Annika Kuyper Kagumi Komunitas Samin

Kapanlagi.com - Annika Kuyper, bintang utama film LARI DARI BLORA kagum pada cara hidup masyarakat Samin di Dukuh Karang Malang, Sukolilo, Pati, Jawa Tengah.

"Saya sangat kagum dan tertarik. Seperti di Belanda, warga di sini tidak mengenal KUA atau pernikahan resmi," katanya saat ditemui di sela syuting di sebuah rumah di daerah Sukolilo, Minggu.

Menurut dia, setelah mengenal dari dekat dan berkomunikasi dengan warga desa Samin selama dua minggu, ia merasa cocok dengan tata cara kehidupan mereka, yang lebih mengutamakan kerukunan, kejujuran, dan tidak berbuat jahat kepada orang.

Annika mengakui, di negeri asalnya, memang banyak pasangan yang hidup sebagai suami isteri dan berkeluarga tanpa harus melewati prosedur dan ikatan pernikahan legal. "Jadi kalau sudah sama-sama cinta dan sepakat, ya sudah, dan pemerintah mengakui," katanya.

Ketika ditanyakan mengenai komunitas Samin yang tidak mengenal agama meskipun mengakui adanya Tuhan, ia mengatakan, "Saya sependapat dengan mereka."

Agama, katanya, bukan masalah utama tetapi yang terpenting adalah sifat jujur. Satu hal yang membuatnya prihatin adalah sikap para orangtua yang tidak menganjurkan anak-anak mengecap pendidikan formal.

"Mereka tidak bisa baca tulis, cuma diajari bagaimana hidup dan bekerja dan tidak bersosialissi dengan orang luar," katanya.

Dalam film LARI DARI BLORA, Annika berperan sebagai Cintya, seorang gadis Amerika yang masuk ke dalam komunitas Samin untuk mengadakan penelitian.

Salah satu adegan paling sulit tetapi juga mengesankan adalah ketika ia harus mandi telanjang di kolam pada malam hari. "Dingin sekali," katanya.

Lahir di Belanda, 30 Desember 1981, Annika sudah menetap di Indonesia selama hampir lima tahun. Sebelum main dalam LARI DARI BLORA produksi Ibar Pictures dengan sutradara Akhlis Suryapati, ia sudah ikut membintangi beberapa film termasuk GERBANG 13.

Masyarakat Samin adalah komunitas dengan budaya ekslusif, terbentuk oleh Samin Surosentiko (Raden Kohar, 1859-1914) asal Randhublatung, Blora.

Sejak 1890, Samin menyebarkan ajarannya dari desa Klopodhuwur, Blora hingga ke Pati, Rembang, Purwodadi, Bojonegara, Madiun, Kudus dan beberapa daerah lain di Tanah Air.

Saminisme dimulai dari pembangkangan atas program perluasan hutan jati oleh pemerintah Hindia Belanda, kemudian berkembang menjadi gerakan batin menentang segala formalitas, pembayaran pajak, administrasi negara, juga tidak percaya lembaga sekolah.

Menurut Akhlis, komunitas Samin sampai sekarang lebih mengedepankan tata harmoni kehidupan, keselarasan dengan alam, tidak mengenal lembaga pernikahan formal (KUA maupun Kantor Catatan Sipil). "Mereka memahami agama sebagai gaman (senjata), yaitu alat vital," kata sutradara kelahiran Pati itu.

(*/erl)

Editor:

Erlin

Rekomendasi
Trending