Kapanlagi.com - Sebagai bentuk peringatan hari Kebangkitan Nasional 103 tahun, Yayasan Lontar dan Djarum Foundation, menerjemahkan karya-karya sastra Indonesia ke bahasa Inggris agar dapat dinikmati pembaca di seluruh dunia. Jumlah karya saat ini 10 buku, dengan proyek 50 buku secara keseluruhan. Karya-karya tersebut masuk dalam Modern Library of Indonesia, dirilis Kamis 19 Mei, di toko buku Aksara, Grand Indonesia, Jakarta.

10 bukunya adalah Never the Twain (Salah Asuhan), Shackles (Belenggu), The Fall and the Heart (Kejatuhan dan Hati), Mirah of Banda (Mirah dari Banda), Family Room, And the War is Over (Dan Perang pun Usai), The Pilgrim (Ziarah), Siti Nurbaya, Telegram, dan Supernova. Dari sepuluh karya tersebut hanya dua orang penulis yang masih hidup, Putu Wijaya dan Dewi Lestari.

"Ini jadi tantangan bagi saya karena penulisannya banyak yang sudah meninggal, jadi harus mengumpulkan persetujuan seluruh ahli waris untuk menerjemahkan buku-bukunya," ujar John McGlynn, penyunting seri Modern Library.

Pria bule tersebut tertarik menterjemahkan buku sastra Indonesia sejak tahun 80an. "Karena saya suka sekali dengan sastra Indonesia. Saya berharap dunia bisa melihat Indonesia dari sisi sastra. Sebenarnya Yayasan Lontar sudah berdiri tahun 1987, tapi dulu tidak memiliki cukup modal. Baru sekarang ketika tekhnologi percetakan bisa sedemikian mudah menerbitkan buku ini ke luar negeri jadi lebih mudah," paparnya.

Sebagai penulis Supernova, Dewi Lestari alias Dee merasa bangga dengan adanya seri The Modern Library of Indonesia.

"Ini mimpi yang akhirnya terwujud setelah sekian lama. Sebenarnya ingin menterjemahkan Supernova sejak 2002. Tidak semua punya kesempatan bukunya masuk dalam Modern Library. Setidaknya sekarang kalau orang luar ingin mencari buku saya lebih mudah," cetusnya.