Dunia Selebriti dan Twitter (3)
Diterbitkan:

Kapanlagi.com - Mengemukakan pendapat adalah hak tiap warga negara. Namun di dunia maya, mengumbar penyataan seolah tiada aturan. Padahal dalam kemasyarakatan, aturan tak tertulis semisal norma ketimuran masih dijunjung tinggi.
Pemerintah pun tidak tinggal diam. Aturan tertulis agar pendapat-pendapat yang dapat menyinggung, merugikan, menghina atau mencemarkan nama baik pun dituangkan melalui UU ITE. Tetapi hingga kini belum ada pihak yang dihukum maksimal dari peraturan tersebut. Sehingga mengeluarkan uneg-uneg tanpa dipikirkan lebih dulu masih terjadi.
Semisal Farhat Abbas. Laki-laki yang berprofesi sebagai pengacara ini kerap menuangkan pernyataan kontroversi. Salah satunya saat ia mencalonkan diri sebagai presiden. Belum lagi sejumlah komentar lewat twitter terhadap beberapa selebriti yang cukup memerahkan telinga.
Malah terakhir, ocehan suami Nia Daniati tersebut ramai diberikan di media hiburan lantaran mendapat tanggapan dari Al dan El. Kedua anak pasangan Ahmad Dhani dan Maia Estianty itu merasa pernyataan Farhat menghina orang tuanya. Polemik mereka sampai sekarang masih bergulir.
Lantas benarkah dengan sosial media seseorang dapat mengeluarkan pendapat seenaknya tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan? Pemerhati sosial media Nukman Lutfie mengatakan bahwa fenomena tersebut telah lama terjadi. Tidak hanya persoalan pribadi tetapi juga orang lain pemerhati sosial media. Apalagi sosial media selalu diartikan sebagai wadah ekpresi diri sendiri.
"Ini sudah dari dulu yah. Kan, banyak hal yang bisa memicu bagaimana seseorang itu mengumbar masalah di social media. Baik itu masalah dirinya sendiri ataupun masalah orang lain. Hanya saja sebuah akun twitter atau facebook misalnya sering di representasikan sebagai personal dari orang yang memiliki akun itu. Karena biasanya di akun itu kan yang terjadi adalah orang membicarakan masalahnya dia sendiri dan yang kedua dia membicarakan masalah yang dia sukai. Nah lewat dua hal ini biasanya pembicaraan terjadi. Baik dengan teman ataupun dengan followers kita. Ketika komunikasi ini terjadi hal ini disaksikan oleh banyak orang," papar, saat dijumpai KapanLagi.com® pada Jumat (22/11).
Bahkan, katanya, dari medis sosial ini seseorang dapat menunjukan eksistensinya kendati orang tersebut sudah terkenal. Sehingga kecenderungan untuk populer semakin tinggi. Maka tak jarang media tersebut dijadikan orang loncatan agar dikenal.
"Kita menggunakan jejaring sosial itu yang pertama ada keinginan untuk eksistensi. Nah lewat eksistensi ini makanya terjadi saling kontak dimana kita bisa menghubungi dan bisa dihubungi lewat akun kita di jejaring sosial. Makanya kan sering kita melihat bagaimana orang menuliskan saya bisa di hubungi di facebook di twitter dan jejaring sosial lainnya. Yang kedua, biasanya popularitas. Nah kalau kita sudah eksistensi biasanya ada muncul kecenderungan atau keinginan untuk menjadi populer. Dalam perkembangannya ada orang-orang yang menggunakan jalan cepat untuk meraih popularitas kan. Nah untuk itu banyak caranya dan memang belakangan muncul selebriti atau artis yang entah apa prestasinya tetapi jadi trending di jejaring sosial media atau istilahnya ngetop tapi lewat twitter saja," tutur Nukman.
Di sisi lain, akibat mudahnya orang mengemukakan pendapat di sosial media seperti telah tidak mengindahkan aturan atau norma yang ada. Karena itu ia mengingatkan pihak yang menggunakan sosial media agar memakai secara bijak.
