Rahasia Tenang, Cara Orangtua Mengelola Emosi dan Tidak Mudah Marah pada Anak
Diterbitkan:

Ilustrasi Anak dan Orangtua. (hak cipta/Canva).
Kapanlagi.com - Menjadi orangtua adalah sebuah perjalanan yang penuh tantangan dan keindahan. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa sering kali kita menemukan diri kita dalam situasi yang menguji kesabaran, terutama ketika menghadapi perilaku anak yang kadang membuat kita jengkel.
Di sinilah pentingnya kita belajar untuk mengendalikan emosi dan tidak terjebak dalam amarah. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi berbagai tips menarik untuk membantu Anda tetap tenang saat menghadapi anak, sekaligus memberikan wawasan mendalam tentang betapa krusialnya pengendalian emosi dalam proses pengasuhan.
Bersiaplah untuk menemukan cara-cara baru yang dapat membuat pengalaman parenting Anda lebih menyenangkan dan harmonis, simak informasi lengkapnya seperti yang dilansir Kapanlagi.com dari berbagai sumber Rabu(20/11).
Advertisement
1. Memahami Penyebab Kemarahan pada Orangtua
Sebelum kita menyelami cara mengendalikan amarah, mari kita pahami terlebih dahulu mengapa orangtua sering kali terjebak dalam gelombang kemarahan terhadap anak-anak mereka. Berbagai faktor dapat memicu reaksi ini, seperti kelelahan fisik dan mental akibat rutinitas yang padat, tekanan dari pekerjaan atau masalah keuangan yang menghimpit, hingga kurangnya waktu untuk diri sendiri.
Tak jarang, ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap anak dan pengalaman masa kecil yang kurang menyenangkan turut berperan, ditambah lagi dengan minimnya pemahaman mengenai tahap perkembangan anak. Dengan mengenali dan memahami faktor-faktor ini, kita bisa lebih bijak dalam mengelola emosi dan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis bagi keluarga.
(Kondisi Fahmi Bo makin mengkhawatirkan, kini kakinya mengalami sebuah masalah hingga tak bisa digerakkan.)
2. Dampak Negatif Kemarahan Orangtua terhadap Anak
Kemarahan yang tak terkontrol dari orangtua bisa membawa dampak yang serius bagi perkembangan anak, baik sekarang maupun di masa depan. Anak-anak yang terpapar kemarahan ini berisiko mengalami penurunan rasa percaya diri, munculnya ketakutan dan kecemasan, serta gangguan emosional yang dapat mengganggu perilaku mereka.
Selain itu, mereka juga mungkin menghadapi kesulitan dalam menjalin hubungan sosial, prestasi akademik yang menurun, bahkan berisiko lebih tinggi mengalami depresi dan kecemasan saat dewasa. Oleh karena itu, sangat penting bagi orangtua untuk belajar mengelola emosi mereka demi menciptakan lingkungan yang sehat dan mendukung bagi tumbuh kembang anak-anak mereka.
3. Strategi Efektif untuk Mengendalikan Amarah
Mengelola amarah sebagai orangtua bisa jadi tantangan, tetapi ada beberapa strategi menarik yang dapat membantu Anda tetap tenang. Pertama, penting untuk mengenali tanda-tanda awal kemarahan, seperti detak jantung yang meningkat atau otot yang tegang, sehingga Anda bisa bertindak sebelum emosi meledak.
Jika perasaan mulai memuncak, cobalah teknik pernapasan dalam: tarik napas perlahan selama empat hitungan, tahan, lalu hembuskan. Jangan ragu untuk mengambil "time-out" jika Anda merasa kehilangan kendali tinggalkan sejenak situasi yang memicu kemarahan, pastikan anak aman, dan tenangkan diri.
Selain itu, ubah pola pikir negatif yang sering muncul alih-alih berpikir bahwa anak selalu membuat masalah, ingatlah bahwa mereka sedang belajar dan kadang melakukan kesalahan. Terakhir, praktikkan mindfulness dengan meluangkan waktu untuk meditasi atau fokus pada pernapasan Anda, sehingga Anda dapat merespons emosi dengan lebih bijaksana.
4. Membangun Komunikasi Positif dengan Anak
Komunikasi yang efektif adalah senjata ampuh untuk meredakan konflik dan mencegah ledakan emosi, terutama saat berinteraksi dengan anak. Untuk membangun komunikasi yang positif, cobalah beberapa tips menarik ini: Pertama, dengarkan dengan sepenuh hati tunjukkan perhatianmu saat anak berbicara dengan respons yang mendukung, sehingga mereka merasa dihargai.
