Nama Jajanan Pasar Tradisional Indonesia: Warisan Kuliner Nusantara yang Kaya Makna
Diterbitkan:
nama jajanan pasar
Kapanlagi.com - Jajanan pasar merupakan bagian tak terpisahkan dari warisan kuliner Indonesia yang mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi Nusantara. Berbagai nama jajanan pasar yang unik dan beragam menunjukkan kreativitas masyarakat Indonesia dalam mengolah bahan-bahan lokal menjadi kudapan yang lezat dan bermakna.
Keberadaan nama jajanan pasar tradisional tidak hanya sekadar penamaan, tetapi juga mengandung filosofi dan nilai-nilai budaya yang mendalam. Setiap daerah memiliki karakteristik tersendiri dalam memberikan nama pada jajanan tradisionalnya, mulai dari yang terinspirasi bentuk, bahan dasar, hingga makna simbolis tertentu.
Menurut penelitian Astuningtyas (2017) dalam jurnal etnomatematika, jajanan pasar mencakup berbagai manisan tradisional yang awalnya hanya dijual di pasar tradisional, dan keberadaannya tetap populer karena harga terjangkau, rasa otentik, dan keberagaman tekstur serta bentuk.
Advertisement
1. Pengertian dan Karakteristik Nama Jajanan Pasar
Nama jajanan pasar merujuk pada berbagai sebutan untuk kudapan tradisional yang diperjualbelikan di pasar-pasar tradisional Indonesia. Penamaan ini umumnya didasarkan pada beberapa aspek seperti bentuk fisik, bahan dasar utama, cara pengolahan, atau bahkan filosofi tertentu yang ingin disampaikan oleh masyarakat pencipta.
Karakteristik penamaan jajanan pasar Indonesia sangat beragam dan unik. Beberapa nama terdengar lucu atau bahkan aneh bagi telinga modern, namun memiliki makna mendalam dalam konteks budaya lokal. Seperti yang dijelaskan dalam buku Tradisi & Kebudayaan Nusantara oleh Sumanto Al Qurtuby & Izak Y.M. Lattu, makanan tradisional di Jawa telah diberi nama berdasarkan cara pengolahan, bentuk, bahan dasar atau filosofi tertentu.
Proses pemberian nama jajanan pasar juga mencerminkan kreativitas dan kearifan lokal masyarakat Indonesia. Nama-nama seperti "Ndas borok", "bajingan", "ketan gudig", "carang gesing", "Ndog Gludug", dan "unthuk cacing" mungkin terdengar tidak pantas untuk nama makanan, namun tetap dipertahankan karena sudah turun-temurun digunakan dan memiliki nilai historis yang tinggi.
Mengutip dari buku Tradisi & Kebudayaan Nusantara, tidak kurang dari 150-an jenis makanan tradisional baik dalam bentuk jajanan pasar (kudapan), masakan, lauk pauk dan minuman telah berkembang di berbagai daerah Indonesia, masing-masing dengan nama yang mencerminkan identitas budaya setempat.
2. Klasifikasi Nama Jajanan Pasar Berdasarkan Asal Daerah
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keragaman nama jajanan pasar yang sangat kaya dari berbagai daerah. Setiap wilayah memiliki ciri khas tersendiri dalam penamaan jajanan tradisionalnya, yang mencerminkan karakteristik budaya dan bahasa lokal.
- Jajanan Pasar Jawa Tengah dan Yogyakarta: Daerah ini terkenal dengan nama-nama jajanan yang filosofis seperti jadah (melambangkan kebersamaan), klepon, gudeg, dan berbagai jenis jenang dengan makna spiritual.
- Jajanan Pasar Betawi: Jakarta memiliki nama jajanan khas seperti kerak telor, kue rangi, cente manis, dan kue talam yang mencerminkan perpaduan budaya berbagai etnis.
- Jajanan Pasar Jawa Barat: Sunda memberikan kontribusi nama jajanan seperti serabi, comro (oncom di jero), dan berbagai kue berbahan singkong dengan nama yang mencerminkan kesederhanaan hidup masyarakat Sunda.
- Jajanan Pasar Jawa Timur: Wilayah ini memiliki nama jajanan seperti wingko babat, getuk, dan berbagai olahan jagung dengan penamaan yang khas Jawa Timuran.
- Jajanan Pasar Sumatera: Bika Ambon menjadi salah satu nama jajanan terkenal dari wilayah ini, meskipun sebenarnya berasal dari Medan.
