Agama, Tema Sensitif Untuk Diwujudkan Dalam Media Hiburan

Agama, Tema Sensitif Untuk Diwujudkan Dalam Media Hiburan

Kapanlagi.com - Seminggu sudah kita disuguhi berita tentang penolakan FPI terhadap rencana konser Lady GaGa di Indonesia. FPI tak setuju bila penyanyi fenomenal asal Amerika tersebut mengadakan konser lantaran mereka menganggap GaGa adalah pemuja setan yang memberi pengaruh buruk kepada masyarakat.
Penolakan seperti ini jelas didasari atas dasar pemahaman agama, sehingga tuduhan yang diberikan kepada GaGa pun akhirnya dikaitkan dengan keyakinan masyarakat (baca:FPI dan orang-orang yang sepaham dengan mereka) bahwa GaGa adalah utusan setan. Jika sudah seperti ini apa mau dikata lagi, pihak yang kontra dan mereka yang pro dengan konser GaGa saling menyuarakan pendapat dalam debat yang tak berujung.
Dari sisi hiburan, jelas kehadiran GaGa di Indonesia menjadi sebuah hiburan mewah yang tak boleh dilewatkan mengingat nama tenar sang penyanyi. Alangkah baiknya memandang kedatangan GaGa tersebut sebagai murni hiburan semata tanpa ada niat untuk menyebarkan ajaran sesat. 
Media hiburan seperti konser, film, musik, dan pertunjukan lainnya memang tak jarang dikritisi oleh masyarakat dengan menggunakan pisau bedah bernama 'agama'. Hal tersebut wajar bila media hiburan yang dimaksud dengan sengaja mengangkat tema agama sebagai isi karyanya. Maka tak jarang, beberapa karya pegiat seni tanah air yang harus menghadapi pertanyaan, dan bahkan protes dari masyarakat terkait dengan karya tersebut.
Kita tak akan membahas GaGa lebih lanjut namun menilik tema agama dan hiburan, rasanya tak lengkap kalau kita tak membahas dunia perfilman tanah air yang sempat dihebohkan dengan protes FPI atas film TANDA TANYA (?) karya Hanung Bramantyo.


Foto: muslimah.web.id


Film garapan Hanung ini memang secara berani menggambarkan kisah masyarakat dengan keberagamannya di pojok kota Semarang. Tak hanya itu, Hanung berani mengangkat cerita dua orang yang berpindah agama. Kebebasan Hanung dalam menggarap cerita yang memang terinspirasi dari kisah nyata inilah yang nampaknya membuat beberapa pihak meradang. Saat itu santer diberitakan bahwa film ini menjadi alat propaganda pluralisme. Bahkan sang sutradara, Hanung dianggap menyesatkan.
Seiring dengan berjalan waktu dan juga diputarnya film tersebut di bioskop dan juga salah satu stasiun televisi (meski sempat terkendala pada awalnya) film TANDA TANYA terbukti tidak mengajarkan ajaran-ajaran yang salah tentang agama.
Belum lama ini juga muncul kabar yang ramai diberitakan di Twitter bahwa film terbaru garapan Garin Nugroho, biopik SOEGIJA, adalah salah satu bentuk kristenisasi. Dan bukan tak mungkin film ini bakal dilirik oleh FPI sebagai sasaran berikutnya setelah mereka fokus dengan Lady GaGa. Kabar yang mengejutkan, mengingat film ini lebih banyak berisi tentang teladan uskup pertama di Indonesia, Sugiyo Pranoto, di masa peperangan. Jadi lebih tepat dibilang bahwa film ini adalah film kemanusiaan.


Foto: prihandoko-nge-blogjugaah.blogspot.com
Dalam hal konsep cerita, SOEGIJA mirip dengan SANG PENCERAH garapan Hanung Bramantyo, hanya saja tokoh yang digarap berbeda. SOEGIJA dengan uskup Sugiyo Pranoto sedang SANG PENCERAH dengan KH Ahmad Dahlan. Garin pun menggarapnya seakurat mungkin berdasarkan sejarah dan fakta-fakta yang ada.
Terlepas dari kontroversi yang ada dalam film-film tersebut, penonton memang diharapkan untuk lebih selektif dan juga cerdas dalam menikmati hiburan yang ada. Dengan harapan nantinya tak ada lagi apriori akan suatu karya yang bertema agama, namun penonton melihatnya sebagai bentuk kreativitas sineas dalam mengemas sebuah isu dalam masyarakat yang memang perlu dibahas.
Hadirnya pro-kontra seperti ini jelas akan selalu ada, tak bisa dihilangkan sepenuhnya. Toh dengan adanya 'debat' seperti ini, baik yang kontra dan yang pro bisa saling mengutarakan pendapat dan belajar memahami tentang sudut pandang yang berbeda.
 

(kpl/dka)

Rekomendasi
Trending