Kedua, gunakan "pesan aku" agar anak memahami perasaanmu tanpa merasa disalahkan, misalnya, "Aku merasa kesal ketika melihat mainan berserakan." Ketiga, berikan pujian yang spesifik untuk memperkuat perilaku positif, seperti "Ibu senang melihat kamu membereskan mainanmu tanpa diminta."
Selain itu, hindari memberi label negatif yang bisa merusak rasa percaya diri anak, fokuslah pada perilaku yang ingin diubah. Terakhir, jadilah teladan yang baik anak-anak belajar banyak dari pengamatan, jadi tunjukkan cara berkomunikasi yang sehat dan pengelolaan emosi yang baik dalam keseharianmu.
5. Menerapkan Disiplin Positif
Disiplin positif adalah pendekatan yang mengutamakan pengajaran dan bimbingan kepada anak, bukan sekadar hukuman. Dalam menerapkan disiplin positif, ada beberapa prinsip yang dapat diadopsi:
Pertama, tetapkan aturan yang jelas dan konsisten, sambil melibatkan anak dalam proses pembuatannya agar mereka lebih memahami dan menghargainya. Selanjutnya, alih-alih memberi hukuman, berikan konsekuensi logis yang relevan dengan perilaku mereka, seperti jika mereka tidak merapikan mainan, maka mainan tersebut tidak bisa dimainkan untuk sementara.
Ketika menghadapi masalah, ajak anak untuk bersama-sama mencari solusi, sehingga mereka belajar memecahkan masalah dan merasa dihargai. Memberikan pilihan juga sangat penting, misalnya dengan menanyakan apakah mereka ingin mandi sebelum atau sesudah makan malam, sehingga anak merasa memiliki kontrol atas keputusan mereka.
Terakhir, hargai usaha mereka, bukan hanya hasil akhirnya, guna membangun ketahanan dan motivasi yang kuat dalam diri anak.
6. Mengelola Stres dan Merawat Diri Sendiri
Menjadi orangtua yang sabar dan tidak mudah marah adalah sebuah perjalanan yang memerlukan perhatian khusus terhadap diri sendiri dan pengelolaan stres. Untuk itu, penting bagi Anda untuk menyisihkan waktu untuk diri sendiri, melakukan hobi atau sekadar bersantai agar semangat tetap terjaga.
Jangan lupa untuk menjaga kesehatan fisik dengan mengonsumsi makanan bergizi, tidur yang cukup, dan rutin berolahraga semua ini dapat menjadi kunci untuk meningkatkan kesabaran. Selain itu, bangunlah sistem dukungan dengan mengajak pasangan, keluarga, atau teman untuk berbagi tanggung jawab pengasuhan, sehingga beban stres dapat terasa lebih ringan.
Untuk menenangkan pikiran dan tubuh, praktikkan teknik relaksasi seperti yoga atau meditasi. Jika Anda merasa kesulitan dalam mengelola emosi, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan profesional agar bisa mendapatkan panduan yang tepat.
7. Memahami Tahap Perkembangan Anak
Memahami setiap tahap perkembangan anak adalah kunci bagi orangtua untuk menetapkan ekspektasi yang realistis dan menghindari rasa frustrasi. Di usia 0-2 tahun, si kecil belajar melalui indera dan membangun kepercayaan dasar, meski belum mampu mengendalikan emosi mereka.
Masuk ke fase "terrible twos" di usia 2-3 tahun, anak mulai menunjukkan kemandirian dengan seringnya mengucapkan "tidak" dan mengalami tantrum. Pada usia 3-5 tahun, mereka mulai mengasah keterampilan sosial dan emosional, meskipun masih berjuang dengan berbagi dan pengelolaan emosi.
Ketika memasuki usia 6-12 tahun, kemampuan berpikir logis dan pemahaman moral mulai berkembang, dan perhatian mereka pun beralih ke pendapat teman sebaya. Akhirnya, di masa remaja, mereka mengalami perubahan fisik dan emosional yang signifikan, sambil mencari identitas diri dan menguji batasan yang ada.
(Tom Holland alami gegar otak ringan saat lakukan syuting SPIDER-MAN: BRAND NEW DAY.)
(kpl/rao)
M Rizal Ahba Ohorella
Advertisement