Nama Raja Kerajaan Majapahit: Daftar Lengkap Penguasa Terbesar Nusantara

Nama Raja Kerajaan Majapahit: Daftar Lengkap Penguasa Terbesar Nusantara
nama raja kerajaan majapahit

Kapanlagi.com - Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara yang dipimpin oleh 13 raja selama lebih dari dua abad. Nama raja Kerajaan Majapahit mencerminkan perjalanan panjang sebuah kemaharajaan yang menguasai hampir seluruh wilayah Asia Tenggara pada masa kejayaannya.

Setiap penguasa memiliki karakteristik dan pencapaian yang berbeda dalam memimpin kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Nusantara ini. Dari Raden Wijaya sebagai pendiri hingga Patih Udara sebagai raja terakhir, nama raja Kerajaan Majapahit menjadi bagian penting dalam memahami sejarah Indonesia.

Menurut Ensiklopedi Budaya Islam Nusantara, sumber-sumber babad telah memberikan gambaran historis tentang proses pemerintahan di Jawa sebagai bagian tak terpisahkan dari perjalanan kerajaan-kerajaan besar Nusantara, termasuk Majapahit yang berkuasa sekalipun komunitas Islam telah tumbuh di lingkungan kota pelabuhan seperti Surabaya, Gresik dan Tuban.

1. Daftar Lengkap Nama Raja Kerajaan Majapahit

Daftar Lengkap Nama Raja Kerajaan Majapahit (c) Ilustrasi AI

Kerajaan Majapahit yang berdiri dari tahun 1293 hingga 1527 Masehi dipimpin oleh serangkaian penguasa yang memiliki peran penting dalam sejarah Nusantara.

  1. Raden Wijaya atau Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309 M) - Pendiri dan raja pertama Kerajaan Majapahit yang berhasil mengalahkan pasukan Mongol dan mendirikan kerajaan di hutan Tarik.
  2. Kalagemet atau Sri Jayanagara (1309-1328 M) - Putra Raden Wijaya yang menghadapi berbagai pemberontakan selama masa pemerintahannya, termasuk pemberontakan Ranggalawe dan Sora.
  3. Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350 M) - Ratu yang memerintah dengan bantuan Patih Gajah Mada dan berhasil memperluas wilayah kekuasaan Majapahit hingga Sumatra dan Semenanjung Malaya.
  4. Hayam Wuruk atau Sri Rajasanagara (1350-1389 M) - Raja yang membawa Majapahit ke puncak kejayaannya dengan wilayah kekuasaan meliputi hampir seluruh Nusantara.
  5. Wikramawardhana (1389-1429 M) - Putra Hayam Wuruk yang menghadapi Perang Paregreg selama 12 tahun melawan Bhre Wirabhumi.
  6. Ratu Suhita atau Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447 M) - Putri Wikramawardhana yang memerintah bersama suaminya Bhra Hyang Parameswara Ratna Pangkaja.
  7. Kertawijaya atau Brawijaya I (1447-1451 M) - Raja yang menghadapi berbagai bencana alam termasuk gempa bumi dan letusan gunung berapi.
  8. Rajasawardhana atau Brawijaya II (1451-1453 M) - Putra Kertawijaya yang memerintah singkat selama dua tahun sebelum meninggal karena sakit.
  9. Purwawisesa atau Girishawardhana atau Brawijaya III (1456-1466 M) - Raja yang naik tahta setelah kekosongan pemerintahan selama tiga tahun.
  10. Bhre Pandansalas atau Suraprabhawa atau Brawijaya IV (1466-1468 M) - Raja yang menghadapi kemunduran dan perpecahan di berbagai wilayah kekuasaan Majapahit.
  11. Bhre Kertabumi atau Brawijaya V (1468-1478 M) - Raja yang menghadapi serangan dari Kesultanan Demak yang semakin menguat.
  12. Girindrawardhana atau Brawijaya VI (1478-1489 M) - Raja yang berusaha menyatukan kembali Majapahit namun tidak berhasil memulihkan kejayaan kerajaan.
  13. Patih Udara (1489-1527 M) - Patih yang menjadi raja terakhir Majapahit hingga kerajaan ini akhirnya runtuh akibat serangan Kesultanan Demak.

Melansir dari Tradisi & Kebudayaan Nusantara, pada masa Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh raja Hayam Wuruk, terdapat upacara sraddha yang sangat terkenal sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasa para leluhur yang telah meninggal dunia, yang dipimpin oleh seorang Bhiksu kerajaan karena Majapahit merupakan kerajaan yang bercorak Hindu Buddha.

2. Raja Pendiri: Raden Wijaya (1293-1309 M)

Raja Pendiri: Raden Wijaya (1293-1309 M) (c) Ilustrasi AI

Raden Wijaya atau Dyah Wijaya merupakan tokoh sentral dalam pendirian Kerajaan Majapahit. Sebagai menantu Raja Kertanegara dari Kerajaan Singasari, ia berhasil memanfaatkan situasi politik yang kompleks untuk mendirikan kerajaan baru. Setelah Singasari runtuh akibat pemberontakan Jayakatwang, Raden Wijaya menggunakan strategi diplomasi yang cerdik dengan bekerja sama sementara dengan pasukan Mongol untuk mengalahkan Jayakatwang, kemudian menyingkirkan pasukan Mongol dari tanah Jawa.

