Falling in Love Like in Movies
Comedy Drama Romance

Falling in Love Like in Movies

2023 118 menit
9.1/10
Rating 8.3/10
Sutradara
Yandy Laurens
Penulis Skenario
Yandy Laurens
Studio
Imajinari Jagartha Trinity Entertainment

Film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film membuka ceritanya dengan nuansa hangat dan sedikit melankolis ketika Bagus, seorang penulis skenario yang sedang mengalami kebuntuan kreatif, pulang ke kampung halamannya untuk menghadiri reuni kecil. Di sana ia bertemu lagi dengan Hana, cinta SMA-nya yang kini hidup sebagai janda setelah kehilangan suaminya beberapa tahun sebelumnya. Pertemuan yang awalnya canggung itu dipenuhi memori lama: tawa, adegan-adegan konyol saat sekolah, sampai otaknya Bagus yang terus membayangkan momen-momen romantis 'seperti di film'. Motivasi Bagus simpel namun tulus; dia ingin membuat Hana kembali percaya pada cinta, tidak dengan trik grandiose atau manipulasi, melainkan lewat hal-hal kecil yang sering muncul di skenario-skenario romcom: kopi pagi, surat tangan, ulang tahun kecil yang diingat, dan dialog- dialog jujur di bawah hujan. Namun film ini menolak stereotip mudah, kisahnya memberi ruang bagi duka Hana, proses berduka yang tidak linear, dan konflik batin Bagus sendiri yang ternyata juga punya luka lama. Konflik utama berkembang ketika keluarga, teman lama, dan ekspektasi sosial turut campur, memaksa keduanya mengecek apakah yang mereka rasakan hanyalah nostalgia atau memang cinta yang pantas dipertahankan.

Di sisi visual, film ini sengaja mengadopsi estetika hangat ala film-film indie romantis; pengambilan gambar banyak menggunakan golden hour, close-up intim untuk adegan-adegan dialog, dan montase kecil yang memotret detail-detail sepele namun bermakna, misalnya tangan yang menutup gelas kopi, tiket bioskop yang disimpan, atau cat boros di tepi meja. Pemilihan lokasi dibuat sedemikian rupa sehingga terasa personal: kafe kecil yang dipenuhi lampu-lampu kuning, studio penulisan Bagus yang berantakan, serta jalanan kampung yang sunyi saat pagi hari. Musik latar memegang peranan penting dalam mengatur mood; lagu-lagu akustik dan piano lembut sering muncul di momen-momen pengakuan dan refleksi, sementara lagu pop upbeat menemani adegan reuni dan kebahagiaan sederhana.

Dari sisi produksi, proses casting menjadi cerita tersendiri karena sutradara dan tim ingin chemistry antara Bagus dan Hana terasa autentik. Para pemeran utama dipilih tidak hanya berdasarkan nama besar, melainkan juga kemampuan akting nuance, mereka diberi latihan intens selama beberapa minggu untuk mengenali ritme satu sama lain, dan beberapa adegan bahkan lahir dari improvisasi di lokasi syuting. Kehadiran aktor pendukung yang natural menambah kedalaman cerita; tokoh-tokoh kecil seperti sahabat yang nyeleneh, orang tua yang protektif, dan tetangga ramah memberi lapisan realisme yang membuat dunia film terasa hidup.

Satu hal yang jadi trivia menarik adalah bagaimana skenario film ini ditulis oleh seseorang yang memang punya pengalaman menulis naskah romansa, bukan untuk sekadar membuat klise, melainkan untuk membongkar ekspektasi penonton soal 'cara jatuh cinta yang benar'. Penulis skenario sengaja menaruh beberapa adegan yang mengajak penonton tersenyum namun juga berpikir, seperti momen ketika Bagus mencoba meniru adegan film klasik tapi gagal total karena realita ternyata lebih rumit. Ada unsur meta-narasi di sana: film yang bicara tentang film, dan tentang bagaimana arahan-skenario kadang tidak cocok dipraktikkan di kehidupan nyata.

Proses syuting berlangsung dengan tempo yang relatif santai karena tim produksi menaruh perhatian pada detail mikro; adegan-adegan sehari-hari sering diulang berkali-kali agar naturalitas terpancar tanpa terasa dibuat-buat. Kru produksi juga kerap menggunakan properti nyata, surat tangan yang benar-benar ditulis oleh pemeran, playlist lagu yang dipilih pemeran untuk adegan tertentu agar reaksi emosional terasa genuine. Hal kecil seperti itu sering jadi bahan obrolan di balik layar dan akhirnya masuk ke materi promosi karena penonton suka melihat 'bukti' bahwa chemistry para pemeran benar-benar nyata.

Dari perspektif pemasaran, film ini diposisikan sebagai tontonan ramah keluarga yang juga cocok untuk pasangan muda. Trailer menonjolkan humor ringan dan momen-momen manis, sementara materi promosi lain sering menyorot kutipan-kutipan dialog yang emosional, strategi yang berhasil memicu percakapan di media sosial sebelum film rilis. Rilis film ini juga disertai kegiatan interaktif seperti talkshow dengan sutradara dan pemain, serta kuis bertema 'adegan film favorit' yang membuat komunitas penggemar cepat terbentuk.

Respons penonton cenderung hangat; banyak yang memuji bagaimana film ini menghormati proses berduka dan tidak menggampangkan trauma sebagai 'hal sepele yang bisa dihapus dengan kencan romantis'. Kritik yang muncul biasanya terkait pacing di bagian tengah cerita yang terasa lambat bagi penonton yang mengharapkan romcom cepat; namun bagi penonton yang menikmati karakter-driven story, bagian itu justru merupakan kekuatan karena memberi ruang batin tokoh berkembang. Secara keseluruhan, film ini sering disebut sebagai tontonan 'feel-good tapi bermakna', cocok ditonton sambil minum kopi sore.

Salah satu trivia lucu yang sering dibagikan di media sosial adalah adegan di mana Bagus menulis ulang skrip lamanya hanya untuk menyadari bahwa sebagian besar dialognya terlalu 'puitis' untuk diucapkan secara natural. Adegan itu ternyata diambil dari pengalaman nyata penulis skenario yang pernah melihat naskahnya sendiri dibaca oleh aktor dan terasa janggal. Hal kecil lain yang sering jadi perbincangan adalah wardrobe Hana: beberapa penonton menyukai jaket lamanya yang kemudian terjual habis di toko online setelah film rilis, fenomena kecil yang menunjukkan dampak budaya pop film tersebut.

Ringgo Agus Rahman Bagus
Nirina Zubir Hana
Alex Abbad Pak Yoram
Sheila Dara Aisha Cheline
Dion Wiyoko Dion Wiyoko
Julie Estelle Julie Estelle
Donne Maula Denny
Abdurrahman Arif Asisten Sutradara
Yorda Emily Bu Yati
Yannez Hendrawan Denny