Disensor LSF, Sutradara 'MAIN DUKUN' Kecewa
Diperbarui: Diterbitkan:

Kapanlagi.com - Sutradara tentu punya pertimbangan tersendiri untuk memasukkan sebuah adegan ke dalam filmnya. Sebagian besar karena alasan artistik tentunya. Namun pada kenyataannya tak jarang apa yang dimaui sutradara tak sama dengan yang ditetapkan oleh Lembaga Sensor Film. Jika sudah demikian sutradara pasti kecewa.
Kekecewaan yang sama dialami sutradara film MAIN DUKUN, Irwan Siregar. Pasalnya, beberapa adegan dan dialog dalam film tersebut harus dipotong alias disensor. Padahal menurut Irwan, pemotongan beberapa dialog yang dilakukan oleh Lembaga Sensor Film (LSF) justru menghilangkan esensi dari cerita dalam film tersebut.
"Saya jujur sangat kecewa, rasanya saya ingin menangis, sebuah karya dihancur-hancurin oleh badan sensor, dia kurang ajar, main potong tanpa kompromi, termasuk dialog-dialog tadi. Kita bicara masalah artistik, padahal banyak film luar yang tidak dipotong, Badan sensor menghancurkan film kita," ujar Irwan usai menyaksikan film garapannya itu di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (10/6),
Menanggapi hal ini, ia menantang pihak LSF untuk berdebat soal layak atau tidaknya sebuah adegan untuk ditayangkan. "Saya mau argumentasi sama dengan badan sensor," lanjutnya.
Mendukung pernyataan sang sutradara, sang produser Shanker turut angkat bicara. Menurutnya kriteria sebuah film yang layak ditonton selalu berbeda. Sementara dirinya dalam membuat film selalu menyisipkan pesan moral.
"Kriteria LSF ini apa?, kriteria selalu berbeda. Banyak film yang mendapatkan perlakuan tidak sama," kata Shanker. Ia pun menambahkan, kalau terjadi pemotongan di beberapa adegan, makan pesan yang ingin disampaikan tidak akan sampai.
Tak hanya terkait sensor, film ini juga diwarnai perseteruan aktris-aktris di dalamnya. Sebelumnya Amel Alvi dan Baby Margaretha membuat heboh preskon filmnya dengan aksi siraman maut Amel ke wajah Baby.
Kekecewaan yang sama dialami sutradara film MAIN DUKUN, Irwan Siregar. Pasalnya, beberapa adegan dan dialog dalam film tersebut harus dipotong alias disensor. Padahal menurut Irwan, pemotongan beberapa dialog yang dilakukan oleh Lembaga Sensor Film (LSF) justru menghilangkan esensi dari cerita dalam film tersebut.
"Saya jujur sangat kecewa, rasanya saya ingin menangis, sebuah karya dihancur-hancurin oleh badan sensor, dia kurang ajar, main potong tanpa kompromi, termasuk dialog-dialog tadi. Kita bicara masalah artistik, padahal banyak film luar yang tidak dipotong, Badan sensor menghancurkan film kita," ujar Irwan usai menyaksikan film garapannya itu di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (10/6),
Menanggapi hal ini, ia menantang pihak LSF untuk berdebat soal layak atau tidaknya sebuah adegan untuk ditayangkan. "Saya mau argumentasi sama dengan badan sensor," lanjutnya.
Mendukung pernyataan sang sutradara, sang produser Shanker turut angkat bicara. Menurutnya kriteria sebuah film yang layak ditonton selalu berbeda. Sementara dirinya dalam membuat film selalu menyisipkan pesan moral.
"Kriteria LSF ini apa?, kriteria selalu berbeda. Banyak film yang mendapatkan perlakuan tidak sama," kata Shanker. Ia pun menambahkan, kalau terjadi pemotongan di beberapa adegan, makan pesan yang ingin disampaikan tidak akan sampai.
Tak hanya terkait sensor, film ini juga diwarnai perseteruan aktris-aktris di dalamnya. Sebelumnya Amel Alvi dan Baby Margaretha membuat heboh preskon filmnya dengan aksi siraman maut Amel ke wajah Baby.
Berita gress dari perfilman Indonesia
(Kondisi Vidi Aldiano bikin khawatir, kesakitan jalan di panggung dan dituntun Deddy Corbuzier.)
(kpl/hen/dka)
Editor:
Mahardi Eka Putra
Advertisement
More Stories
Advertisement
Advertisement