"Saya bisa bilang kalau untuk aturan dan perundangan sebenarnya berlebihan. Sebab sudah norma sosial, belum lagi dalam kehidupan sehari-hari kita kan juga melakukan apa yang disebut dengan etika adapula hukum pidana. Belum lagi Undang Undang ITE, kurang apa coba? yang perlu diketahui oleh orang adalah bahwa ketika kita melakukan apapun itu baik interaksi maupun kegiatan secara online ada dua hal yang harus diperhatikan yakni sisi sosial dan sisi hukum. Ini sangat penting," tegasnya.
Sebab walau bagaimana, pengguna sosial media secara tidak langsung masih terikat dengan aturan maupun norma yang ada di masyarakat.
"Dalam kehidupan kita kan ada aturan atau norma, ada etika dan ada hukum. Semua itu penting. Kan kita juga dulu tahu ada berbagai tindak kekerasan yang terjadi hanya karena saling komen di facebook atau orang yang bertengkar hebat karena berdebat panjang di twitter. Hal itu mungkin karena etika ataupun norma dianggap tak penting," sambungnya lagi.
Ia juga mengakui kendati telah ada aturan tidak tertulis dan tertulis namun masih ada yang menilai perangkat hukum bagi penguna sosial media masih kurang. Padahal tidak sedikit aturan yang menyinggung hal tersebut.
"Yang harus diperhatikan dan disadari sebenarnya untuk aturan kan sudah ada. Ingat, kita punya undang undang pidana, kita juga punya undang undang ITE. Apa perlu pengekangan lagi untuk mengerem? nanti bakal ramai lagi. Secara off line aturan sosial kan juga sudah ada yakni bagaimana norma-norma sosial yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari misalnya kan kita gak boleh menghina orang tua, kita gak boleh mencuri atau misalnya dalam kehidupan sehari-harikan ada norma yang berlaku. Katakan saja sehari-hari kita misalnya berjualan, nah saat berjualan itu kan tidak boleh menipu. Pun ketika kita berinteraksi atau berdagang secara online pun maka tidak boleh menipu dan seharusnya apa yang kita katakan sebagai norma aturan dan etika dalam kehidupan sehari-hari kita atau off line seharusnya dapat kita terapkan ketika melakukan interaksi di kehidupan online," tuturnya.
Sementara itu psikolog Universitas Indonesia Dieny Tjokro mengungkapkan tidak sedikit orang yang mengumbar persoalan pribadi atau mengomentari orang lain karena ketidaktahuan fungsi sosial media. Padahal banyak manfaat yang dapat diperoleh dari sosial media.
"Adanya beberapa orang yang mengumbar masalah di timeline twitter kemungkinan disebabkan karena ketidaktahuan mereka akan fungsi twitter maupun media sosial lainnya sebagai media untuk memperluas jaringan pergaulan di dunia maya. Melalui twitter, teman-teman yang menjadi pengikut paling tidak dapat mengetahui aktivitas dari temannya, mengetahui kabar mereka terkini. Paling tidak melalui media twitter kita dapat menyapa teman-teman kita. Apalagi yang sudah lama tidak bertemu karena jarak tempat atau memiliki teman-teman baru," katanya, Sabtu (23/11).
Namun tidak tertutup kemungkinan orang yang selalu mengumbar pernyataan baik pribadi maupun orang lain karena tidak tahu bagaimana kabar yang cocok untuk publik atau bukan. Pun diduga karena belum mempunyai kematangan diri terutama emosi.
