Dilaporkan Istrinya, Paranormal Ki Prana Lewu Terancam Pasal Berlapis Salah Satunya Atas Dugaan Tindak KDRT

Penulis: Editor KapanLagi.com

Diperbarui: Diterbitkan:

Dilaporkan Istrinya, Paranormal Ki Prana Lewu Terancam Pasal Berlapis Salah Satunya Atas Dugaan Tindak KDRT
Credit: Istimewa

Kapanlagi.com - Kabar mengejutkan kembali datang dari kehidupan rumah tangga selebriti, kali ini kisruh terjadi dalam rumah tangga Paranormal kondang Ferry Ferdyanto (FF) alias Ki Prana Lewu (KPL) dengan Stephanie Quenny. Alhasil, Stephanie akhirnya menggugat cerai Ki Prana Lewu di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Hal tersebut dibenarkan oleh Yasher Panjaitan selaku kuasa hukum istri dari Ki Prana Lewu saat dihubungi awak media, Selasa (16/7). Yasher menjelaskan bahwa gugatan tersebut sudah masuk sejak awal Juli 2024.

“Gugatan tertanggal 1 Juli 2024 telah didaftarkan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan hingga saat ini surat panggilan telah dilayangkan kepada para pihak dalam hal ini klien kami (Stephanie) dan suaminya KPL,” ungkap Yasher Panjaitan.

Yasher mengatakan kliennya menggugat KPL yaitu berharap untuk memperoleh nafkah hidup yang layak sebagai seorang ibu yang mengurus serta merawat ketiga orang anak-anaknya. Tak hanya itu, hal tersebut dilakukan agar tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan KPL tak terulang lagi.

“Ikatan suami-istri dalam pernikahan yang sudah tidak sejalan dan bertolak belakang dengan maksud dan tujuan perkawinan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Dan, juga telah memenuhi syarat dasar dan alasan Perceraian sebagaimana yang diatur di dalam Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 19 huruf (f) yang berbunyi sebagai berikut, ‘Antara suami dan Istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga," ujarnya.

1. Beberapa TIndak Pidana

Selain itu, Yasher juga menjelaskan pengaduannya ke Mabes Polri sedang menunggu hari yang ditetapkan untuk menyampaikan laporan polisi terkait tindakan KDRT yang diduga dilakukan oleh Ki Prana Lewu. Adapun peristiwa dugaan tindak pidana terjadi di beberapa kota di Indonesia seperti, Bandung, Bali, Jakarta dan di luar negeri saat keduanya sedang berwisata.

“Telah terjadi beberapa tindak pidana sebagaimana isi kronologis yang ditulis oleh klien kami antara lain adalah, tindak pidana penganiayaan mulai terjadi sejak 20 Desember 2014. (Ketika klien kami belum menikah dengan KPL), sebagaimana diatur dalam KUHP dengan Ancaman Hukuman 5 Tahun Penjara,” papar Yasher.

“Lalu tindak pidana KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang R.I No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang Pasalnya berbunyi: ‘Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)’,” lanjutnya.

Tak hanya itu, Yasher juga mengungkapkan bahwa KPL juga pernah melakukan mengancam dengan menodongkan pistol ke wajah istrinya sendiri. Bahkan kliennya juga ditelantarkan oleh Ki Prana Lewu.

“Ini secara tegas telah melanggar ketentuan UU Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951, maksimal ancaman penjara selama 20 Tahun. Memohon kepada Bapak Kapolri, Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.si., agar Kepolisian segera menyelidiki dan mengusut tuntas asal-usul atas dugaan Pistol-pistol yang ada di tangan KPL diperoleh dari para Pejabat sebagai souvenir,” jelasnya.

“Bahkan minus untuk mengurus dan merawat anak serta antar jemput ke sekolah termasuk biaya bensin mobil setiap bulannya klien kami hanya memperoleh jatah yang terbatas Rp2,500,000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah),” tambahnya.

(Ammar Zoni dipindah ke Nusakambangan dan mengaku diperlakukan bak teroris.)

2. Dialami Terus-Menerus

Lebih jauh Yasher menuturkan, kekerasan fisik dan pertengkaran terus-menerus yang dialami Stephanie menyebabkan ada korban lain. Yakni, anak pertama dan keduanya yang sering menyaksikan pertengkaran dalam situasi yang mencekam dan menimbulkan rasa takut. Sehingga terjadi trauma dan membutuhkan pemulihan medis atas kondisi mental dan jiwa kedua anak di bawah umur itu.

“Yang mana anak ke-1 dan anak ke-2 klien kami telah menjadi korban atas pertengkaran yang dilakukan kedua orang tuanya. Sesuai isi UU RI No.23 Tahun 2004 Pasal 5 huruf b yaitu kekerasan Psikis, dampak dari perbuatan telah mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang,” pungkasnya.

Rekomendasi
Trending