Menurut buku Tradisi & Kebudayaan Nusantara, di Pasar Papringan Temanggung saja terdapat 144 jenis makanan dan minuman tradisional dengan nama-nama unik seperti corobikan, balung kuwuk, entho cotot, ketan ler, klemet, lento, mendut, cemplon, sawut, mancung, cucur, jenang lot, lentheng/samier, lapis, meniran, kemplang, apem, pothel, roti tape, rondo kemul, kaca mata, cethil, toklo, tiwul, dan jadah.
3. Filosofi dan Makna di Balik Nama Jajanan Pasar
Setiap nama jajanan pasar tradisional Indonesia memiliki filosofi dan makna yang mendalam, tidak sekadar penamaan sembarangan. Filosofi ini mencerminkan pandangan hidup, nilai-nilai budaya, dan kearifan lokal masyarakat Indonesia yang sangat kaya.
Contoh filosofi dalam penamaan dapat dilihat pada jadah, yang dalam tradisi Jawa memiliki makna khusus dalam upacara pernikahan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, jadah terbuat dari beras ketan yang bersifat lengket, melambangkan harapan agar pasangan pengantin memiliki hubungan yang erat dan sulit dipisahkan. Proses pembuatan jadah yang memerlukan waktu dan tenaga ekstra juga melambangkan kesabaran dan ketabahan dalam menjalani hidup berumah tangga.
Nama "nagasari" juga memiliki filosofi mendalam, terdiri dari kata "naga" yang melambangkan kehormatan dan "sari" yang berarti isi paling utama. Kombinasi ini mengandung makna "isi yang paling utama dari sesuatu yang dianggap terhormat", mencerminkan penghargaan tinggi terhadap makanan ini dalam budaya Jawa.
Dalam konteks budaya China yang mempengaruhi kuliner Indonesia, kue thok atau ang ku kue memiliki makna kura-kura merah, di mana kura-kura melambangkan kesehatan, panjang umur, dan kemakmuran, sedangkan warna merah melambangkan keberuntungan. Hal ini menunjukkan bagaimana nama jajanan pasar juga mencerminkan akulturasi budaya yang terjadi di Indonesia.
Mengutip dari buku Tradisi & Kebudayaan Nusantara, makanan tradisional merupakan makanan pokok, obat-obatan, dan perlengkapan untuk memulai ritual adat, juga merupakan sistem kepercayaan, yang menunjukkan betapa pentingnya makna filosofis dalam setiap nama jajanan pasar tradisional.
4. Pengaruh Sejarah dan Budaya Asing pada Nama Jajanan Pasar
Nama jajanan pasar Indonesia tidak terlepas dari pengaruh sejarah dan budaya asing yang masuk ke Nusantara melalui berbagai jalur perdagangan dan kolonisasi. Pengaruh ini terlihat jelas dalam penamaan berbagai jajanan yang kita kenal hingga saat ini.
Pengaruh budaya China sangat kental dalam penamaan jajanan pasar Indonesia. Onde-onde, misalnya, terinspirasi dari kue China dengan nama yang diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Begitu pula dengan kue ku atau kue thok yang berasal dari ang ku kue China. Bahkan kata "kue" sendiri diambil dari bahasa Hokkian, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh budaya China dalam kuliner Indonesia.
Pengaruh Eropa, khususnya Portugis dan Belanda, juga terlihat dalam beberapa nama jajanan pasar. Kue lumpur, misalnya, diyakini terinspirasi dari pasteis de nata Portugal yang kemudian diadaptasi dengan bahan-bahan lokal dan diberi nama yang mencerminkan karakteristik fisiknya. Penggunaan tepung terigu dalam berbagai jajanan juga merupakan warisan dari budaya Eropa yang memperkenalkan gandum ke Indonesia.
Proses akulturasi ini menciptakan keunikan tersendiri dalam penamaan jajanan pasar Indonesia. Nama-nama asing diadaptasi sedemikian rupa sehingga terdengar familiar di telinga masyarakat Indonesia, sambil tetap mempertahankan esensi budaya lokal. Hal ini menunjukkan kemampuan masyarakat Indonesia dalam menyerap pengaruh luar tanpa kehilangan identitas budayanya.
Posisi strategis Indonesia sebagai jalur perdagangan internasional juga mempengaruhi keragaman nama jajanan pasar. Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia menjadi tempat bertemunya berbagai budaya, yang kemudian mempengaruhi perkembangan kuliner lokal termasuk dalam hal penamaan jajanan tradisional.
5. Pelestarian dan Perkembangan Nama Jajanan Pasar di Era Modern
Di era modern ini, pelestarian nama jajanan pasar tradisional menghadapi berbagai tantangan sekaligus peluang. Globalisasi dan masuknya budaya asing membawa dampak pada eksistensi nama-nama tradisional yang unik dan bermakna.
