggung Wilatikta, karena simpati pada rakyat jelata yang terbebani upeti. Awalnya, ia mencuri makanan dari gudang kadipaten dan membagikannya secara diam-diam, yang membuatnya dijuluki "Maling Cluring". Setelah diusir, ia justru memperluas aksinya dengan merampok orang kaya di Tuban untuk membantu kaum miskin. Titik balik dramatis terjadi saat ia bertemu Sunan Bonang di hutan Jatiwangi. Dari pertemuan tersebut, Raden Mas Said mendapat pencerahan spiritual bahwa tujuan baik harus dicapai dengan cara yang benar, yang mendorongnya untuk bertaubat dan meminta berguru. Ia kemudian menjalani ujian kesabaran ekstrem dengan menjaga tongkat Sunan Bonang di tepi sungai selama bertahun-tahun, dan setelah berhasil melaluinya, ia diterima sebagai murid dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga.

3. Asal Usul Nama Sunan Kalijaga

Asal Usul Nama Sunan Kalijaga (c) Ilustrasi AI

Pemberian nama Kalijaga kepada Raden Mas Said memiliki beberapa versi cerita yang berbeda. Versi yang paling populer dan diterima luas adalah kisah penantian di tepi sungai atas perintah Sunan Bonang.

Menurut cerita yang berkembang, Sunan Bonang meminta Raden Mas Said untuk menunggu di tepi sungai sambil menjaga tongkat miliknya. Penantian ini berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan ada yang menyebutkan hingga tiga tahun lamanya. Karena kesetiaannya menjaga di tepi kali (sungai), maka beliau mendapat julukan "Kalijaga" yang berarti penjaga kali.

Versi lain menyebutkan bahwa nama Kalijaga diambil dari nama dusun di Cirebon tempat beliau pernah tinggal dan berdakwah. Hal ini dikaitkan dengan tugasnya membantu dakwah Sunan Gunung Jati di wilayah Pasundan, di mana pusat dakwahnya terletak di Desa Kalijaga.

Ada pula pendapat dari kalangan Kejawan yang mengaitkan nama Kalijaga dengan kebiasaan berendam di sungai, sehingga terlihat seperti orang yang sedang "jaga kali". Namun dari berbagai versi yang ada, yang paling diterima adalah kisah penantian setia di tepi sungai atas perintah guru spiritualnya, Sunan Bonang.

4. Perjalanan Menuntut Ilmu

Perjalanan Menuntut Ilmu (c) Ilustrasi AI

Setelah diterima sebagai murid oleh Sunan Bonang, Raden Mas Said yang kini bergelar Kalijaga mulai mendalami ilmu-ilmu agama dan spiritual. Proses pembelajaran ini tidak hanya dilakukan dengan satu guru, tetapi dengan beberapa tokoh spiritual terkemuka pada masanya.

Sunan Bonang memperkenalkan muridnya kepada Sunan Ampel dan Sunan Giri untuk memperdalam ilmu keagamaan. Dari kedua guru barunya ini, Sunan Kalijaga mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang hakikat hubungan manusia dengan Sang Pencipta.

Perjalanan menuntut ilmu Sunan Kalijaga tidak berhenti di Jawa. Beliau juga berguru hingga ke Pasai sambil menyebarkan ajaran Islam di Semenanjung Malaya dan wilayah Patani di Thailand Selatan. Di wilayah tersebut, Sunan Kalijaga tidak hanya dikenal sebagai pendakwah Islam, tetapi juga sebagai tabib hebat yang berhasil menyembuhkan penyakit kulit Raja Patani.

Berkat kemampuan dan popularitasnya di wilayah Melayu, Sunan Kalijaga mendapat julukan "Syekh Sa'id" atau "Syekh Malaya". Setelah menyelesaikan perjalanan ilmunya di Pasai, beliau kembali ke Jawa dan dianggap layak menjadi bagian dari Wali Sanga atau Wali Sembilan oleh para wali lainnya.