Keberhasilan Raden Wijaya dalam mendirikan Majapahit tidak lepas dari dukungan Aria Wiraraja yang memberikan saran strategis. Ia membangun desa baru di hutan Tarik yang dinamai Majapahit, diambil dari nama buah maja yang pahit rasanya. Pada tanggal 15 Kartika 1215 Saka atau 10 November 1293, ia memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana.

Selama masa pemerintahannya, Raden Wijaya fokus membangun fondasi kerajaan yang kuat melalui pengembangan perdagangan dan hubungan diplomatik dengan negara-negara tetangga seperti Tiongkok dan Kamboja. Kebijakan ini menjadi dasar bagi perkembangan Majapahit menjadi kekuatan maritim yang dominan di Asia Tenggara.

Mengutip dari Panduan Pencak Silat Seni Tunggal, pada zaman kerajaan di Indonesia, termasuk Kerajaan Majapahit pada masa keemasannya yang dipimpin oleh baginda raja Hayam Wuruk dan maha patih Gajah Mada, perkembangan pencak silat bertumpu pada pertahanan integritas kerajaan serta kebutuhan akan perluasan daerah kekuasaan dengan prajurit-prajurit yang tangguh.

3. Masa Keemasan: Raja Hayam Wuruk (1350-1389 M)

Masa Keemasan: Raja Hayam Wuruk (1350-1389 M) (c) Ilustrasi AI

Hayam Wuruk atau Sri Rajasanagara dikenal sebagai raja terbesar dalam sejarah Majapahit yang membawa kerajaan ke puncak kejayaannya. Naik tahta pada usia 16 tahun, ia memimpin dengan kebijaksanaan yang luar biasa dan didukung oleh Patih Gajah Mada yang terkenal dengan Sumpah Palapa. Kombinasi kepemimpinan yang visioner dan dukungan patih yang loyal menciptakan era keemasan yang tidak pernah terulang dalam sejarah Nusantara.

Wilayah kekuasaan Majapahit pada masa Hayam Wuruk meliputi hampir seluruh kepulauan Nusantara, termasuk Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga sebagian Semenanjung Malaya dan Filipina selatan. Pencapaian ini tercatat dalam Kakawin Nagarakertagama yang menyebutkan 98 wilayah kekuasaan Majapahit. Sistem pemerintahan mandala yang diterapkan memungkinkan kerajaan-kerajaan bawahan mempertahankan otonomi budaya sambil mengakui supremasi Majapahit.

Kebijakan dalam negeri Hayam Wuruk fokus pada kesejahteraan rakyat melalui pembangunan infrastruktur seperti tanggul sungai, waduk, dan pelabuhan. Ia juga mengembangkan sistem perpajakan yang efektif dan menjaga kerukunan antarumat beragama. Perjalanan raja ke daerah-daerah untuk melihat langsung kondisi rakyat menunjukkan gaya kepemimpinan yang merakyat dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Dalam bidang diplomasi, Hayam Wuruk berhasil menjalin hubungan baik dengan berbagai negara tetangga, termasuk Tiongkok pada masa Dinasti Yuan dan Ming. Catatan laksamana Ming Zheng He memberikan gambaran detail tentang kemegahan istana Majapahit dan sistem pemerintahan yang terorganisir dengan baik pada masa ini.

4. Periode Kemunduran dan Raja-Raja Akhir

Periode Kemunduran dan Raja-Raja Akhir (c) Ilustrasi AI

Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit mulai mengalami kemunduran yang ditandai dengan berbagai konflik internal dan eksternal. Wikramawardhana, penerus Hayam Wuruk, harus menghadapi Perang Paregreg yang berlangsung selama 12 tahun melawan Bhre Wirabhumi yang mengklaim hak atas tahta. Perang saudara ini melemahkan struktur kekuasaan dan menguras sumber daya kerajaan secara signifikan.

Raja-raja periode akhir seperti Suhita, Kertawijaya, dan Rajasawardhana berusaha mempertahankan keutuhan kerajaan namun menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Munculnya kekuatan Islam di pesisir utara Jawa, khususnya Kesultanan Demak yang dipimpin Raden Patah, menjadi ancaman serius bagi eksistensi Majapahit. Serangan-serangan berulang dari Demak secara bertahap menggerus wilayah kekuasaan Majapahit.

Bhre Kertabumi atau Brawijaya V menghadapi tekanan yang semakin intensif dari kekuatan Islam yang menguat. Meskipun berusaha mempertahankan wilayah inti kerajaan, kekuasaan Majapahit terus menyusut. Girindrawardhana sebagai raja terakhir yang berkuasa secara mandiri berupaya menyatukan kembali kerajaan namun tidak berhasil menghentikan proses kemunduran yang telah berlangsung puluhan tahun.

