Apa Arti Makruh dalam Islam: Pengertian, Jenis, dan Contohnya

Penulis: Rizka Uzlifat

Diterbitkan:

Apa Arti Makruh dalam Islam: Pengertian, Jenis, dan Contohnya
apa arti makruh

Kapanlagi.com - Dalam ajaran Islam, terdapat lima kategori hukum yang mengatur setiap tindakan dan perilaku umat Muslim. Salah satu kategori tersebut adalah makruh, yang sering kali menimbulkan pertanyaan tentang apa arti makruh sebenarnya. Makruh merupakan perbuatan yang sebaiknya ditinggalkan meskipun tidak sampai pada tingkat larangan yang mutlak seperti haram.

Pemahaman tentang apa arti makruh sangat penting bagi setiap Muslim untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan terpuji. Perbuatan makruh bila ditinggalkan akan mendatangkan pahala, namun bila dilakukan tidak menimbulkan dosa atau hukuman.

Mengutip dari buku Fikih Ibadah karya Syaikh Hasan Ayub, dijelaskan bahwa dalam praktik ibadah sehari-hari terdapat banyak hal yang termasuk dalam kategori makruh, seperti shalat dengan mengenakan pakaian yang ada gambar-gambar binatang atau shalat di tempat-tempat tertentu yang tidak dianjurkan.

1. Pengertian dan Definisi Makruh

Pengertian dan Definisi Makruh (c) Ilustrasi AI

Secara bahasa, kata makruh berasal dari akar kata Arab "karaha" yang berarti tidak menyukai atau dibenci. Dalam terminologi fikih Islam, makruh didefinisikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh syariat, tetapi tidak secara tegas atau tidak bersifat pasti untuk ditinggalkan.

Para ulama jumhur mendefinisikan makruh sebagai larangan syara' terhadap suatu perbuatan, namun larangan tersebut tidak bersifat pasti karena tidak ada dalil yang secara eksplisit menunjukkan keharaman perbuatan tersebut. Dengan kata lain, makruh adalah perbuatan yang tidak disukai Allah SWT, tetapi pelakunya tidak dikenai sanksi atau dosa.

Karakteristik utama dari perbuatan makruh adalah jika ditinggalkan akan mendapat pahala, dan jika dilakukan tidak mendapat dosa. Hal ini membedakan makruh dari kategori hukum lainnya seperti haram yang jika dilakukan akan mendapat dosa, atau wajib yang jika ditinggalkan akan mendapat dosa.

Dalam konteks ibadah, makruh berarti berkurangnya pahala ibadah tersebut dibandingkan dengan ibadah-ibadah serupa yang dilakukan dengan cara yang lebih sempurna. Sedangkan dalam konteks muamalah atau transaksi, makruh menunjukkan ketidaksukaan Allah terhadap pelaksanaannya meskipun tidak dilarang secara mutlak.

2. Jenis-Jenis Makruh dalam Islam

Jenis-Jenis Makruh dalam Islam (c) Ilustrasi AI

Para ulama, khususnya dari mazhab Hanafi, membagi makruh menjadi dua kategori utama berdasarkan tingkat kemakruhannya. Pembagian ini penting untuk memahami gradasi larangan dalam syariat Islam.

  1. Makruh Tahrim (Makruh Berat) Makruh tahrim adalah perbuatan yang dilarang oleh syariat secara pasti, namun didasarkan pada dalil zhanni yang masih mengandung keraguan. Jenis makruh ini mendekati tingkat haram dan pelakunya dapat dikatakan tercela meskipun tidak berdosa. Contohnya adalah larangan memakai perhiasan emas dan pakaian sutera bagi laki-laki, serta poligami bagi orang yang khawatir tidak dapat berbuat adil.
  2. Makruh Tanzih (Makruh Ringan) Makruh tanzih adalah perbuatan yang dianjurkan syariat untuk ditinggalkan, namun larangan tersebut tidak bersifat tegas. Pelaku makruh tanzih tidak dicela, sedangkan yang meninggalkannya mendapat pujian. Contohnya adalah memakan daging kuda saat sangat dibutuhkan dalam perang, atau berkumur berlebihan saat berpuasa karena dikhawatirkan air akan tertelan.

