Pada tahun 1939, di sebuah lahan pedesaan yang tenang di Suffolk, Edith Pretty memulai sebuah
keputusan yang akan mengubah sejarah Inggris. Ia adalah seorang janda terpandang yang tinggal di
Sutton Hoo, wilayah yang penuh gundukan tanah kuno. Setelah bertahun-tahun hanya memandang
gundukan itu dari kejauhan, rasa penasarannya terhadap masa lalu semakin kuat.
Akhirnya, ia
memutuskan untuk menyewa Basil Brown, seorang arkeolog otodidak yang dikenal tekun dan teliti
meski tidak memiliki ijazah resmi. Edith menawarkan upah yang sama seperti yang diterima Basil dari
Ipswich Museum, namun Basil menganggap jumlahnya tidak cukup. Edith menaikkan tawarannya
menjadi dua pound per minggu, peningkatan yang membuat Basil menerima pekerjaan tersebut.
Basil datang ke Sutton Hoo dengan sepeda tuanya, membawa peta, perkakas sederhana, dan
pengetahuan yang ia kumpulkan sejak kecil. Mantan rekan kerjanya sebenarnya menginginkan ia
kembali untuk mengerjakan sebuah vila Romawi yang dianggap lebih penting, tetapi Basil memilih
mengikuti intuisi. Ia merasa gundukan di Sutton Hoo bukan peninggalan Romawi, bahkan bukan Viking
seperti yang diperkirakan banyak orang. Ia meyakini bahwa ada peluang besar benda Anglo Saxon
tersembunyi di sana, masa yang jauh lebih kuno dan jarang ditemukan utuh.
Bekerja dengan beberapa pekerja dari perkebunan Edith, Basil mulai menggali perlahan. Ia
membuka lapisan tanah sedikit demi sedikit, mengamati setiap perubahan tekstur dan warna. Suatu
hari, parit galian runtuh dan tubuh Basil tertimbun. Para pekerja panik, tetapi berhasil mengangkat
tanah dan menarik Basil keluar. Kejadian itu membuat Edith semakin menghargai ketekunan dan
keberanian Basil.
Ia dan putranya, Robert, sering datang melihat proses
penggalian, berbincang tentang bintang, lempengan tanah, dan cerita masa lalu. Hubungan mereka
bertiga terjalin hangat. Sementara itu, May, istri Basil, tetap mendukung suaminya meskipun upahnya
kecil dan pekerjaannya berisiko.
Ketika Basil menemukan deretan paku besi
yang tampak seperti rivet kapal, ia tercengang. Temuan itu tidak hanya membuktikan kebenaran
dugaannya, tetapi juga menunjukkan bahwa makam itu milik seseorang yang sangat penting, mungkin
seorang raja. Berita tentang temuan itu menyebar cepat. James Reid Moir, arkeolog lokal yang merasa
lebih berpengalaman, datang untuk bergabung, namun Edith dengan tegas menolak. Ia lebih percaya
pada Basil daripada pada akademisi yang baru datang setelah ada tanda kemasyhuran.
Edith kemudian meminta sepupunya, Rory Lomax, untuk membantu di lapangan.
Kehadiran Rory memberi kekuatan tambahan bagi Basil yang terus menggali di bawah tekanan. Tidak
lama kemudian, kabar penemuan kapal kuno itu sampai ke Cambridge. Charles Phillips, arkeolog
terkenal dari sana, datang dengan dukungan Office of Works dan langsung mengambil alih penggalian.
Ia menyatakan situs tersebut memiliki nilai nasional yang luar biasa. Basil dipinggirkan, hanya diberi
tugas menjaga lokasi agar tetap rapi.
Namun Edith tidak tinggal diam. Ia
menegaskan bahwa Basil memiliki hak moral untuk tetap menggali. Ketika tim profesional datang,
termasuk Stuart Piggott dan istrinya, Peggy, tensi meningkat. Peggy menemukan fragmen penting
yang menegaskan asal Anglo Saxon situs tersebut. Hal ini membuktikan bahwa Basil benar sejak
awal. Phillips berusaha memajukan proyek dengan cepat karena perang semakin dekat. Ledakan
latihan militer mulai terdengar dari kejauhan dan pesawat terbang melintas rendah di langit Sutton
Hoo.
Pada suatu sore yang mendung, Basil menemukan sebuah koin emas
kecil. Koin itu adalah Merovingian Tremissis, berasal dari masa Antik Akhir. Phillips terkejut. Temuan
itu menandakan bahwa harta di dalam makam bisa bernilai ratusan juta dollar apabila diukur dari
kualitas emas dan kelangkaan artefak Anglo Saxon. Phillips segera meminta semua artefak dikirim ke
British Museum, tetapi Edith menolak. Ia takut London akan menjadi sasaran serangan udara. Setelah
dilakukan inquest, hasilnya menyatakan bahwa seluruh harta itu milik Edith sebagai pemilik tanah.
Di tengah kesibukan penggalian yang makin intens, perang semakin dekat.
Para pekerja mulai memakai helm baja. Pesawat militer semakin sering terlihat. Namun Edith tetap
berdiri di samping Basil. Ia tahu bahwa masa itu adalah kesempatan terakhir untuk mengungkap
rahasia yang telah terkubur selama lebih dari seribu tahun. Setiap benda yang diangkat dari tanah
membawa makna, mulai dari gesper emas, manik kaca, hingga perhiasan rumit yang menunjukkan
kemampuan pengrajin masa itu.
Saat mereka menggali lebih dalam, suasana
menjadi semakin menegangkan. Ada tanda bahwa masih ada ruang tersembunyi di bawah dasar
penggalian. Papan kayu terbelah, tanah di bawahnya tampak lebih gelap dan lembap, seperti
menyimpan sesuatu yang lebih besar dari semua temuan sebelumnya. Basil dan Rory saling
memandang, mencoba menahan napas. Mereka tahu bahwa apa pun yang ada di bawah sana
mungkin dapat mengubah seluruh pemahaman tentang sejarah awal Inggris.
Namun sebelum mereka membuka ruang itu sepenuhnya, hujan deras turun. Tanah mulai
melunak, dan penggalian dihentikan sementara. Edith berdiri di tepi gundukan, memandang tanah
basah yang seakan mencoba menutup kembali rahasianya. Basil memandangi ruang gelap yang
belum tersentuh, bertanya-tanya apa yang sebenarnya tersembunyi di dalamnya.
Dengan perang yang tinggal menghitung hari, para peneliti harus memutuskan apakah mereka
akan kembali menggali atau menyerah pada waktu yang semakin sempit. Jika ruang itu benar berisi
sesuatu yang berharga, apakah mereka punya kesempatan untuk membukanya sebelum semuanya
terlambat?
Penulis artikel: Abdilla Monica Permata B.