Patih Udara sebagai penguasa terakhir menyaksikan keruntuhan final Majapahit pada tahun 1527 ketika Kesultanan Demak berhasil merebut Daha, ibu kota terakhir kerajaan. Kejatuhan ini menandai berakhirnya era kerajaan Hindu-Buddha di Jawa dan dimulainya dominasi kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.

5. Warisan dan Pengaruh Para Raja Majapahit

Warisan dan Pengaruh Para Raja Majapahit (c) Ilustrasi AI

Para raja Majapahit meninggalkan warisan yang sangat berharga bagi peradaban Indonesia dan Asia Tenggara. Sistem pemerintahan mandala yang dikembangkan menjadi model bagi hubungan antarnegara di kawasan ini. Konsep persatuan Nusantara yang dicetuskan melalui Sumpah Palapa Gajah Mada pada masa Tribhuwana Wijayatunggadewi dan Hayam Wuruk menjadi inspirasi bagi cita-cita persatuan Indonesia modern.

Dalam bidang budaya, para raja Majapahit mendukung perkembangan seni, sastra, dan arsitektur yang mencapai puncaknya pada abad ke-14. Kakawin Nagarakertagama, relief-relief candi, dan berbagai karya seni lainnya mencerminkan tingginya peradaban pada masa itu. Sistem pendidikan dan penyebaran agama Hindu-Buddha juga berkembang pesat, menciptakan sintesis unik antara tradisi lokal dan pengaruh India.

Kebijakan ekonomi yang dikembangkan para raja Majapahit, khususnya dalam bidang perdagangan maritim, menjadikan Nusantara sebagai pusat perdagangan internasional. Jaringan perdagangan yang membentang dari Tiongkok hingga India melalui pelabuhan-pelabuhan Majapahit menciptakan kemakmuran dan pertukaran budaya yang luas. Mata uang, sistem perpajakan, dan regulasi perdagangan yang diterapkan menunjukkan kecanggihan administrasi kerajaan.

Pengaruh diplomatik Majapahit terhadap negara-negara Asia Tenggara juga sangat signifikan. Hubungan dengan Tiongkok, Kamboja, Ayutthaya, dan kerajaan-kerajaan lain di kawasan ini menciptakan stabilitas regional dan pertukaran teknologi serta pengetahuan. Warisan ini menjadi fondasi bagi konsep kerjasama regional yang berkembang hingga saat ini.

6. FAQ (Frequently Asked Questions)

FAQ (Frequently Asked Questions) (c) Ilustrasi AI

Siapa raja pertama Kerajaan Majapahit?

Raja pertama Kerajaan Majapahit adalah Raden Wijaya atau Kertarajasa Jayawardhana yang memerintah dari tahun 1293 hingga 1309 M. Ia adalah pendiri kerajaan yang berhasil mengalahkan pasukan Mongol dan mendirikan kerajaan di hutan Tarik.

Raja mana yang membawa Majapahit ke puncak kejayaan?

Raja Hayam Wuruk atau Sri Rajasanagara (1350-1389 M) adalah raja yang membawa Majapahit ke puncak kejayaannya. Dengan bantuan Patih Gajah Mada, wilayah kekuasaan Majapahit meliputi hampir seluruh Nusantara dan sebagian Asia Tenggara.

Berapa jumlah total raja yang pernah memerintah Majapahit?

Terdapat 13 raja yang pernah memerintah Kerajaan Majapahit selama lebih dari dua abad, dari Raden Wijaya sebagai pendiri hingga Patih Udara sebagai raja terakhir pada tahun 1527 M.

Siapa raja terakhir Kerajaan Majapahit?

Raja terakhir Kerajaan Majapahit adalah Patih Udara yang memerintah dari tahun 1489 hingga 1527 M. Pada masa pemerintahannya, Majapahit akhirnya runtuh akibat serangan Kesultanan Demak.

Raja perempuan mana saja yang pernah memerintah Majapahit?

Terdapat dua raja perempuan yang pernah memerintah Majapahit, yaitu Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350 M) dan Ratu Suhita atau Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447 M). Keduanya berhasil memimpin kerajaan dengan baik pada masanya.

Apa gelar yang digunakan oleh raja-raja Majapahit?

Raja-raja Majapahit menggunakan berbagai gelar seperti Sri, Kertarajasa, Jayawardhana, Rajasanagara, dan Brawijaya. Gelar Brawijaya khususnya digunakan oleh beberapa raja pada periode akhir kerajaan sebagai simbol kontinuitas dinasti.

Bagaimana sistem suksesi tahta di Kerajaan Majapahit?

Sistem suksesi tahta di Majapahit umumnya mengikuti garis keturunan, namun tidak selalu dari ayah ke anak laki-laki tertua. Beberapa kasus menunjukkan tahta dapat diwariskan kepada putri atau saudara, seperti yang terjadi pada Tribhuwana Wijayatunggadewi yang menggantikan Jayanegara.

(kpl/fds)

Editor:

Fridia Efanny

Rekomendasi
Trending