5. Strategi Dakwah Melalui Seni dan Budaya

Strategi utamanya adalah pertunjukan wayang kulit. Karena wayang merupakan hiburan yang sangat digemari, Sunan Kalijaga memanfaatkan popularitasnya untuk menyisipkan nilai-nilai Islam dalam setiap lakon yang dipentaskan.

Yang paling menarik dari metode dakwahnya adalah beliau tidak pernah memungut bayaran berupa uang untuk pertunjukan wayangnya. Sebagai gantinya, beliau meminta para penonton untuk mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai "tiket masuk" untuk menyaksikan pertunjukan. Inilah cara cerdas beliau mengislamkan masyarakat secara bertahap dan damai.

Selain wayang, Sunan Kalijaga juga menciptakan berbagai tembang atau lagu berbahasa Jawa yang sarat dengan ajaran Islam. Dua karyanya yang terkenal dan masih populer hingga kini adalah tembang "Lir-ilir" dan "Gundul-Gundul Pacul," yang mengandung makna spiritual dan moral mendalam.

Warisan Sunan Kalijaga tidak hanya terbatas pada dakwah lisan, tetapi juga tercetak abadi dalam berbagai bidang seni dan budaya Jawa. Kontribusinya sangat signifikan, meliputi:

  • Seni Wayang Kulit: Mengadaptasi cerita wayang (Carangan) dengan menyisipkan nilai-nilai Islam, mengubah figur wayang yang melambangkan dewa menjadi karakter yang sesuai ajaran tauhid.

  • Seni Gamelan: Mengembangkan instrumen dan komposisi musik tradisional Jawa agar dapat mengiringi pertunjukan yang bernuansa Islami.

  • Tembang Suluk: Menciptakan lagu-lagu spiritual (suluk) berbahasa Jawa yang berfungsi sebagai media meditasi dan penyampaian ajaran tasawuf.

  • Seni Ukir: Menciptakan berbagai motif ukiran dengan nuansa Islami, sering ditemukan di masjid dan gapura.

  • Bedug Masjid: Memperkenalkan dan mengembangkan penggunaan alat musik ini sebagai penanda waktu salat, menggantikan kentongan tradisional.

  • Arsitektur Masjid: Berperan penting dalam perencanaan dan pembangunan Masjid Agung Demak, terutama dalam pembuatan salah satu tiang utama (saka guru) yang legendaris.

  • Sistem Pemerintahan: Memberikan kontribusi dan nasihat penting dalam tata kelola kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.

Inilah mengapa Sunan Kalijaga dikenang sebagai wali yang paling sukses merangkul budaya lokal, menunjukkan bahwa Islam dapat bersanding harmonis dengan kearifan tradisi Nusantara.

6. Kehidupan Keluarga dan Keturunan

Kehidupan Keluarga dan Keturunan (c) Ilustrasi AI

Dalam aspek kehidupan pribadi, Sunan Kalijaga memiliki tiga orang istri yang semuanya berasal dari keluarga terpandang dan memiliki hubungan silsilah yang erat dengan tokoh-tokoh Walisongo lainnya. Pernikahan-pernikahan ini secara strategis turut memperkuat jaringan dakwah dan ikatan kekeluargaan di antara para wali.

Lalu terdapat garis keturunan dari tiga istri dan Sunan Kalijaga dikaruniai banyak keturunan dari pernikahan-pernikahan tersebut:

  • Istri Pertama: Siti Zaenab

    • Beliau adalah putri dari Sunan Gunung Jati.

    • Dari pernikahan ini, dikaruniai lima anak, di antaranya: Nyai Ageng Panegak, Ratu Pembayun (yang kemudian menjadi istri Sultan Trenggono), Sunan Hadi, Raden Abdurrahman, dan Nyai Ngerang.

  • Istri Kedua: Dewi Saroh

    • Beliau adalah putri dari Maulana Ishaq.

