Fakta-Fakta Film Animasi 'MERAH PUTIH ONE FOR ALL', Dibuat dengan Urunan - Dikritik Sutradara Ternama

Penulis: Tantri Dwi Rahmawati

Diperbarui: Diterbitkan:

Fakta-Fakta Film Animasi 'MERAH PUTIH ONE FOR ALL', Dibuat dengan Urunan - Dikritik Sutradara Ternama
MERAH PUTIH ONE FOR ALL (Credit: Youtube/Historika Film)

Kapanlagi.com - Menjelang perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, industri hiburan Tanah Air diwarnai oleh kemunculan film animasi bertema nasionalisme berjudul MERAH PUTIH ONE FOR ALL. Film yang dijadwalkan tayang pada 14 Agustus 2025 ini memiliki sederet fakta. Apa saja itu?

1. Produksi Perfiki Kreasindo

Film ini diproduksi oleh Perfiki Kreasindo, sebuah yayasan pengembangan perfilman nasional yang beroperasi secara independen dan bukan bagian dari badan usaha milik negara (BUMN). Fakta ini sekaligus membantah isu yang sempat beredar di media sosial bahwa proyek ini didanai langsung oleh pemerintah.

Perfiki Kreasindo berada di bawah Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, lembaga yang selama ini berperan dalam memajukan perfilman lokal. Meski namanya jarang terdengar di telinga publik dibanding rumah produksi besar, yayasan ini punya visi memberi ruang bagi karya kreatif anak bangsa di layar lebar.

Film ini digawangi oleh nama-nama yang tidak cukup familiar di industri film arus utama, seperti Toto Soegriwo (produser utama), Sonny Pudjisasono (produser eksekutif), serta Endiarto dan Bintang Takari yang duduk di kursi sutradara.

(Kondisi Fahmi Bo makin mengkhawatirkan, kini kakinya mengalami sebuah masalah hingga tak bisa digerakkan.)

2. Diduga Telan Biaya Rp6,7 Miliar

Diduga Telan Biaya Rp6,7 Miliar

Salah satu sorotan terbesar datang dari sisi pendanaan. Biaya produksi film ini disebut-sebut mencapai Rp6,7 miliar dan menggunakan uang negara. Angka ini, menurut banyak pihak, tidak sebanding dengan hasilnya yang tercermin dari trailer.

Toto Soegriwo bahkan sempat merasa tertekan secara pribadi atas tudingan penggunaan dana pemerintah, dan menyebut tuduhan itu sebagai fitnah keji yang berdampak pada keluarganya.

Tudingan tersebut pun akhirnya dibantah oleh Endiarto selaku produser eksekutif. Dengan tegas, Endiarto menyatakan bahwa jika ia memiliki dana sebesar itu, nasib filmnya tentu akan sangat berbeda, terutama dalam hal jumlah layar penayangan di bioskop. Ia memberikan gambaran kontras antara isu yang beredar dengan kenyataan pahit yang dihadapinya.

3. Hasil Patungan

Hasil Patungan

"Kalau ada (dana Rp6,7 Miliar), saya enggak akan, hari ini bisa tayang 400 layar," jelas Endiarto saat ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (12/8/2025).

Pada wawancara dengan detik.com, Endiarto menyebut biaya produksi ditutup dengan cara urunan.

"Ini sumbangsih kami, biayanya juga kami gotong royong. Jadi semua termasuk dubber dan kru kita gak pake orang-orang yang top. Kalau kita pakai orang-orang yang sudah punya nama, dari mana kita bisa kasih mereka apresiasi. Kita urunan gotong royong sama mereka yang punya niat, nah gotong royongnya jangan salah juga. Kita bukan gotong royong dalam bentuk uang, tapi effortnya," ungkapnya.

4. Diduga Aset Animasinya Tak Bikin Sendiri

Diduga Aset Animasinya Tak Bikin Sendiri

Tak berhenti di situ, film ini juga diwarnai dugaan penggunaan aset animasi yang dibeli dengan harga murah. Beberapa pengamat mengklaim menemukan aset visual yang mirip dengan template internasional. Spekulasi ini semakin memanaskan diskusi di dunia maya, apalagi bila dibandingkan dengan ekspektasi publik terhadap film peringatan kemerdekaan.

Meski menuai kritik, tim produksi tetap menjalankan promosi secara masif. Dari pantauan akun Facebook Toto Soegriwo, rangkaian kegiatan seperti talkshow, kunjungan media, hingga gala premiere telah digelar sebelum perilisan.

5. Proses Produksi yang Singkat

Proses Produksi yang Singkat

Yang membuat publik tercengang adalah proses produksinya yang terbilang super singkat yakni dimulai pada Juni 2025 dan resmi tayang pada 14 Agustus 2025. Padahal, di industri animasi, pengerjaan biasanya memakan waktu bertahun-tahun demi menjaga kualitas visual dan alur cerita.

Tak hanya itu, MERAH PUTIH ONE FOR ALL juga dengan mudah mendapatkan jadwal tayang pada 14 Agustus 2025. Sementara film lokal lainnya harus mengantri lama untuk mendapatkan jadwal tayang.

6. Dikritik Hanung Bramantyo

Dikritik Hanung Bramantyo

Gelombang kritik datang deras dari kalangan profesional, termasuk sutradara kenamaan Hanung Bramantyo. Melalui media sosial, Hanung menilai bujet Rp6,7 miliar, apalagi setelah dipotong pajak 13%, tidak akan bisa menghasilkan film animasi dengan kualitas layak layar lebar.

Menurutnya, film animasi yang kompetitif memerlukan dana minimal Rp 30–40 miliar di luar biaya promosi, serta waktu produksi empat hingga lima tahun. Hanung bahkan menulis tegas, “Budget 7M untuk Film Animasi, potong pajak 13% kisaran 6M, sekalipun tidak dikorupsi, hasilnya tetap JELEK!!!”

7. Wamen Ekraf Buka Suara

Wamen Ekraf Buka Suara

Di tengah pro-kontra tersebut, Wamen Ekraf Irene Umar kembali meluruskan isu yang berkembang. Ia mengatakan, “Kami hanya memberi masukan teknis. Tidak ada pendanaan, tidak ada promosi dari pemerintah. Semua murni dari pihak produser.”

Pernyataan ini sekaligus menegaskan bahwa proyek MERAH PUTIH ONE FOR ALL sepenuhnya adalah inisiatif independen. Akhirnya, MERAH PUTIH ONE FOR ALL tetap melaju di bioskop-bioskop Tanah Air sebagai salah satu film animasi bertema nasionalisme di bulan kemerdekaan.

Namun, jejaknya di dunia hiburan Indonesia meninggalkan catatan penting: bahwa di era keterbukaan informasi, publik semakin kritis menilai transparansi produksi, kualitas karya, dan proporsionalitas biaya terhadap hasil yang disajikan di layar lebar.

(Transformasi mencengangkan! Asri Welas sekarang terlihat makin cantik dan hot!)

Rekomendasi
Trending