Pada tahun 1961, seorang pemuda bernama Bob Dylan menumpang kendaraan dari satu titik ke
titik lain untuk mencapai New York City. Kota besar itu menjadi tujuan utamanya karena di sanalah
tinggal seorang legenda musik rakyat yang telah ia kagumi sejak lama, Woody Guthrie.
Dylan
tumbuh dengan lagu lagu Guthrie yang penuh semangat perjuangan dan cerita kehidupan rakyat kecil.
Baginya, Guthrie adalah sosok yang hampir mitis, seseorang yang suaranya mampu menjangkau
bagian terdalam dari hati pendengarnya. Namun perjalanan ini juga diliputi kesedihan karena Guthrie
sedang berjuang menghadapi penyakit Huntington yang perlahan menggerogoti tubuhnya.
Setibanya di New York, Dylan langsung menuju rumah sakit tempat Guthrie dirawat. Di sana ia
bertemu dengan Guthrie dan Pete Seeger, seorang penyanyi sekaligus aktivis yang telah lama menjadi
teman dekat Guthrie. Meski gugup, Dylan memberanikan diri untuk memainkan sebuah lagu yang ia
tulis khusus untuk sang idola.
Suaranya terdengar polos tetapi kuat, sementara
liriknya memancarkan penghormatan yang tulus. Guthrie yang lemah tersenyum mendengar lantunan
itu, dan Pete dapat melihat potensi besar dalam diri anak muda tersebut. Karena yakin Dylan memiliki
bakat yang perlu dikembangkan, Pete mengajaknya tinggal bersama keluarganya. Dari situlah Dylan
mulai masuk ke dalam dunia musik rakyat New York yang penuh gairah, idealisme, dan persaingan
ketat.
Tidak lama setelah itu, Dylan menghadiri sebuah penampilan Joan Baez
yang sudah terkenal dalam kancah musik rakyat. Kepribadian Joan yang karismatik dan suara khasnya
menambah wawasan baru bagi Dylan tentang panggung musik. Pete kemudian memperkenalkan
Dylan pada sebuah malam open mic yang dihadiri para eksekutif industri.
Dengan gitar sederhana dan suara yang tidak berusaha menjadi hal lain selain dirinya sendiri,
Dylan tampil di atas panggung. Ia berbicara spontan, melontarkan komentar yang lucu namun
mengena, lalu menyanyikan lagu dengan gayanya yang tidak terduga. Baez tampak tertarik padanya,
sementara penonton merespons dengan tepuk tangan hangat.
Pertunjukan itu
menarik perhatian seorang manajer bernama Albert Grossman. Grossman melihat sesuatu yang
berbeda dalam diri Dylan, sesuatu yang bisa berkembang menjadi kekuatan besar di industri musik. Ia
menawarkan diri untuk menjadi manajer Dylan, dan Dylan pun memulai perjalanan profesionalnya.
Namun ketika ia mulai mengerjakan album perdananya, semangatnya
terhambat oleh tuntutan label yang hanya ingin ia merekam lagu lagu tradisional dan lagu milik orang
lain. Dylan merasa frustrasi karena ingin memperkenalkan suaranya sendiri melalui karya asli, bukan
sekadar mengikuti pola yang sudah ada. Ketika album itu dirilis dan ternyata gagal di pasaran,
kekecewaannya semakin mendalam.
Di tengah pergulatannya itu, Dylan
bertemu dengan Sylvie Russo pada sebuah konser. Percakapan mereka dimulai dari perbedaan
pendapat yang justru membuat Sylvie tertarik. Dylan bercerita tentang masa masa ia bekerja di sebuah
karnaval, menciptakan kesan misterius sekaligus liar yang memikat. Hubungan mereka tumbuh hingga
Dylan pindah ke apartemen Sylvie.
Namun sebelum Sylvie pergi ke Eropa untuk
perjalanan universitas yang panjang, mereka terlibat dalam sebuah pertengkaran. Sylvie marah karena
Dylan sering menutup diri dan tampak menyembunyikan masa lalunya. Meski begitu, ia tetap
memberikan dorongan terakhir agar Dylan memperjuangkan keinginannya untuk merekam lagu lagu
ciptaan sendiri.
Dorongan itu akhirnya menjadi titik perubahan bagi Dylan. Ia
mulai mengamati kondisi politik dan sosial yang sedang bergolak, lalu menuangkannya dalam lagu
lagu bernuansa kritik sosial. Lagu lagu itu berbicara tentang perang, ketidakadilan, perubahan
masyarakat, dan suara kaum tertindas. Karya karya barunya menarik perhatian Joan Baez yang
memuji keberanian dan ketajaman liriknya. Baez kemudian mengajak Dylan bekerja sama, dan
keduanya terlibat dalam hubungan romantis yang juga memengaruhi perkembangan karier Dylan.
Menjelang tahun 1965, hubungan Dylan dengan Sylvie akhirnya berakhir. Ia
telah mencapai popularitas besar, tetapi tidak merasakan kebebasan dalam berkarya. Ia merasa
terjebak dalam ekspektasi industri dan penonton yang menginginkan ia tetap tampil seperti dulu.
Dalam tur bersama Baez, mereka terlibat pertengkaran hebat karena Baez ingin ia menyanyikan lagu
lagu lama yang sudah dicintai publik, sementara Dylan ingin memperkenalkan karya karya barunya.
Saat emosi memuncak, Dylan meninggalkan panggung di tengah pertunjukan.
Ketegangan itu membuat Dylan semakin mencari kebebasan musikal. Ia mulai bereksperimen
dengan gitar listrik dan instrumen rock, langkah yang sangat kontroversial di kalangan musik rakyat
yang menjunjung kesederhanaan dan tradisi. Namun Dylan merasa bahwa perubahan adalah bagian
penting dari perjalanannya sebagai seniman. Ia membentuk band baru dan mulai menyiapkan langkah
besar berikutnya.
Setiap keputusan membawa konsekuensi. Popularitas,
hubungan percintaan, ekspektasi orang orang, dan pencarian identitas seni membuat hidup Dylan
dipenuhi dilema. Ia telah melangkah jauh dari perjalanan pertamanya saat menumpang kendaraan
menuju New York, tetapi kini ia harus menghadapi kenyataan bahwa semakin tinggi ia terbang,
semakin berat pula beban yang harus ia pikul.
Dengan semua pertentangan
batin dan perubahan besar yang ia lakukan, akankah Dylan akhirnya menemukan bentuk kebebasan
yang ia kejar atau malah tersesat dalam arus industri yang terus menuntut lebih dari dirinya?
Penulis artikel: Abdilla Monica Permata B.