"Kemungkinan karena mereka tidak tahu bagaimana menggunakan media sosial mana yang cocok untuk mengungkapkan kabar-kabar yang memang bisa menjadi konsumsi publik dan kabar mana yang bersifat pribadi dan sebaiknya menggunakan jalur pribadi. Kemungkinan lain adalah mereka yang belum memiliki kematangan diri dan mengumbar emosinya tanpa berfikir panjang akan dampak dari postingnya tersebut terhadap orang lain dan mungkin dapat berdampak kurang baik bagi dirinya sendiri juga. Sisi lainnya juga berkaitan kebutuhan untuk memperoleh popularitas instan dengan tujuan pribadi tertentu," paparnya lagi.
Dieny juga tidak menampik penggunaan sosial media dapat dijadikan seseorang untuk mencari popularitas. Bahkan bila hal tersebut dilakukan selebritas akan kian mendongkrak namanya.
"Bisa saja, karena selebriti biasanya menjadi sorotan media. Semakin banyak disorot akan semakin popular. Semakin popular akan dapat banyak ‘pekerjaan’ karena namanya sedang menanjak baik dari sisi positif atau mungkin yang lebih banyak adalah sisi negatifnya. Yang penting populerlah," ucapnya.
Namun, kata Dieny, biasanya cara mencari populer dengan seperti ini terjadi pada selebritas yang kurang dewasa dalam berpikir dan berperilaku. Apalagi ditambah polah tingkah yang kerap menuai sensasi di media.
"Nah dalam rangka mencapai popularitas segala jaringan dan media termasuk twitter dapat menjadi media mendulang popularitas instan. Kekurang dewasaan para selebriti yang menggunakan twitter dan media sosial lainnya untuk mendulang popularitas sehingga tidak menyaring berita mana yang layak dan tidak layak untuk disampaikan atau ditulis juga menjadi pemicu," katanya.
Tetapi ada pula yang justru menjadikan sosial media sebagai sarana pencitraan kalangan selebritas yang kebetulan tersandung persoalan. Sehingga secara tak langsung menjadikannya terkenal.
"Bisa juga terdapat kemungkinan para selebrity sudah mempertimbangkan dan mengantisipasi dampak negatifnya namun kalah menarik dengan popularitas yang akan diraihnya, dengan dugaan kalau masyarakat Indonesia terutama fans selebriti cepat memaafkan perilaku yang kurang terpuji dari para selebriti sehingga kecenderungan ini dipakai untuk mencari popularitas instan," ujarnya.
Dieny juga mengaku sedikit kesulitan saat disinggung apakah norma dan aturan di masyarakat dapat membentengi seseorang dalam menuliskan pendapatnya di sosial media. Seperti diketahui, setiap orang dapat mengemukakan pernyataan tentang sesuatu secara bebas.
"Agak sulit membahas norma-norma di Indonesia saat ini. Kendati pun kita memiliki tata cara pergaulan di Indonesia yang saling tolong menolong, saling menghargai, gotong royong, menjaga perilaku jika berhubungan dengan orang lain yang baik namun ternyata mulai terkikis dengan perilaku tokoh yang seharusnya menjadi panutan justru menampilkan perilaku yang tidak patut menjadi panutan," sambungnya.
Maka tidak heran jika terjadi kebimbangan dalam masyarakat mengenai norma itu sendiri. Apalagi ini kini sikap individu kian menonjol daripada bermasyarakat.
"Akibatnya terjadi kebingungan dalam mengadaptasi norma mana yang mestinya dianut. Di samping itu pendidikan karakter di sekolah juga kurang mermperoleh perhatian, karena perhatian lebih tertuju pada perkembangan kognitif saja sehingga kondisi ini juga menyumbang terhadap perkembangan karakter dan moral masyarakat. Kecenderungan individualistik dan lebih mempedulikan kepentingan diri serta kurang memiliki kesadaran untuk mempertimbangkan perasaan dan kebutuhan orang lain dapat menjadi sumber dari seenaknya mereka menulis di media sosial seperti twitter," pungkas Dieny.
(Festival Pestapora 2025 dipenuhi kontroversi, sederet band tiba-tiba memutuskan untuk CANCEL penampilannya.)
(kpl/rod/dis/dew)
Editor KapanLagi.com
Advertisement