Lika Liku Industri Musik Nasional (3)

Menaruh Harapan Lewat Gerakan Musik Indie di Tanah Air

Penulis: Adhib Mujaddid

Diperbarui: Diterbitkan:

Menaruh Harapan Lewat Gerakan Musik Indie di Tanah Air @foto: KapanLagi.com®
Kapanlagi.com - Seperti apakah sebenarnya musik indie? Pertanyaan tersebut sederhana, namun butuh rangkaian kata yang panjang untuk menjawabnya. Apalagi bila dikaitkan dengan bagaimana musik indie mampu tumbuh dan terus berkembang di tanah air. Yang pasti begitu banyak efek positif yang timbul dari gerakan musik Indie ini. Mereka berjuang membentuk komunitas, support satu sama lain, melebarkannya, dan mereka berhasil memikat publik pecinta musik di tanah air.


Gerakan musik indie bisa dibilang bervariatif, begitu pula dengan genre yang diusung oleh band dan musisinya, sangat beragam. Bisa dibilang, indie adalah surga bagi penikmat musik.


Mereka dapat mendengarkan berbagai jenis musik dan bertemu dengan beragam musisi yang mungkin tidak pernah menjadi bahasan bagi media media mainstream tanah air. Mereka dengan angkuhnya menyandang predikat sebagai media entertainment. Hmm menyedihkan, namun itulah fakta.


Yah, bisa dibilang porsi pemberitaan tentang musisi indie begitu minim di negeri ini. Padahal begitu banyak talenta handal yang layak untuk disorot. Bahkan bisa dinilai musisi indie adalah anak tiri jika dibandingkan dengan musisi yang menganut aliran populer. Namun roda sepertinya berbalik, selera kendali atas pilihan pasar populer yang dahulu meminggirkan mereka kini seakan berbalik untuk memeluk para musisi yang memilih jalur Indie.


Dari kualitas skill musisinya, hasil recording ataupun penjualan merchandise, indie bisa dikatakan sangat mumpuni. Banyak pelaku indie yang kini memanen hasil manis lewat usaha dan perjuangan mereka. Bahkan gerakan musik indie ini bisa menghidupi usaha-usaha kecil, seperti percetakan misalnya.


Choky vokalis Dirty Edge, band beraliran hardcore asal Jakarta misalnya, kepada KapanLagi.com® memaparkan bahwa merchandise bandnya sangat laris diburu penggemar. Dalam sebulan saja penjualan merchandisenya bandnya itu laris manis diserbu tiada henti. Banyaknya permintaan tersebut diatasi oleh Choky lewat kerjasama dengan beberapa rekan yang membuka usaha kecil di bidang percetakan.


Dirty Edge @foto: Facebook Dirty EdgeDirty Edge @foto: Facebook Dirty Edge


"Alhamdullilah semua pesanan itu nggak ada kendala berarti yah. Karena intinya kita berbagi, kita nggak mau telan rezeki itu sendirian. Kita support kawan kawan yang membuka usaha kecil percetakan. Kita kerjasama sama mereka untuk menyediakan merchandise-nya Dirty Edge secara ready stock. Hasilnya tuh mereka sekarang ketawa ketawa senang kita juga senang, yang beli merchandise kita malah lebih senang. Soalnya saya sama personel yang lain sepakat lebih baik bantu kawan dahulu yang buka usaha kecil ketimbang teken kontrak soal merchadise  sama perusahaan besar yang sudah pasti mau untung besar. Buat kami sih berbagi itu indah," papar Choky.


Pembelian merchandise itu sendiri cukup membantu bagi kelancaran operasional band. Bahkan tak jarang hal tersebut memberikan masukan lebih bagi para personelnya.  "Yah lumayanlah buat biaya latihan hingga recording. Bahkan terkadang kita kelebihan dan hasilnya bisa buat tambahan untuk para personel," ujarnya sambil tertawa.


Sisi lain yang cukup membanggakan dari gerakan musik indie ini adalah aksi mereka meluncurkan rekaman berformat split dengan musisi luar negeri. Bahkan tanpa perlu dengung atau cuap cuap go internasional pun banyak musisi ataupun band band Indie yang mendapatkan apresiasi dari kalangan pecinta musik Internasional. Sebut saja Burgerkill, Noxa, The Sigit, Seringai, Superman Is Dead dan lain-lain. Mereka mendapatkan dua jempol dan apresiasi dari para penikmat musik, atas karya karya yang mereka bawakan saat menggelar show di luar negeri.


Superman Is Dead @Foto: KapanLagi.com®Superman Is Dead @Foto: KapanLagi.com®


Satu hal penting dari gerakan musik ini adalah mereka mampu mendistribusikan berbagai berbagai produk seperti CD maupun merchandise hingga ke pelosok indonesia tanpa harus bergantung dengan keberadaan toko ataupun distributor yang menetapkan tarif potongan tertentu. Gerilya penjualan melalui sistem online yang mereka lakukan diserbu laris manis oleh fanbase mereka di berbagai daerah di tanah air.


Selain mampu melahirkan kecintaan publik pecinta musik di tanah air, gerakan indie ini juga telah membuka wawasan serta cakrawala di kalangan pecinta musik mainsteam populer dengan berbagai warna dan genre musik. Sebut saja Arthur pria yang baru dua tahun belakangan mengetahui apa itu musik Indie. Jimmy kini begitu antusias dengan wawasan dan dan keberagaman aliran musik yang ada dalam gerakan Indie.