Upaya pelestarian nama jajanan pasar dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya melalui inisiatif seperti Pasar Papringan di Temanggung. Seperti yang dijelaskan dalam buku Tradisi & Kebudayaan Nusantara, Pasar Papringan menjadi sentral jajanan makanan tradisional karena dewasa ini jajanan makanan tradisional semakin jarang ditemukan di pasar-pasar tradisional lain.
Penelitian Enggriani et al. di Tourism Research Journal (2023) yang dipublikasikan semanticscholar.org menegaskan bahwa jajanan pasar juga menjadi daya tarik wisata kuliner, mendukung pelestarian resep turun-temurun, serta meningkatkan pendapatan pedagang lokal karena inovasi menu dan perhatian terhadap kebersihan.
Generasi muda juga menunjukkan minat yang positif terhadap jajanan pasar tradisional. Penelitian dari SEIKO: Journal of Management & Business (2024) menunjukkan bahwa generasi muda (GenZ) tetap memilih jajanan pasar sebagai pilihan camilan utama berdasarkan kualitas rasa, bahan baku, dan tampilan serta kesesuaian harga dengan anggaran mahasiswa.
Perkembangan teknologi dan media sosial juga memberikan peluang baru dalam melestarikan nama jajanan pasar. Banyak content creator dan food blogger yang mengangkat tema jajanan tradisional, memperkenalkan nama-nama unik beserta sejarah dan filosofinya kepada generasi muda. Hal ini membantu menjaga eksistensi nama jajanan pasar di tengah arus modernisasi.
6. FAQ (Frequently Asked Questions)
1. Apa yang dimaksud dengan nama jajanan pasar?
Nama jajanan pasar adalah sebutan untuk berbagai kudapan tradisional yang diperjualbelikan di pasar-pasar tradisional Indonesia. Penamaan ini biasanya didasarkan pada bentuk, bahan dasar, cara pengolahan, atau filosofi tertentu yang mencerminkan budaya lokal.
2. Mengapa nama jajanan pasar Indonesia terdengar unik dan aneh?
Nama jajanan pasar yang terdengar unik mencerminkan kreativitas dan kearifan lokal masyarakat Indonesia. Meskipun beberapa nama terdengar aneh atau tidak pantas, namun memiliki makna historis dan filosofis yang mendalam serta sudah turun-temurun digunakan dalam budaya setempat.
3. Bagaimana pengaruh budaya asing terhadap nama jajanan pasar Indonesia?
Budaya asing, terutama China dan Eropa, sangat memengaruhi nama jajanan pasar Indonesia melalui proses akulturasi. Contohnya kata "kue" dari bahasa Hokkian, onde-onde dari tradisi China, dan kue lumpur yang terinspirasi dari pasteis de nata Portugal.
4. Apa filosofi di balik penamaan jajanan pasar tradisional?
Setiap nama jajanan pasar memiliki filosofi mendalam yang mencerminkan pandangan hidup, nilai budaya, dan kearifan lokal. Misalnya jadah melambangkan kebersamaan dalam pernikahan, nagasari berarti "isi terhormat", dan berbagai nama lainnya yang mengandung makna simbolis.
5. Berapa banyak jenis nama jajanan pasar yang ada di Indonesia?
Indonesia memiliki lebih dari 150 jenis makanan tradisional termasuk jajanan pasar dengan nama yang beragam. Di Pasar Papringan Temanggung saja terdapat 144 jenis makanan dan minuman tradisional dengan nama-nama yang unik dan khas.
6. Bagaimana cara melestarikan nama jajanan pasar di era modern?
Pelestarian dilakukan melalui berbagai cara seperti pengembangan pasar tradisional khusus, promosi wisata kuliner, dokumentasi dalam penelitian akademis, dan pemanfaatan media sosial untuk memperkenalkan kepada generasi muda. Inisiatif seperti Pasar Papringan menjadi contoh nyata upaya pelestarian.
7. Apakah generasi muda masih tertarik dengan jajanan pasar tradisional?
Ya, penelitian menunjukkan bahwa generasi muda (GenZ) masih memilih jajanan pasar sebagai camilan utama berdasarkan kualitas rasa, bahan baku, tampilan, dan kesesuaian harga. Hal ini menunjukkan bahwa nama jajanan pasar tradisional masih relevan dan diminati di era modern.
(kpl/cmk)
Chiara Mahardika Kinanti Sarono
Advertisement
-
Video Kapanlagi V1RST (LIVE PERFORMANCE) - KAPANLAGI BUKA BARENG FESTIVAL 2025