Selain pembagian di atas, para ulama juga mengenal pembagian makruh lainnya seperti makruh mutlaq (tidak tergantung kondisi) dan makruh muqayyad (tergantung kondisi tertentu), serta makruh asli (ditentukan langsung oleh syariat) dan makruh taba'i (dipahami secara tidak langsung).

3. Contoh Perbuatan Makruh dalam Ibadah

Contoh Perbuatan Makruh dalam Ibadah (c) Ilustrasi AI

Dalam praktik ibadah sehari-hari, terdapat banyak perbuatan yang termasuk kategori makruh. Pemahaman tentang hal-hal ini penting untuk meningkatkan kualitas ibadah seorang Muslim.

Dalam hal shalat, beberapa perbuatan yang dimakruhkan antara lain mendirikan shalat di kamar mandi, di hadapan seseorang yang sedang tidur, di depan pintu yang terbuka, atau di tempat lalu lintas masyarakat seperti jalan dan gang. Begitu pula makruh hukumnya shalat di depan api, lukisan, patung, atau di area perkuburan.

Mengutip dari buku Fikih Ibadah karya Syaikh Hasan Ayub, dijelaskan bahwa makruh hukumnya memegangi lambung dengan kuat saat berdiri dalam shalat, melayangkan pandangan ke atas langit, memandang hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi, serta mempermainkan jari-jari tangan atau pakaian selama shalat.

Dalam hal berpakaian saat shalat, makruh hukumnya mengenakan pakaian yang ada gambar-gambar binatang atau gambar salib. Juga makruh mengenakan pakaian yang terlalu ketat sehingga membatasi gerakan, atau mengenakan baju yang bagian lengannya hanya satu kecuali jika memang tidak memiliki pakaian lain.

Kondisi tertentu juga dapat membuat shalat menjadi makruh, seperti shalat ketika makanan sudah siap tersaji bagi orang yang sedang lapar, shalat sambil menahan keinginan buang air, shalat dalam keadaan mengantuk, atau shalat sambil memikirkan masalah-masalah duniawi yang dapat mengganggu konsentrasi.

4. Contoh Perbuatan Makruh dalam Kehidupan Sehari-hari

Contoh Perbuatan Makruh dalam Kehidupan Sehari-hari (c) Ilustrasi AI

Selain dalam ibadah, terdapat banyak perbuatan makruh dalam kehidupan sehari-hari yang sebaiknya dihindari oleh umat Muslim. Perbuatan-perbuatan ini mencakup berbagai aspek kehidupan mulai dari makan minum hingga interaksi sosial.

Dalam hal makan dan minum, makruh hukumnya meniup makanan atau minuman yang panas. Rasulullah SAW melarang hal ini dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Selain itu, makruh juga memakan bawang putih atau makanan berbau tajam sebelum pergi ke masjid karena dapat mengganggu jamaah lain.

Dalam hal bersuci, makruh hukumnya membasuh anggota wudhu lebih dari tiga kali karena dianggap berlebihan. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa setiap anggota tubuh cukup dibasuh sebanyak tiga kali, dan melebihi batas tersebut termasuk perbuatan yang melampaui batas.

Terkait waktu dan aktivitas harian, makruh hukumnya tidur sebelum shalat Isya atau banyak berbincang setelahnya. Hal ini dapat mengurangi kekhusyukan dalam ibadah dan membuat seseorang lalai dari kewajibannya. Begitu pula makruh tidur setelah shalat Subuh karena dapat menyebabkan kemalasan.

Dalam transaksi dan pekerjaan, beberapa profesi atau aktivitas jual beli juga dianggap makruh seperti menjadi tukang daging, penjual kain kafan, atau melakukan transaksi antara waktu azan dan iqamah serta di awal terbitnya matahari.

5. Hikmah dan Manfaat Menjauhi Perbuatan Makruh

Hikmah dan Manfaat Menjauhi Perbuatan Makruh (c) Ilustrasi AI

Menjauhi perbuatan makruh memiliki hikmah dan manfaat yang besar bagi kehidupan seorang Muslim. Meskipun tidak berdosa jika melakukannya, meninggalkan makruh menunjukkan kesungguhan dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengikuti tuntunan Rasulullah SAW.