Kepada KapanLagi.com® dirinya mengaku bahwa kecintaannya terhadap grup-grup indie semakin bertambah manakala dia mengetahui banyak band bagus dengan label Indie. "Aku tuh baru sadar kalau di indonesia itu penuh dengan band yang bagus-bagus banget. Rada-rada nyesel aja kalau aku baru dua tahun mengetahui hal itu. Telat banget yah."


Kecintaan Arthur terhadap indie ini terjadi dirinya merasa jenuh dan bosan dengan musik populer yang biasa dia konsumsi. Warna musik yang lebih variatif ditemukannya ketika menyaksikan acara musik Indie.


"Aku tuh awalnya suka banget sama band band kaya Radja, ST12, Peterpan, d masiv dan lainnya pokoknya yang sering main di acara-acara TV gitu deh. Tapi kalau ingat itu aku jadi kayak malu aja. Soalnya apa yang aku cari sudah aku temukan, pokoknya malu banget deh mas. Soalnya  lagunya paling itu lagi itu lagi cinta-cintaan melulu, jadi kaya pengemis cinta aja. Begitu denger musik kaya metal, hardcore atau pun punk aku tuh jadi kayak berasa gagah, jadi kayak laki beneran deh, sumpah!" ujar Arthur.


Lain lagi dengan Windy Jamesson, wanita berdarah indo blasteran yang sudah sejak tahun 2002 bekerja sebagai seorang manager penyiaran di sebuah jaringan komunikasi dan penyiaran  di Amerika ini rupanya punya pengalaman dan cerita menarik seputar menyangkut perkembangan musik indie ditanah air.


"Tadinya aku tuh sering mampir di sebuah klub di California. Awalnya  sih cuma chit chat aja sama beberapa orang. Aku tuh kaget banget yah banyak banget band-band yang aku awalnya ga tahu  tapi mereka menanyakan ihwal band-band itu. Ada yang tanya Gugun Blues Shelter ada yang tanya Rama Satria, The Sigit, waah banyak deeh" cerita Windy tentang asal muasal dirinya mengenal dunia indie di tanah air.


The SIGIT @foto: KapanLagi.com®The SIGIT @foto: KapanLagi.com®


Windy pun mulai mencari tahu band band  indie di tanah air lewat browsing via internet di sela-sela kesibukannya bekerja ataupun di saat santai. Pertemuan dan pembicaraan intensif dengan beberapa koleganya di Amerika ahirnya membuat Windy jatuh cinta pada musik indie asal negeri sendiri, Indonesia.  Para kolega Windy pun banyak yang memesan barang barang seperti CD ataupun merchandise lain setiap Windy pulang ke tanah air.


"Jadinya gini, selama empat tahun belakangan ini, setiap kepulangan aku ke Indonesia aku di kasih listing pesanan ada yang pesen CD, t shirt, minta nomor kontak, pokoknya banyak banget. Dan aku tuh kalau pas mau pulang ke Amerika dari tanah air selalu aja extra bagasi. Tapi ga apa-apa deh. Soalnya bule-bule itu jadi kenal banyak dengan musik-musik dan band-band dari negeri kita," tutur Windy.


Ditambahkan oleh Windy, tak jarang dirinya harus menjadi tur guide bagi banyak kawan dan koleganya saat pulang ke tanah air. "Beberapa kali malah bule-bule itu ikut aku pulang ke Indonesia untuk menyaksikan band-band indie Indonesia tampil dan mereka semua puas sebab selain bagus band-band indonesia itu ramah dan cool kata bule-bule itu," ujar Windy.


Berbicara masalah kualitas, pecinta musik tentunya masih ingat dengan prestasi band asal Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Burgerkill yang pada tahun lalu meraih penghargaan Metal As F**k di ajang metal internasional paling bergengsi, Metalhammer Golden Gods Awards 2013 yang digelar di kota London, Inggris. Kepada KapanLagi.com®, gitaris sekaligus pendiri Burgerkill, Eben menceritakan bahwa penghargaan itu terus memotivasi dirinya untuk berkarya.


Burgerkill @foto: KapanLagi.com®Burgerkill @foto: KapanLagi.com®


"Alhamdulillah buat penghargaan itu. Buat gue sekarang yang penting adalah penghargaan ini bakal motivasi gue dan temen-temen di Burgerkill untuk membuat karya-karya yang cadas lagi ke depannya. Gue dan temen-temenn ga mau terlena dan jadi santai-santai aja" cetus Eben.


Seiring dengan waktu apresiasi di dalam negeri terhadap musik Indie pun mulai bermunculan,  Yayasan Anugrah Musik Indonesia beberapa waktu lalu secara resmi mengumumkan keikutsertaan band dan musisi indie untuk tampil di ajang penganugerahan musik kelas nasional tersebut.


Berbagai hal mungkin sudah dilakukan oleh para musisi serta band indie. Tak salah dan tak berlebihan pula rasanya untuk menaruh harapan, semoga saja apa yang dilakukan mereka ke depan akan dapat  mengembalikan  era kejayaan di mana musik dan musisi di tanah air ini menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Bukan menjadi nomor kesekian ataupun penggembira belaka di tengah gegap gempita langkah musisi internasional yang sekedar mengeruk keuntungan besar lewat show-show yang mereka gelar di rumah kita, di indonesia.

(Festival Pestapora 2025 dipenuhi kontroversi, sederet band tiba-tiba memutuskan untuk CANCEL penampilannya.)

(kpl/rod/adb)

Editor:

Adhib Mujaddid

Rekomendasi
Trending