Perjalanan Rhoma Irama
Diperbarui: Diterbitkan:

Kapanlagi.com - Oleh: Darmadi Sasongko
Saat hamil anak kedua, pasangan Raden Burdah Anggawirya dan Tuty Djuariyah berniat menyaksikan pertunjukan panggung kesenian semacam tonil atau sandiwara. Mereka mengaku mengidolakan Fifi Young dan Tan Ceng Bok yang terkenal sebagai pemain bintang panggung zaman itu.
Malam itu, dua bintang top menjadi bintang tamu dalam pertunjukan yang dipentaskan oleh grup Irama Muda sehingga dianggap momen yang istimewa. Mereka tidak mau melewatkannya, kendati Tuty sedang hamil besar.
Sepanjang pertunjukan mereka melepas tawa dan menikmati irama musik berkelas. Maklum zaman itu tidak banyak orang yang bisa menikmati pertunjukan panggung kecuali kelompok-kelompok masyarakat ningrat.
Namun usai pertunjukan, Raden Burdah dibuat panik oleh istrinya yang mengaku mules berat. Ternyata memang benar, firasat Tuty malam sebelumnya yang bermimpi memeluk setangkai bunga mawar. Hari itu janin dalam perutnya sudah saatnya terlahir ke dunia. Rabu, 11 Desember 1946, bayi laki-laki yang kemudian diberi nama Irama itu lahir dengan selamat.

Pemberian nama Irama tidak lepas dari momen pertunjukan grup sandiwara Irama Baru yang baru mereka nikmati. Raden Burdah memang terinspirasi dari aksi panggung mereka, sehingga dititiskan menjadi nama sang putra.
Seperti ayahnya, dalam darah Irama juga mengalir keturunan ningrat Sukapura atau Tasikmalaya, sehingga berhak atas gelar Raden di depan namanya. Apalagi ibunya, juga masih memiliki darah keturunan Pangeran Jayakarta.
Dalam situasi kehidupan yang feodal saat itu, Irama pun dipanggil 'Den' atau 'Raden' oleh orang-orang di sekitarnya, terkhusus oleh kelas masyarakat bawah. Sehari-hari ayah dan ibunya juga berbicara dengan bahasa Belanda yang menunjukkan keningratan. Semua hidupnya juga serba teratur dengan menggunakan tata krama.
Namun di luar nama Raden Irama, sang ibu memiliki panggilan khusus untuk sang anak kesayangan, yakni Oma. Nama itu kemudian mengantarkan kepopuleran sebagai Oma Irama, seorang penyanyi dangdut, profesi yang sama sekali tidak pernah diharapkan oleh keluarganya.

Sang ibu sejak awal berharap anaknya bisa menjadi dokter, sementara ayahnya yang meninggal saat dirinya duduk di kelas 5 SD juga berharap menjadi hakim. Namun garis hidup berkata lain, Oma Irama memilih jalur seni dalam hidupnya.
Nama Irama terus dinamis dan bermetamorphosis seiring waktu. Baru sekitar tahun 1975, saat pulang menjalankan ibadah haji, gelar haji menjadi permak terakhirnya. Nama lengkapnya menjadi sangat panjang, Raden Haji Oma Irama yang kemudian ditulis R.H. Oma Irama atau Rhoma Irama. Jadi seharusnya tidak perlu lagi menambah H di depan nama Rhoma Irama.
Baca juga:
(Rumah tangga Tasya Farasya sedang berada di ujung tanduk. Beauty vlogger itu resmi mengirimkan gugatan cerai pada suaminya.)
(kpl/dar)
Darmadi Sasongko
Advertisement