Salah satu hikmah utama menjauhi makruh adalah untuk mencapai tingkat takwa yang lebih tinggi. Takwa dalam konteks ini dapat dipahami sebagai sikap hati-hati dan mawas diri dalam menjalani kehidupan agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang tidak disukai Allah, baik yang makruh maupun yang haram.

Dalam sebuah dialog antara sahabat Ubay bin Ka'ab dengan Umar bin Khattab yang disebutkan dalam berbagai sumber, takwa digambarkan seperti seseorang yang berjalan di jalan penuh duri dan bebatuan tajam dengan penuh kehati-hatian. Demikian pula seorang Muslim harus berhati-hati dalam menjalani kehidupan agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan.

Menjauhi perbuatan makruh juga dapat memperbaiki akhlak dan karakter seseorang. Dengan menghindari hal-hal yang tidak disukai meskipun tidak dilarang secara mutlak, seseorang akan terbiasa memilih yang terbaik dalam setiap aspek kehidupannya. Hal ini pada akhirnya akan membentuk kepribadian yang lebih mulia dan terpuji.

Selain itu, menjauhi makruh dapat menjaga keharmonisan hubungan dengan sesama. Banyak perbuatan makruh yang berkaitan dengan etika sosial, seperti tidak makan bawang sebelum ke masjid atau tidak mengganggu orang lain saat shalat. Dengan menjauhi hal-hal tersebut, seseorang turut menjaga kenyamanan dan keharmonisan lingkungan sosialnya.

6. FAQ (Frequently Asked Questions)

FAQ (Frequently Asked Questions) (c) Ilustrasi AI

Apa perbedaan antara makruh dan haram?

Makruh adalah perbuatan yang tidak disukai tetapi tidak berdosa jika dilakukan, sedangkan haram adalah perbuatan yang dilarang secara tegas dan berdosa jika dilakukan. Meninggalkan makruh mendapat pahala, sementara meninggalkan haram adalah kewajiban.

Apakah melakukan perbuatan makruh akan mengurangi pahala ibadah?

Ya, dalam konteks ibadah, melakukan hal-hal yang makruh dapat mengurangi pahala ibadah tersebut dibandingkan dengan ibadah yang dilakukan dengan cara yang lebih sempurna dan sesuai sunnah.

Bagaimana cara mengetahui suatu perbuatan termasuk makruh?

Perbuatan makruh dapat diketahui melalui Al-Quran, hadits, ijma ulama, dan qiyas. Biasanya ditandai dengan larangan yang tidak tegas atau anjuran untuk meninggalkan suatu perbuatan tanpa ancaman dosa.

Apakah semua ulama sepakat tentang pembagian makruh?

Tidak semua ulama sepakat tentang pembagian makruh. Pembagian makruh tahrim dan tanzih lebih dikenal dalam mazhab Hanafi, sementara jumhur ulama umumnya tidak membuat pembagian yang detail tersebut.

Bolehkah melakukan perbuatan makruh dalam keadaan darurat?

Dalam keadaan darurat atau hajat yang mendesak, perbuatan makruh dapat dilakukan karena pada dasarnya tidak berdosa. Namun tetap lebih baik dihindari jika memungkinkan.

Apakah makruh berlaku sama untuk semua orang?

Secara umum ya, tetapi ada beberapa hal makruh yang bersifat kondisional atau tergantung situasi tertentu. Misalnya, makruh makan daging kuda kecuali dalam keadaan perang yang sangat membutuhkan.

Bagaimana hubungan antara makruh dengan sunnah?

Makruh adalah kebalikan dari sunnah. Jika sunnah adalah perbuatan yang dianjurkan dan mendapat pahala jika dilakukan, maka makruh adalah perbuatan yang dianjurkan untuk ditinggalkan dan mendapat pahala jika ditinggalkan.

(kpl/fed)

Reporter:

Rizka Uzlifat

Rekomendasi
Trending