    • Pernikahan ini menghasilkan tiga putra, yang paling terkenal adalah Raden Umar Said (yang kemudian dikenal sebagai Sunan Muria), serta Dewi Sofiah dan Dewi Rukayah.

  • Istri Ketiga: Siti Khafsah

    • Beliau adalah putri dari Sunan Ampel.

    • Tidak diketahui secara pasti apakah beliau memiliki keturunan dari pernikahan ini.

Sunan Kalijaga dikenal sebagai wali yang dikaruniai umur yang sangat panjang, mencapai lebih dari 100 tahun (umur panjang dan saksi sejarah). Umur yang panjang ini menjadikannya saksi hidup atas transisi dan perkembangan politik di Jawa. Beliau tercatat mengalami empat masa pemerintahan kerajaan yang berbeda:

  1. Masa akhir Kerajaan Majapahit.

  2. Masa Kesultanan Demak.

  3. Masa Kesultanan Pajang.

  4. Masa awal Mataram Islam di Yogyakarta.

Umur panjang dan kiprahnya di berbagai era kerajaan menunjukkan betapa besar pengaruh dan peran strategis Sunan Kalijaga dalam peletakan dasar Islam di Nusantara.

7. FAQ (Frequently Asked Questions)

FAQ (Frequently Asked Questions) (c) Ilustrasi AI

Apa nama asli Sunan Kalijaga?

Nama asli Sunan Kalijaga adalah Raden Mas Said atau dalam beberapa literatur disebut Raden Mas Syahid. Beliau lahir dari keluarga bangsawan Tuban sekitar tahun 1450 Masehi dari pasangan Tumenggung Wilatikta dan Dewi Nawangrum.

Mengapa Raden Mas Said diberi nama Kalijaga?

Nama Kalijaga diberikan karena beliau pernah disuruh Sunan Bonang untuk menunggu dan menjaga tongkatnya di tepi sungai (kali) selama bertahun-tahun. Kesetiaan dalam "menjaga kali" inilah yang kemudian melahirkan julukan Kalijaga yang berarti penjaga sungai.

Siapa guru utama Sunan Kalijaga?

Guru utama Sunan Kalijaga adalah Sunan Bonang, yang pertama kali bertemu dengannya di hutan Jatiwangi. Selain itu, beliau juga berguru kepada Sunan Ampel, Sunan Giri, dan menuntut ilmu hingga ke Pasai untuk memperdalam pengetahuan agama dan spiritualnya.

Bagaimana cara dakwah Sunan Kalijaga?

Sunan Kalijaga berdakwah melalui pendekatan seni dan budaya lokal, terutama wayang kulit dan tembang. Beliau tidak memungut bayaran untuk pertunjukannya, tetapi meminta penonton mengucapkan syahadat sebagai syarat menonton, sehingga dakwahnya mudah diterima masyarakat Jawa.

Apa saja karya terkenal Sunan Kalijaga?

Karya terkenal Sunan Kalijaga antara lain tembang "Lir-ilir" dan "Gundul-Gundul Pacul", pengembangan seni wayang kulit dengan nilai Islam, seni gamelan, seni ukir, bedug masjid, dan kontribusinya dalam pembangunan Masjid Agung Demak.

Berapa lama Sunan Kalijaga hidup?

Sunan Kalijaga memiliki umur yang sangat panjang, yaitu lebih dari 100 tahun. Beliau hidup dari sekitar tahun 1450 hingga akhir abad ke-16, mengalami empat masa pemerintahan kerajaan yang berbeda dari Majapahit hingga awal Mataram Islam.

Di mana makam Sunan Kalijaga?

Makam Sunan Kalijaga terletak di Desa Kadilangu, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Meskipun ada perbedaan pendapat mengenai lokasi makamnya, namun umumnya masyarakat berziarah ke makam yang berada di Demak dan tempat ini tidak pernah sepi dari peziarah hingga saat ini.

(kpl/thy)

Rekomendasi
Trending